28 || Sebuah Jawaban Untuk Isabelle

1.4K 145 0
                                    

Selamat membaca dan menikmati kisah Avner dan Maura

|chapter twenty eight|










      Axel menatap lukisan wanita bergaun merah itu sambil tersenyum, tangan kanannya memegang gelas berisi cairan merah kental yang sesekali ia teguk. Aroma ini masih terasa nyata di ingatan Axel, ia ingat sekali ketika malam itu, saat ia masih menjadi iblis yang bahagia luar biasa.

"Sayang, aku terlihat gendut di lukisan itu."

Axel menatap wanita di sampingnya sambil terkekeh, ia meletakkan gelas yang semula ia pegang. Axel berjalan mendekat, memeluk tubuh wanita itu dari belakang dengan erat.

"Ya, kau terlihat sangat gendut."

Wanita itu memukul pelan tangan Axel, matanya tak lepas dari lukisan dirinya yang di pajang Axel di kamar mereka.

"Kau jahat sekali," katanya.

Axel terkekeh kecil. "Aku bercanda, sayang. Kau terlihat begitu menawan di lukisan itu."

Mata merah terang wanita itu berbinar, ia menoleh pada Axel dengan wajah senang.

"Benarkah? Kau tidak berbohong?"

"Apa aku bisa berbohong pada istriku?"

"Ya, siapa yang tahu?"

Axel mengecup pipi istri nya dengan penuh kasih sayang, tangannya mengusap perut wanita dalam pelukannya yang sudah nampak membuncit. Istrinya hamil, mengandung anak mereka.

"Kau nampak menawan, sayang. Sangat menawan."

Pipi wanita itu bersemu, ia berbalik kemudian menyembunyikan wajahnya pada dada suaminya itu. Axel selalu tahu cara meluluhkan hatinya. Ia sangat suka di puji, dan Axel tahu itu.

Helaan napas Axel terdengar di ruangan yang hening itu. Miris sekali. Sudah ratusan tahun dan ia masih tidak mampu untuk lepas dari bayang-bayang istrinya, rasanya sangat sulit dan mustahil. Selama ini, hanya istri nya, hanya istrinya yang mampu membuat Axel bisa seperti ini. Hanya Laura, yang mampu membuat Axel menjadi pria lemah yang menangis karena cinta. Karena cintanya pergi begitu saja.

"Permisi, Tuan."

Axel hanya berdehem ketika seorang pelayan memasuki kamarnya.

"Tuan, Nona Isabelle menunggu anda di ruang tamu," ucap pelayan itu sopan.

Axel mengangguk mengerti, ia tersenyum sambil meletakkan gelasnya di atas meja.

"Aku akan segera kesana," ucap Axel. "Pergilah!"

Pelayan itu membungkuk memberi hormat. "Permisi, Tuan."

Pemuda bertopeng itu terkekeh sinis, ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Axel mengambil jubahnya yang terletak di atas peraduan. Mata elangnya menatap lukisan Laura sekali lagi, Axel tersenyum manis, kemudian berjalan keluar.




|BINDING DESTINY|



      Ruangan bernuansa putih itu terasa begitu menyejukkan, angin yang bertiup di cuaca cerah dengan kicau burung yang terdengar seperti alunan musik terasa sempurna. Loucy berdiri di balkon kamarnya sambil menatap pada area sekitar kerajaan. Ada banyak penduduk desa dan pelayan istana yang berlalu lalang.

Wajah mereka nampak terlihat cerah, gerbang istana dibuka lebar hari ini. Seminggu lagi akan di adakan pesta panen, para rakyat sangat menantikan hal ini tiap tahunnya. Akan ada banyak makanan hasil panen, musik yang mengiringi acara serta akan di adakan pesta topeng pada malam harinya. Benar-benar hari yang di tunggu-tunggu oleh semua penduduk negeri putih, termasuk Loucy.

Binding destinyDove le storie prendono vita. Scoprilo ora