2.29

88.1K 4.7K 211
                                    

“aku pulang dulu ya bun.”
Mila –bunda fatih kembali memeluk della singkat, ia memegang kedua pundak della, menatap della dengan tatapan hangat.

“bunda ngga nyangka banget del, makasih ya udah kasih tau bunda. Sering-sering kesini, bunda bakal kangen.”

“siap bun.” Della mengeluarkan cengirannya.

“bun tau ga?” seru fatih yang baru saja keluar dari rumahnya.

“apa?”

“tadi pas mau masuk ada yang bilang gini bun, ayo masuk, aku rasa aku juga harus kasih tau bunda. biar dapet restu dari mertua.” Nada fatih kentara sekali menggoda della.

Della mencubit pinggang fatih. “dasar tukang ngadu.”

Fatih meringis lalu sedetik kemudian kembali tertawa. Bunda fatih sendiri hanya tersenyum, senang melihat putranya kembali bahagia. Beda dengan fatih yang kehilangan della, fatih yang tampak kehilangan arah hidupnya.

“bercanda del. yaudah bun, aku anter della dulu.” Fatih mengulurkan tangannya untuk menyalami bundanya, begitu juga della.

“dah bunda.” Della melambaikan tangannya sebelum akhirnya memasuki mobil.

Della menatap jam di pergelangan tangannya. Masih pukul delapan.
“tih,”

Fatih yang tengah parkir hanya berdeham, “hm?”

“mau ke café.”

“café? Masih laper?”

“bukan,” della menggeleng. “aku lagi pengen makan dessert.”

Fatih menyentil pelan kening della. “dasar rakus.”

“biarin, yang penting cantik.” Della mengibaskan rambutnya dengan bangga.

Fatih hanya terkekeh, ia melajukan mobilnya. Sesuai permintaan della, fatih membawa mobilnya menuju café. Beruntung, jalanan yang dilalui keduanya tidak terdapat kemacetan, jadi tidak butuh lama untuk fatih memarkirkan mobilnya di sebuah café bernuansa sederhana namun terlihat elegan.

“yuk.” Fatih mengulurkan tangannya untuk menggandeng tangan della.

Della menerima uluran tangan fatih, keduanya berjalan memasuki café dengan tangan saling terpaut. Suara bel yang terletak di atas pintu masuk café  menyambut kedatangan keduanya. Della dengan inisiatifnya memilih duduk dekat jendela.

Seorang pelayan menghampiri keduanya dengan senyuman ramah, ia mengulurkan dua buah buku menu. Della mulai meneliti menu, begitupun fatih.

“saya ice cappucino satu, kamu apa del?” fatih menutup buku menu, berganti menatap della.

“waffle toping ice cream green tea nya satu sama ice milk tea satu.” gantian della yang memesan

Pelayan tersebut mengangguk, “baik, saya ulangi. Ice cappucino satu, waffle green tea satu dan ice milk tea satu. Ada tambahan lain?”

Della menatap fatih, “ngga mau dessert?”

Fatih menggeleng. “udah, itu aja.”

Setelah pelayan tersebut berlalu, della menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, matany menatap ke arah luar jendela. Suara kursi berdenyit menarik perhatiannya, ia menoleh.

“aku ke kamar mandi dulu ya.” pamit fatih kala della menoleh.

“iya.”

Della meraih ponselnya yang sempat ia anggurkan. Ketika mengangkat kepalanya, keningnya mengernyit.

Terdapat sebuah gulungan kertas di atas meja. Setaunya tidak ada apapun di atas meja selain ponsel fatih.

Della menegakkan posisi duduknya. Ia meraih gulungan kertas tersebut.
Tubuhnya sempat berputar, memindai café barangkali ada gerak gerik mencurigakan, namun ia tidak menemukan siapapun. Della mengurungkan niatnya ketika melihat kedatangan fatih.

Never be aloneWhere stories live. Discover now