6 || Homecoming and hug

3.5K 365 2
                                    

  



Sesuai permintaan sang nenek, Maura pulang kembali kedesa. Dengan raut wajah yang murung karena sebenarnya belum ikhlas melepas ibu kota. Dan juga sahabatnya disana. Maura menyeret koper dengan langkah pelan. Jalanan di desa ini masih dari tanah, rumah-rumah nya masih kuno dan sederhana. Dan lagi, desa Nenek Maura ada di pinggir hutan. Membuat bulu kuduk Maura sudah merinding sedari memasuki desa ini.

Lokasi desa lumayan jauh dari kota tempat Maura tinggal. Jika memakai bus akan memakan waktu sampai 12 jam lamanya. Oleh sebab itu Maura sedari tadi tidur selama perjalanan. Meski begitu namun sekarang Maura masih dapat merasakan jika tubuhnya seakan remuk. Dan lagi kaki pendeknya ini serasa akan patah saat itu juga.

"Nek, masih jauh, ya?" tanya Maura.

Nenek menggeleng sambil tersenyum. "Sebentar lagi, tepat di ujung desa ini rumah Nenek."

Maura mengangguk lalu pasrah kembali mengikuti, jujur saja ini pertama kali ia ke desa. Biasanya kedua orang tua Maura akan melarang Maura jika ingin menemui neneknya, ada saja alasan yang mereka berikan agar Maura tetap tinggal. Maura terkadang sampai kesal, sebenarnya ada setan apa sih di desa Nenek sampai mereka melarang Maura kesini setengah mati?

Maura menghentikan langkahnya ketika merasakan kakinya sulit diangkat, ia hendak berteriak namun suaranya tak juga keluar. Maura menunduk kebawah pada kakinya yang kaku. Ia meneguk ludah saat tak ada apa pun yang bertengger di kakinya. Maura hendak melanjutkan perjalanan namun entah mengapa tubuhnya berubah menjadi serong, lalu setelahnya semua berjalan seperti biasanya. Tak ada apa pun.

"Maura, Nenek baru akan memberitahu sesuatu," ucap Nenek, "jangan lewat sana ya, biasanya anak nakal di desa ini menaruh jebakan hewan disana."

Maura terdiam setelahnya melirik tempat ia berpijak tadi, Maura menelan ludah. "Mengapa ini jadi makin aneh," ucapnya.

**

Avner masuk ke dalam istana dengan wajah berseri. Ia baru saja kembali setelah memastikan Maura aman sampai ke rumah sang Nenek. Avner masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk di pinggir peraduan sambil menatap langit gelap seperti biasanya. Avner tersenyum kecil mengingat besok adalah hari ulang tahun Maura. Dan ia sudah menyiapkan hadiah khusus untuk gadis itu. Sebuah hadiah yang akan membuat gadis nya senang. Semoga saja.

"RAJA ARES MEMASUKI KAMAR PANGERAN AVNER!"

Avner membenarkan letak duduknya. Sesaat setelah itu Ares masuk kedalam kamar Avner. Ares semula ragu apakah akan membicarakan hal ini pada Avner atau tidak mengingat Avner adalah sosok yang keras dan tak terbantahkan.

"Ada apa, Ayah?" tanya Avner langsung saat Ares ikut duduk bersamanya.

"Bagaimana kabarmu, Nak?"

Avner tersenyum miring saat Ares justru berbasa-basi padanya. "Jujur saja, apa keperluan Ayah datang kemari?"

Ares menghela napas, Avner benar-benar tak bisa dibohongi. "Ayah dengar kau sering pergi ke negeri manusia. Apa itu benar?"

"Iya."

"Apa yang kau lakukan disana, Sampai melewatkan pelatihan istana?"

Avner mendesah malas. Ia sama sekali tak suka jika sudah membahas masalah kerajaan. "Apa perlu Ayah tahu?"

"Nak, aku Ayahmu."

"Lalu?"

Ares terdiam sebentar, ia menarik napasnya. Sepertinya ia memang harus jujur soal ini. "Siapa gadis itu?"

Avner tertawa hambar sudah menduga pertanyaan Ares. Seketika rasa ingin berdiam lebih lama di istana hilang begitu saja. Avner bangkit berniat kembali menemui Maura. Dan memikirkan cara yang tepat agar Maura bisa ikut bersamanya.

Avner berjalan keluar, setelah mengatakan sesuatu pada Ares yang kini diam mematung.

"Ayah tak perlu tahu, urus saja urusan Ayah sendiri."

**

"Nek, Maura jalan-jalan bentar!"

Maura segera memakai sepatu hitamnya setelah Nenek mengizinkan Maura pergi. Ini masih belum terlalu sore, mungkin Maura akan berjalan-jalan di sekitar desa mengingat ia yang dulu sangat ingin datang ke desa ini. Maura mengedarkan pandangannya, ini masih pukul empat sore namun suasana desa ini sudah sepi sekali. Entah mengapa namun Maura merasa ada aura berbeda yang aneh di desa ini.

Maura melangkah semakin jauh, tanpa sadar jika ia sudah keluar dari kawasan desa, menuju ke area hutan yang memberikan kesan kelam. Maura berjalan semakin masuk ke dalam, entah mengapa ia tak merasa takut. Rasa ingin tahunya jauh lebih besar, mengingat ini perdana Maura datang ke hutan.

Mata Maura berbinar kala melihat sebuah bunga aneh berwarna hitam kelam di depan sebuah goa. Maura mendekat mengeluarkan ponsel berniat memotret. Namun suara gemuruh petir mengagetkan Maura di iringi rintikan hujan yang kian deras. Maura berlari ke dalam goa mencari tempat perlindungan. Pakaian Maura yang berlengan pendek membuatnya kedinginan ditambah hawa di dalam goa gelap ini membuat tubuh Maura semakin gemetar.

Ia merapat kedinding goa saat suara lolongan serigala terdengar nyaring membuat Maura takut. Maura duduk di salah satu batuan sambil memeluk lutut kedinginan. Berharap hujan segera reda dan ia bisa pulang.

Disudut tergelap goa tanpa Maura sadari, Avner berdiri disana dengan tatapan iba. Ia mendekat pada Maura dengan pelan. Avner dapat melihat samar gemetar tubuh gadisnya kedinginan. Avner mengeluarkan sayapnya mendekat pada Maura lalu memeluknya dengan erat.

Maura seketika membeku takut, apalagi ketika merasakan hangat melingkupi tubuhnya. Maura menoleh kebelakang bahkan mengeluarkan senter ponselnya namun nihil tak ada orang lain disini. Hanya ada Maura sendirian. Lalu pelukan ini apa?

Maura masih diam tak bergerak entah mengapa rasanya nyaman dan menenangkan. Meski diluar masih terdengar jelas lolongan serigala yang nyaring di Indra pendengaran Maura. Entah mengapa ia tak lagi takut, Maura merasa aman.

Tanpa sadar Avner perlahan tersenyum hangat. Sembari mengeratkan pelukannya dan balutan sayap di tubuh Maura. Ia bahagia, sedekat ini dengan Maura membuat Avner semakin ingin memiliki gadis itu. Untuknya. Selamanya.

***

Emang paling endol ya gaes, pelukan pas ujan-ujan, heheh:)))

Jan tanya aku, aku masih polos-,-

With hug,
Imaginisa

Binding destinyWhere stories live. Discover now