| 008 | GBGB

1.5K 133 11
                                    

008

~Good Boy Gone Bad~


'Tok! Tok! Tok!'

Suara ketukan pintu rumah membuat wanita paruh baya kisaran umur empat puluh itu bangun dari posisi duduknya di sofa. Sedari tadi sedang menonton siaran televisi sembari terkantuk-kantuk. Ia sempat khawatir dengan putra tunggalnya itu. Sudah tengah malam putranya itu belum pulang ke rumah. Baru tiga tahun lalu mereka pindah ke desa itu.

"Jay!" teriak wanita paruh baya itu histeris menyadari putranya memiliki lebam di wajah. Noda darah terlukis di bibir tipis putranya itu.

Wanita itu adalah Maya. Ibu dari Jay.

Fino mengantar Jay menuju kamar setelah Maya memberikan jalan masuk untuk dirinya. Ia baringkan Jay di kasurn. Ibunya yang histeris meminta penjelasan dari mereka berdua. Fino dan Karin. Fino yang angkat bicara.

"Tadi kami nemuin Jay tergeletak di sekitar pos ronda. Jay udah pingsan. Terus, saya bawa Jay ke sini. Saya nggak tau pelaku semua ini siapa," jelas Fino pada Maya.

Maya berterima kasih kepada mereka yang sudah mengantar Jay ke rumah. Mereka berdua langsung pamit pulang mengingat hari sudah semakin larut. Sebentar! Karin sempat melirik jam dinding yang ada di ruang tamu rumah Jay. Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi. Beruntung tidak ada PR dari sekolah. Sehingga dirinya tidak perlu buru-buru pulang dan mengerjakan PR itu.

"Siapa pelaku semua ini?" tanya Karin pada Fino seraya menerka-nerka siapa dalang dibalik insiden yang menimpa Jay.

"Mungkin Geng Gaib," sahut Fino. Siapa yang akan melakukan kekerasan itu selain Genk Gaib. "Udah jangan terlalu dipikirin! Sekarang udah jam setengah satu pagi, kamu tidur aja sana! Besok kesiangan tau rasa!" lanjutnya.

"Bye!" ucap Karin sembari menuju rumahnya.

"Mimpi indah!"

Karin hanya tersenyum akan ucapan Fino itu. Ia sudah terbiasa akan hal-hal konyol, candaan, ledekan dan hal lainnya dari mantan kekasihnya itu. Sekarang hubungan mereka hanya sekedar teman saja. Tidak lebih dari itu. Maybe.

Karin membuka pintu rumah dan didapati kakaknya dengan tatapan sangar sudah bersandar di dinding balik pintu rumah. Karin yang sudah menutup pintu rumahnya itu, kaget seketika itu juga. Kedua tangan Kevin dilipat di depan dada. Kevin menatap Karin dengan tatapan tajam. Wajahnya yang sangar itu membuat Karin tidak bisa berkata-kata.

"Jam segini baru pulang?! Dari mana?!" pertanyaan Kevin mengandung ketegasan.

Hal itu membuat Karin tersentak ke belakang. Ia tahu bahwa itu adalah bentuk kepedulian dari kakak yang sangat peduli kepadanya.

"Jalan-jalan sama―"

"Fino?" tanya Kevin tanpa mendengarkan penjelasan adiknya itu.

Karin balas mengangguk akan pertanyaan Kevin yang memang benar. Benar bahwa dirinya sempat pergi jalan-jalan dengan Fino.

"Udah sana tidur," pinta Kevin sembari berlalu menuju kamarnya. Kamar yang terletak di sebelah kamar Karin.

Karin menelengkan kepalanya menyadari kakaknya itu tidak bicara panjang lebar setelah dirinya pulang dini hari. Ada rasa lega di dadanya. Ia tidak mendapat amarah kakaknya saat ini. Mata Karin yang sudah tidak bisa melek lagi dengan normal, langsung masuk ke kamar lalu menguncinya rapat-rapat.

Eits. Pintu rumah belum di kunci. Segera Karin kunci pintu rumahnya itu lalu menuju ke kamar lagi. Ia hempaskan tubuhnya ke kasurnya yang empuk. Semoga saja besok menjadi hari baik baginya. Tidak ada masalah yang akan menimpa dirinya. Ia hanya ingin menjalani kehidupan yang nyaman bebas dari gangguan. Gangguan yang muncul sekitar beberapa tahun lalu. Tepatnya dua tahun yang lalu. Setelah dirinya putus dengan Fino.

Hanya dalam dua menit, Karin sudah terlelap. Ia tidur tanpa menggunakan selimut. Ventilasi yang ada diatas jendela itu tidak ditutup. Itu karena digunakan sebagai tempat pertukaran udara. Tetapi, biasanya di desa-desa, ventilasi itu ditutup. Terutama desa yang dekat dengan pegunungan. Hal itu dilakukan untuk mencegah masuknya udara dingin di malam hari dan menjaganya tetap hangat.

~Good Boy Gone Bad~

***

Bersambung...

Good Boy Gone BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang