21 || Kill Them

1.8K 176 1
                                    

Selamat membaca dan menikmati kisah Avner dan Maura

♛Chapter twenty one♛





Let's begin!



⚠Warning! banyak adegan kekerasan dalam bab ini, silahkan skip jika tidak menyukainya.

Jadilah pembaca yang pintar:)



Suasana ruang eksekusi begitu mencekam. Aura hitam menguar menimbulkan kabut hitam yang menghantarkan sensasi panas dari tubuh Avner. Ia nampak menatap tajam pada tumpukan mayat-mayat pekerja istana yang telah ia habisi karena melukai Maura.

Cambuk di tangan kanannya nampak mengeluarkan percikan api. Mata merah Avner menatap tajam pada seorang pelayan istana yang tengah di gantung di tengah-tengah ruang eksekusi. Sudah begitu banyak cambukan yang Avner beri namun pelayan itu tak kunjung mengakui perbuatannya.

"Untuk yang terakhir kalinya, katakan bahwa kau yang memberi racun pada makanan Maura!"

Pelayan itu menggeleng. "A-aku akh,, tidak tahu arghh,,, soal ra-cun i-arhhh itu...."

Avner menatap pelayan itu tajam. Ia mengeratkan pegangannya pada cambuk yang ia genggam. Bersiap untuk memberi pelayan ini sebuah hadiah atas semuanya.

"Kau yang memilih ini, selamat mati, sialan!"

Avner mencambuk pelayan itu dengan keras berkali-kali. Selanjutnya ia mengambil pedang yang berada tak jauh dari nya. Melayangkan pada leher pelayan itu dengan sekali tebas. Avner masih bisa mendengar suara deru napas lemah dari pelayan istana itu. Ia tersenyum miring, dalam sekali jentikan tangannya semua mayat yang ada di ruang eksekusi itu terbakar habis. Menjadi debu yang perlahan hilang begitu saja.

Avner menatap ruangan kosong itu tajam. Amarahnya sama sekali belum mereda bahkan saat ia sudah hampir menghabisi seluruh pekerja istana. Avner membalikkan badannya ketika suara pintu yang terbuka dengan keras itu membuat emosinya kembali mendidih. Sialan sekali, siapa yang berani datang disaat seperti ini?

"Ampun, Yang Mulia."

Seorang prajurit istana membungkuk penuh hormat di hadapan Avner. Tepat di belakang nya ada iblis berlidah panjang yang nampak bergetar ketakutan.

"Ah, kau rupanya, aku sudah mencarimu kemana-mana," ucap Avner sambil tersenyum miring.

Iblia itu bergetar ketakutan. Ia ingin berjalan mundur menghindari Avner namun tubuhnya seolah membeku tak dapat bergerak.

"A-ampun Yang Mulia, kumohon maafkan aku."

Avner terkekeh kecil. Matanya semakin berwarna merah gelap. Aura hitam nya semakin menguar dengan suhu ruangan yang berubah menjadi panas luar biasa.

"Memaafkan mu? Setelah apa yang kau lakukan pada gadisku? Kau pikir kau ini apa?"

Iblis itu semakin berkeringat dingin ketika Avner berjalan mendekat dengan membawa cambuk di tangan kanannya. Avner tersenyum miring merasakan mangsanya sudah ketakutan di depan sana.

"Hamba tidak tahu Yang Mulia. M-mohon maafkan Hamba." iblis itu memohon di depan Avner. Ia berusaha menghiba agar Avner mau membebaskan nya. "Hamba masih memiliki anak dan istri yang membutuhkan Hamba, mohon ampuni Hamba yang mulia."

Avner menghentikan langkahnya di depan iblis itu. Ia menatap iblis itu iba, meski terkesan di buat-buat. "Oh, kasihan sekali. Mereka pasti bersedih saat tahu kau mati disini," ucap Avner. "Saat kau menyiksa Maura, apakah kau pernah memikirkan jika ia memiliki orang yang mencintai nya? Yang akan bersedih jika tahu ia disiksa disini? Tidakkah kau pernah memikirkan itu?"

Seiring dengan nada suara Avner yang kian dingin menusuk. Iblis itu semakin ketakutan. Ia takut mati. Sungguh demi apa pun hukuman lain akan ia terima asal jangan kematian.

"Ah, siapalah aku," ucap Avner. "Hanya seorang pria yang ingin membahagiakan gadisnya."

Avner tersenyum miring. Ia menarik lidah milik iblis itu dengan raut wajah bengis. Jarinya di jentikkan membuat cambuk ditangannya berganti dengan sebuah pedang yang memiliki ujung tumpul dan hampir karatan.

"Dan untuk membuat gadisku bahagia, kau harus ku lenyapkan!"

Suara rintihan kesakitan iblis itu terdengar seiring dengan siksaan yang Avner berikan padanya. Air mata iblis itu mengalir dengan deras begitu merasakan lidahnya yang tergores oleh pedang tumpul berkali-kali hingga akhirnya putus begitu saja. Avner tertawa menggelegar. Raut wajahnya nampak bahagia.

Ia mengeluarkan cambuk. Mencambuk iblis itu ratusan kali, menendangnya, memukul, mencakar dan banyak siksaan lainnya. Avner tertawa puas. Ia mengeluarkan pedang yang tadi ia gunakan, memenggal kepala iblis itu berkali-kali sampai akhirnya terputus sempurna. Avner tertawa puas saat merasakan jika iblis itu sudah mati tak bernyawa. Avner melemparkan pedang itu pada salah satu pengawal kerajaan. Memerintah kan mereka untuk menguliti iblis itu lalu membawa mayatnya untuk menjadi makanan Naga peliharaan Avner.

Avner tersenyum puas. Ia menepuk kedua tangannya dengan raut wajah lega. Aura hitamnya perlahan terkikis. Seiring dengan warna matanya yang mulai menghitam perlahan.

"Yang Mulia."

Avner membalikkan badannya. Ia tersenyum senang begitu melihat Javier yang membungkuk di hadapannya.

"Ah, aku baru saja hendak mencarimu," ucap Avner girang.

Avner mengeluarkan cambuk berapi sambil menatap Javier dengan nyalang. "Lepaskan pakaianmu sekarang!" ucapnya.

Javier menurut ia melepaskan pakaiannya lalu membungkuk membelakangi Avner, bersiap untuk menerima hukuman sebagai konsekuensi atas perbuatannya. Javier tahu ia salah, jadi ia pasrah saja atas cambukan yang di berikan Avner.

Rasanya panas dan perih. Javier berusaha menjaga agar ia tetap terjaga. Puluhan kali cambuk itu mengenai punggung nya meninggalkan bekas yang luar biasa. Darah mengucur deras melalui punggung Javier, berwarna hitam pekat membasahi lantai.

"Mengapa kau tak memberi tahuku jika penyusup itu adalah Maura?" tanya Avner disela-sela cambukannya.

"Ampun, Yang Mulia. Argh- saat itu Yang Mulia ti-Argh tidak mendengarkan Hamba."

Avner terdiam. "Ah, jadi kau menyalahkan aku?"

"Ampun Yang Mulia, sama sekali argh- tidak."

Avner menjambak rambut Javier. Ia menatap Javier bengis. Lalu menendang kepala Javier dengan keras hingga ia jatuh tersungkur begitu jauh. Javier terbatuk memegangi kepalanya yang terasa sakit luar biasa. Avner menatap Javier datar, ia mengusap tangannya dengan sapu tangan yang di bawa oleh pelayan istana.

"Ada yang ingin kau katakan Javier?"

"Gadis itu sshh- sudah sadar argh- Yang Mulia."

Avner menghentikan gerakannya. Tubuhnya mendadak beku tak dapat bergerak. Ia menatap Javier dengan wajah datar. Setelahnya Avner tersenyum senang. Ia tertawa riang bebannya serasa hilang begitu Javier memberitahu jika gadisnya sudah sadar. Avner bergegas keluar ruangan sebelum ia mengatakan sesuatu pada Javier yang hampir sekarat.

"Obati dirimu, Javier. Aku tak mau kehilangan orang kepercayaanku."








***

Thank you, for reading

Hope you like it and enjoy this part

Don't forget to vote, comment, and share if you like my story

Be a good readers:)

See you!

Find me:

IG : nuranisa174

With love,
Imaginisa♥

Binding destinyWhere stories live. Discover now