Untuk Seo Jina, hidup memang tidak pernah mudah. Ia harus pulang malam setiap hari untuk memberikan uang kepada ayahnya yang tukang minum dan suka memukulinya. Gadis ini yakin sekali kata "bahagia" tidak akan tertulis di kamus kehidupannya, namun ta...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Aku takut Aku takut mencintai, merindu, menyayangi Aku takut kehilangan Aku takut akan dunia dan apa yang ia siapkan untukku"
***
"K-kamu ...." Dia memperhatikanku seolah dia mengenaliku, tapi kalau aku, aku tidak pernah bertemu dia sebelumnya. Wajahnya tidak familiar sama sekali.
"Apa anda terluka?"
Xiaojun keluar dari mobil lalu, berdiri di sampingku. Syukurlah Xiaojun langsung berhenti. Bisa saja terjadi hal yang tidak diinginkan nantinya.
Raut wajah wanita itu tampak seperti baru saja melihat hantu. Dia membungkuk meminta maaf karena tidak melihat dulu sebelum menyeberang dan dilanjutkan dengan Xiaojun yang meminta maaf karena nyaris menabraknya. Aku hanya ikut membungkuk bersama Xiaojun tanpa mengatakan apa-apa.
Seperginya wanita itu, Xiaojun dan aku masuk kembali ke dalam mobil. Matahari sudah menampakkan dirinya sekarang. Lampu jalan sudah dimatikan sepenuhnya, memberi suasana berbeda dari lima menit yang lalu. Jalanan sudah mulai ramai pula, penuh orang-orang berangkat kerja.
"Dia mirip lo, ya?" Xiaojun bersuara.
"Hah? Benarkah?"
"Masa gue bohong? Sumpah, tadi gue sampe bingung lo yang mana."
Karena Xiaojun berkata seperti itu, aku jadi penasaran. Aku ingin tahu lebih tentang wanita tadi. Mungkin saja dia ibuku yang pergi meninggalkanku saat aku masih bayi.
Kalau aku benar, aku ingin menemuinya lagi. Bukan karena aku ingin menyalahkannya karena telah meninggalkan aku—ya ... mungkin aku ingin menyalahkan sedikit, tapi utamanya, ada beberapa hal ingin kutanyakan kepadanya. Yang kutahu tentang ibu hanya satu, dia menikah dengan pria lain.
Sudahlah, dia tampak sehat, itu suatu hal yang baik.
"Mikirin apa, sih?"
"Bukan apa-apa, kamu gak kerja hari ini?"
"Pengen banget gue pergi?" Xiaojun tertawa kecil.
"Bu-Bukan begitu," aku menyergah.
"Na, tahu TeekTok gak?"
"Hah? Apa itu?"
"Hm, ternyata lo kudet juga."
***
"Gimana, Le?"
Ten memasuki ruang IT, antusias. Taeyong mengikuti di belakang untuk mengetahui perkembangan akan robot yang belum lama Ten dan Winwin temukan. Robot itu Chenle letakkan di atas sebuah meja besi panjang yang mirip dengan meja operasi Rumah sakit. Bedanya, benda itu mereka beli sendiri, bukan diberikan Hendery yang notabenenya pemilik banyak tempat orang sakit dirawat itu.