Come Back Home

8.6K 1K 233
                                    

You're worth every second of my life, every breath that I take, and every reason why I'm losing myself
-Seo Jina

***

"Lama lo jalan aja!"

"Lagian lo berdua cepet banget." balas Hendery kepada Harin. Aku mendahului mereka dan mengeluarkan kain lap untuk membersihkan meja dan juga kaca jendela. Menunggu mereka bertengkar akan memakan waktu.

Sepertinya musuh bebuyutan Harin akan bertambah satu nanti. Setelah Mark, terbitlah Hendery. Rasanya aku ingin mengurung mereka di dalam gudang sampai damai. Namun, mengurung mereka di dalam gudang akan menghasilkan satu gedung ini dibakar. Yakin sekali mereka lebih memilih mati daripada menyelesaikan masalah satu sama lain.

Oh ya, aku juga tidak berniat menanyakan Harin tentang cara bicaranya kepada member lain yang menggunakan "lo-gue", sedangkan kepadaku masih "aku-kamu". Itu urusannya, aku tidak begitu niat untuk ikutan berbicara seperti itu, sudah nyaman seperti ini.

"Jina, besok jalan-jalan yuk?" ajak Harin.

"Mau ke mana memangnya?" aku menjawab dengan pertanyaan.

"Myeongdong aja, banyak tempat belanjanya."

"Hmm...yaudah deh, pas jam makan siang aja, ya?" tak apalah, selama uangku masih ada. Kartuku menganggur karena setiap kebutuhan telah disediakan di sini. Kalau pun aku keluar Rumah, pasti tidak sendiri.

"Oke!" 

"Gue gak diajak, nih?" Hendery menyahut, ia masih memegang sapu.

"Gak mau gue ada lo, rusuh." Hendery mendecak kemudian kembali menyapu lantai. Ia heran, padahal hanya setuju ikut sarapan bersama, tapi malah diminta untuk membersihkan Base juga.

"Bukan begitu nyapunya geblug—" dering telepon Harin menginterupsi, ia pun merogoh sakunya untuk melihat siapa yang menelepon. Dari tempatku berdiri—sedikit jauh dari Harin, aku tidak dapat lihat siapa yang menelepon. Layarnya gelap. Aku sendiri tidak begitu peduli, itu urusannya. Mungkin hanya boss tempat kerja.

"Na, ajarin nih cara nyapu! Mendingan sama Markonah gue, mah." 

"Yeee bilang aja naksir, pehlul!" Hendery merespon, namun Harin sudah keluar dari ruangan. Semakin lama, suaranya semakin mengecil, mengartikan bahwa ia tidak lagi berada di dekat aku dan Hendery.

Aku bukan orang yang aktif berbicara, jadi aku lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaan. Lebih cepat, lebih baik, aku ingin kembali ke tempat tidur. Tempat itu merupakan zona nyamanku sejak dulu.

Bisa dibilang suasananya canggung, terlebih lagi Hendery dan aku tidak dekat sama sekali. Mencoba untuk mencari topik pembicaraan dengan orang yang baru dikenal itu sulit menurutku.

"Lo pacarnya Doyoung, ya?"

"H-hah? Bukan kok! Aku sama dia gak ada apa-apa, kenapa berpikir kayak gitu?" Hendery terkekeh.

"Berduaan mulu sih, gue jadi salah sangka."

Detik itu, aku tidak tahu mau menjawab apa. Apa semua orang berpikiran seperti ini? Maksudku, kalau aku mereka, aku juga akan mengira Doyoung dan aku memiliki hubungan lebih.  Jangankan pacar, istri! Dia memanggilku "Istri". Astaga, memalukan sekali.

"Seberapa berharganya Doyoung buat lo, sih? Kalau misalnya suatu hari dia ilang tanpa kabar...gimana?"

"....Gak tahu."

Benar, aku memang tidak tahu. Aku tidak tahu mau menjawab apa, aku tidak tahu harus berpikir seperti apa, aku tidak tahu semestinya bagaimana. Kim Doyoung...berharga untukku? Mungkin.

IRREGULAR  | NCT mafia au [✔️]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora