Reasons to Love

4.8K 634 57
                                    

"Hei, udah sarapan?" sebuah suara datang menginterupsi, membuatku menoleh. Oh, ternyata orang itu adalah Jung Jaehyun. Di satu tangannya ia membawa semangkuk sup. Kalau boleh bilang, wanginya menggugah selera.

"Belum." Aku menggeleng, memaksa diri untuk menunjukkan seulas senyum. 

"Aku tau kamu mungkin lagi gak selera makan sekarang, tapi cobain ini sedikit deh, aku yang buat." Wajahnya tampak memohon. Aku jadi tidak tega, Jaehyun sudah repot-repot memasakkan ini untukku. Tidak mungkin aku menolak, tidak sopan.

Ia sudah siap untuk menyuapiku, matanya tampak berbinar seperti seekor anjing kecil yang lucu. Kalau Jaehyun sudah seperti ini, aku jadi lupa kalau dia pernah—ehm, menciumku secara paksa.

Sudahlah, itu semua telah menjadi masa lalu sekarang. Yang penting Jaehyun sudah datang untuk menolongku.

"Enak, apa nama makanannya?"

"Borsch, makanan khas Rusia, ayah yang ajarin cara masaknya ke aku."

"Keluargamu pernah tinggal di Rusia?"

"Bukan, ayahku aja yang pernah tinggal di sini waktu masih kecil." Aku mengangguk mengerti. Ah, jadi penasaran seperti apa ayah Jaehyun itu. Seingatku, terakhir kali katanya ayahnya menghilang, namun Jaehyun sedang kelihatan bahagia sekarang, jadi lebih baik aku tidak bertanya soal itu.

Sebuah suara pintu dibuka menarik perhatian kami berdua. Di sana Doyoung berdiri dengan wajah datarnya yang khas sekeluarnya dia dari kamar tidur. Aku tidak akan menemukan wajah datar itu dimana pun, Doyoung saja pemiliknya. Biasanya Doyoung sulit dibaca, namun hari ini matanya menunjukkan kesedihan mendalam seraya memperhatikan aku dan Jaehyun. 

Ia berjalan meninggalkan kami berdua tanpa ucapan selamat pagi. Sungguh, dia bahkan seperti tidak niat berjalan. Dia sudah seperti mayat hidup. 

"Apa Doyoung lagi sakit?"

"Enggak lah, biasanya dia emang gitu kalau abis bangun tidur."

Tapi, aku sudah tau bagaimana Doyoung setelah bangun tidur, bahkan lebih dari yang Jaehyun tau.

***

"Kopi?" tanyaku, aku berdiri di sampingnya. Dari dekat aku dapat lihat kantung matanya yang hitam dan matanya yang merah. Rambutnya acak-acakan, membuatnya tampak begitu lelah.

Bukannya menjawab, Doyoung menyeruput kopi hitam dari gelasnya. Dia mengabaikanku, menganggapku seperti angin yang berlalu. Setelah itu, ia meletakkan gelasnya di atas meja dan berjalan pergi.

"Kita harus bicara!" seruku, membuatnya berhenti di tempat.

"Apa lagi yang harus dibicarakan?" katanya pelan tanpa berbalik untuk menatapku. Tanpa sengaja, aku melirik tangannya, jari di mana dia biasa memakai cincin kami. Dia tidak memakainya, Doyoung telah melepaskan cincin itu. 

Aku masih memakainya. Belum pernah sekali saja aku berpikir untuk melepaskannya, namun Doyoung, dia melepaskannya tanpa seijinku. Apa ini berarti ....

"Hubungan kita, aku mau minta kejelasan." 

"Kenapa kamu lepasin cincinnya?" sambungku, hanya dibalas dengan helaan napas oleh Doyoung. 

"Kau mau minta kejelasan? Ayo kita putus."

"A-apa?" ujarku, tak percaya. Tolong beritahu aku dia sedang bercanda. Doyoung mencintaiku, dia tidak mungkin mengatakan ini, aku pasti salah dengar. 

"Kunci dalam sebuah hubungan itu kejujuran dan kepercayaan terhadap satu sama lain, kamu telah mengingkari keduanya."

"Aku tau semuanya, I know you and Jaehyun kissed that night." Ia berbalik perlahan dan menatapku tajam. Tangannya mengepal, menampakkan buku-buku jarinya.

IRREGULAR  | NCT mafia au [✔️]Where stories live. Discover now