31 || Kecurigaan Leta

1.1K 130 2
                                    

      Selamat membaca dan menikmati kisah Avner dan Maura

|chapter thirty one|









         Avner mendudukkan Maura di ranjangnya, suasana hati gadis itu sudah menjadi lebih baik. Dirinya yang semula putus asa dan kehilangan arah, berubah begitu saja ketika Avner berhasil menenangkannya. Membuat Maura menemukan semangat hidupnya kembali.

"Baiklah saatnya untuk tidur siang."

Maura menatap aneh pada Avner, mat gadis itu menatap pada jendela besar dikamar Avner. Gelap dan sunyi, seperti tengah malam.

Tapi kenapa Avner berkata soal tidir siang?

Apa dia buta?

"Kau tidak melihat jendela?" Tanya Maura aneh. "Ini sudah malam."

Avner tersenyum lalu menoleh kearah jendela kamarnya, Maura memang tidak salah di luar sana gelap dan sunyi. Tidak heran jika gadis di depannya berpikiran seperti itu, tapi siapa yang lebih mengetahui soal negeri ini selain Avner, sang penguasa negeri ini.

"Diluar mendung, oleh karena itu terlihat gelap."

Avner menyusunkan sendiri bantal untuk Maura tidur, memastikan tidak ada yang salah dari ranjangnya sekarang. Memastikan jika bantalnya cukup empuk, ranjangnya cukup nyaman, dan selimutnya cukup hangat.

Avner membantu Maura untuk berbaring dengan perlahan, ia menaikkan selimut hingga sebatas dada Maura, mengusap lembut kepala gadis itu agar cepat terlelap. Manis sekali, hingga Maura merasa jantungnya hampir melompat keluar.

"Pejamkan matamu, kau harus istirahat sekarang," ujar Avner ketika Maura tak kunjung menutup matanya.

"Namamu ..."

Avner menatap Maura tak mengerti.

"Siapa namamu?" Tanya gadis itu lagi.

"Namaku Avner."

Maura mengangguk, sekarang ia tahu nama pria ini. Maura tak perlu bingung lagi ketika hendak memanggil Avner, atau akan mengumpati pria ini jika ia berbuat hal yang benar-benar sialan.

"Sudah? Saatnya tidur, Amour."

Lembut.

Lembut sekali cara Avner memperlakukannya, cara Avner memandangnya, cara Avner berbicara padanya, semuanya. Semua yang Avner lakukan padanya terkesan hangat, lembut, dan hati-hati. Pria itu tak pernah berteriak memakinya, Avner bersikap seolah Maura adalah gadis yang akan ia cintai seumur hidupnya. Membuat Maura takut, ia takut jatuh pada Avner.

Avner adalah pria yang sudah menculiknya, Avner sudah membuatnya cacat, Avner membawa penderitaan pada Maura. Avner adalah sumber masalah beratnya, ia membenci Avner, namun Maura tak mau munafik jika sejak awal getaran itu selalu membuatnya senang ketika berada di dekat Avner. Ia tahu itu apa, dan itu membuatnya takut. Ia tak boleh jatuh pada Avner. Tak boleh.

Maura menyentuh tangan kiri Avner yang sedari tadi berada di samping tubuhnya, Maura merasakan ini lagi, sengatan ketika ia menyentuh Avner.

"Ada apa, Amour?"

"Apa ucapanmu tadi sungguh-sungguh?"

"Ucapanku yang mana?"

"Soal aku bisa sembuh, dan aku bisa membunuhmu."

Usapan Avner berhenti, pandangannya mendadak tak fokus. Ia mencoba menguasai dirinya, Avner tersenyum. Ia menggenggam tangan Maura dengan erat, memberitahukan betapa ia takut kehilangan gadis ini.

Binding destinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang