1 || How is begin (2)

5.6K 524 2
                                    



Ares berdiri di depan jendela besar kamarnya, Ares hanya diam tanpa melakukan apapun, sejak pulang dari perjamuan makan malam di kerajaan lautan, Ares nampak murung dan pendiam. Ia sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun bahkan ketika sang Ayah menyapanya Ares hanya berdehem lalu berlalu ke dalam kamarnya. Mengurung diri di sana selama beberapa saat.

Ares memejamkan matanya, kepala Ares seperti akan meledak saat suara itu kembali terngiang dengan jelas. Entah Ares harus bagaimana lagi, agar mencegah semua hal buruk terjadi.

"Sesuai dengan ramalan, kesalahan yang sama akan terulang lagi, dan itu pada anakmu, Avner."

Ares menghembuskan napas lelah, ia membaringkan tubuhnya ke peraduan.


"Bukan dari ras iblis atau malaikat, tapi ras manusia."

"Kau tahu, Avner sama kerasnya denganmu dulu, dan ia akan melakukan apapun agar bisa mendapatkan apa yang ia inginkan."

"Apa yang akan Avner lakukan kali ini, lebih besar dari yang kau lakukan dulu. Bagaimana pun kau mencoba menghalau, takdir tetaplah takdir."


Ares kembali mendengus ia paham cepat atau lambat pasti ramalan itu akan menjadi nyata. Sekuat apapun Ares menentang Avner tetap saja sia-sia. Semua ini karena kesalahannya, akibat keras kepalanya Ares di masa lalu. Sebuah kesalahan besar yang membuat Avner hadir ke dunia.



Tapi, bukankah memilih pasangan itu adalah hak semua makhluk hidup, bahkan untuk ras iblis sekali pun.


"Yang Mulia, Pangeran Avner telah kembali ke kerajaan."



Ares bangkit mengubah posisinya menjadi duduk. Avner menarik napas sejenak sebelum ia kembali bersuara, "Panggilkan Avner, suruh ia ke kamarku."



***




Lasti tengah menggendong bayinya di halaman depan rumah, sesekali Lasti membuat wajah lucu yang mampu membuat bayi kecilnya tersenyum. Ia menggerakkan tubuh ke kanan dan kiri agar bayinya nyaman dan terlelap. Sejak semalam anaknya begitu rewel entah karena apa. Lasti duduk di salah satu kursi kayu ketika merasakan punggungnya yang mulai pegal. Mata Lasti menatap ke atas, menikmati cuaca cerah di sore hari ini.



"LASTIIIII... LASTIIIIIII!"





Dimas berlari dengan napas tersengal ke arah Lasti, pemuda dengan kumis tipis itu mencengkeram kedua bahu Lasti. Menatapnya dengan raut ketakutan.



"Ada apa?"





"Kita harus segera pergi, kita harus pergi sekarang!"





Lasti semakin bingung apalagi ketika suaminya menyeret ia meninggalkan rumah, Lasti menoleh ke belakang ia terkejut saat gerombolan orang dengan berbagai senjata tajam merusak rumah mereka. Lasti mulai mempercepat laju larinya, tak peduli dengan kebingungan atas peristiwa ini, yang terpenting adalah mereka harus selamat.


"Berhentilah sebentar, aku lelah sekali," keluh Lasti. Membawa bayi sambil berlari cukup menguras tenaganya.


Dimas terhenti ia memegangi pundak istrinya sambil menatap ke sekeliling. Semula Dimas hendak mendudukkan Lasti, tapi ketika melihat gerombolan itu hampir mendekati mereka, Dimas memaksa sang istri kembali berlari. Kaki Dimas mengayun kian kencang matanya menatap liar sepanjang perjalanan, sesekali Dimas menoleh kebelakang untuk melihat istri dan anaknya baik-baik saja.

Binding destinyWhere stories live. Discover now