32 || Pelayan menyeramkan

1K 126 1
                                    

Selamat membaca dan menikmati kisah Avner dan Maura
-
-
-
-

|chapter thirty two|







Isabelle masuk kedalam kamarnya dengan tergesa, wajahnya gelisah dengan mata menatap liar. Isabellle mengunci pintu kamarnya, ia menarik napas. Tangan kanan Isabelle merogoh saku rok yang ia kenakan, mengeluarkan sebotol cairan yang Axel berikan padanya.

Isabelle segera berjalan menuju ke sebuah lukisan bergambar kuda dengan sayap berwarna hitam, tangannya terangkat, jarinya menyentuh ekor kuda itu dengan was-was.

Lukisan itu bergeser secara ajaib, menampilkan dinding polos berwarna hitam yang perlahan terbuka, menampilkan sebuah lubang kecil berbentuk kotak yang sama besar dengan lukisan kuda itu. Isabelle meletakkan botol berisi cairan bening itu ke dalam lubang, ia menoleh dengan gelisah mencoba memastikan sesuatu, Isabelle tersentak dengan segera menyentuh kembali ekor kuda dalam lukisan itu, membuat lukisan kuda bersayap hitam yang semula bergeser kembali ketempatnya semula.

Isabelle merapikan roknya yang kusut, ia menarik napas lalu memposisikan diri seolah berbaring di atas peraduan. Isabelle memejamkan mata, suara derap langkah kaki itu terdengar kian jelas, ia takut.

"Bermalas-malasan, eh?"

Isabelle memasang wajah datarnya, ia menoleh kearah pintu kamarnya yang sudah terbuka lebar. Ada Ares dengan Javier disana, berdiri dengan angkuh menatap Isabelle.

"Meski kau adalah keponakanku, bukan berarti kau bisa bermalas-malasan, Isabelle. Pekerjaan tetap lah pekerjaan," ucap Ares.

Isabelle segera bangkit dari posisinya, ia membungkuk memberi hormat. "Ampuni hamba, Tuan."

Ares tak menjawab, ia berjalan dengan langkah tenang mengelilingi kamar Isabelle, netra merah Ares meneliti setiap sudut ruangan itu, tak melewatkan bagian apa pun. Ares menyipitkan matanya ketika melihat lukisan kuda bersayap hitam yang nampak aneh menurutnya, ia menyentuh lukisan itu pelan kemudian menatap Isabelle yang nampak gelisah.

"Aku tak tahu kau memiliki lukisan ini?"

Isabelle tersenyum, mencoba bersikap tenang. "Axel memberikannya pada Hamba, Tuan. Ia berkata kalau itu bisa menarik perhatian Pria yang aku sukai," jelas Isabelle.

Ares menatap Isabelle menelisik, kemudian ia tersenyum tenang. "Yah, sayang sekali, ucapan Axel tak terbukti," ucapnya. "Avner tetap tak menatapmu kan?"

Isabelle berusaha terlihat tenang, ia mencoba tersenyum, tetap bersikap hormat meski rasanya Isabelle ingin cepat pergi dari situasi ini sesegera mungkin.

"Mohon ampun, Tuan. Sebenarnya ada keperluan apa hingga Tuan datang kemari?"

Ares berjalan kembali dengan santai, ia duduk di peraduan Isabelle sembari menyilangkan kedua tangannya di dada. Javier mengikuti Ares, ia berdiri dengan tenang di samping Ares, sesekali menatap Isabelle yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Sebenarnya aku hanya ingin menanyakan sesuatu," ujar Ares. "Kakakmu itu berkata padaku ... soal kau ..." Ares menunjuk Isabelle dengan wajah datar.

"Apa yang ia katakan, Tuan?"

Ares menatap lukisan bergambar kuda itu dengan tatapan penasaran, ia yakin sekali jika ada yang berbeda dari lukisan di kamar Isabelle ini.

"Dia berkata padaku bahwa kau ...," ucap Ares menatap Isabelle tenang. "... bahwa kau hendak berkhianat."

Isabelle menelan ludahnya, tangannya yang berada di balik punggungnya mengepal erat. Isabelle kehabisan napas.

Ares tersenyum miring, membaca dengan jelas pikiran wanita di hadapannya ini. "Aku harap kau tidak bertindak bodoh, Isabelle."

Binding destinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang