Trust

4.6K 607 34
                                    

"Tunggu berapa menit aja, mereka gapapa kok sebenernya, di sini kan anget." ujar Renjun. Dia tidak membuatku tenang sama sekali, tapi malah kesal. Sudah jelas Haechan dan Yangyang tidak sadarkan diri, masa bisa-bisanya dibilang mereka tidak apa-apa.

Tapi yasudahlah, percaya saja dengan perkataan Renjun.

"Oh iya, Jina, kok kamu bisa nongol di ruangan tadi?"

"Gak tau juga sih Jae, rencananya nyari Minghao," ujarku, seraya memikirkan tentang percakapan singkat lewat walkie-talkie tadi. Sudah jelas pemilik suara itu adalah Minghao, Harin juga berpikir tentang hal yang sama.

"Tadi aku sama Harin pikir itu jalan pintas, ternyata isinya malah begituan." aku bergidik ngeri membayangkan isi ruangan tadi. Benar-benar tidak karuan.

"Tunggu, Minghao? Kamu kenal dia?" dia tampak berpikir selama beberapa detik. Matanya memicing, melihat ke arah lantai van, sedang alisnya bertaut.

"Kenal, dia satu Sekolah sama aku,"

"Kamu kenal dia?" tanyaku karena Jaehyun tak kunjung mengatakan sepatah katapun. Dia membuatku penasaran setengah mati.

"Iya, aku juga tau seluk beluk hidupnya."

"Kok bisa?" dia terdiam sebentar. Fokusnya kepada lantai masih belum terputus sama sekali. Jaehyun menarik napas, kemudian menghela perlahan.

"Karena aku yang bunuh ayahnya satu tahun yang lalu." mataku membelalak kaget. Aku menoleh kepada Renjun, memeriksa apakah dia juga mendengar jawaban Jaehyun barusan. Nampaknya Renjun juga mendengarnya. Nyaris saja dia menjatuhkan kotak obat di tangannya.

Kalau Jaehyun yang membunuh ayah Minghao lebih dulu, siapa yang telah membuat aku menodai tanganku sendiri demi misi yang diberikan Doyoung?

"Hei, sialan," suara yang berasal dari walkie-talkie mengusir suasana tegang di antara kami. Suara itu milik Doyoung.

"Apa kau telah menukar saku berisi amunisiku dengan milikmu?"

"Kau apa?!" seruku. Doyoung pasti kehabisan amunisi sehingga dia mengabari lewat walkie-talkie. Astaga, kalau Doyoung tidak ada yang back up, bisa-bisa kesialan akan menimpanya.

Jaehyun menoleh sebentar ke arahku, kemudian buang muka karena hendak menjawab Doyoung.

"Cepet banget nebaknya." balasnya seperti tidak ada dosa. Aku yang duduk di sebelahnya sudah panik lebih dulu.

"Jina bersamamu?"

Jaehyun tertawa sinis, "Iya, tapi belum ada yang mati, jadi pemenangnya belum ada, kan?"

Pemenang apa? Apa aku menjadi taruhan di antara mereka berdua?

Sial, apa yang harus kulakukan di saat seperti ini? Kalau aku berlari menghampiri Doyoung pasti akan sulit karena harus melewati musuh yang tidak sedikit jumlahnya, tapi kalau aku diam saja...

"AKH!"

***

"Ayo, maju woy! Mereka tinggal sedikit!" seru Chenle, lantang. Dia tampak tak kalah gagah di antara teman-temannya yang lebih tua di medan perang.

Langit sudah mulai gelap, sebentar lagi akan hujan. Kalau mereka tidak bisa menyelesaikan peperangan ini sekarang, pasti saat hujan turun akan jadi lebih sulit lagi. Mereka harus segera masuk ke dalam untuk mencari bos komplotan orang-orang pembawa celaka ini.

"Doy, ayo," ajak Yuta.

"Duluan saja, amunisiku habis."

IRREGULAR  | NCT mafia au [✔️]Where stories live. Discover now