40

1.2K 99 13
                                    

Selamat membaca kisah Avner dan Maura

|Chapter : forty|




        Maura diam di gendongan Avner, matanya menjelajah tiap sudut koridor gelap yang terasa hampa itu, gadis itu mengeratkan pegangannya pada Avner ketika sampai di depan pintu kayu berukuran besar. Di sisi kanan dan kiri ada dua pria bertubuh kekar dengan tinggi hampir dua meter berjaga di sana, mereka memakai pakaian besi dengan sebuah tombak aneh dan pedang yang menggelantung di sisi kiri pakaian yang mereka kenakan.

Kedua pria itu membungkuk dengan hormat, membuka pintu itu dengan perlahan, tanpa sedikitpun mengangkat kepalanya kearah Avner dan Maura.

Avner berjalan masuk, suara-suara rintihan bising langsung terdengar oleh telinga Maura, bau busuk dan amis menguar membuat gadis itu hampir muntah, sangat tidak enak. Maura semakin mengeratkan pegangannya ketika melihat jejeran sel-sel penjara dengan aroma tak sedap yang perlahan dilewati satu persatu.

Setiap sel berisi satu hingga dua orang, dengan kedua kaki dan tangan terikat rantai, bahkan ada yang sudah mati, ia tebak begitu karena Maura secara tak sengaja melihat dengan jelas salah satu dari orang yang berada di dalam sel itu, memakan bagian tubuh teman satu selnya. Dengan rakus, bahkan tanpa jijik sekali pun.

Maura menatap Avner dari samping, ia meneguk ludah. "Avner, mengapa kita kemari?" tanyanya dengan wajah meringsut takut.

Avner tersenyum kecil. "Bukankah kau bilang belum pernah keruangan bawah tanah? kau pasti penasaran kan bagaimana isi di dalamnya."

"Tapi bukankah dulu kau yang melarang keras, agar aku tidak sekalipun pergi kemari?"

Avner kembali memberikan senyuman tipis, tak menjawab perkataan Maura. Ia terus berjalan, menuju ke ujung yang berisikan satu sel khusus terpisah dari sel lainnya. Avner berhenti sejenak di depan sel itu, membuat Maura sedikit mengintip dari balik punggung Avner. Mata Maura menyipit, ia dapat melihat sebuah siluet meski samar, ada dua pasang orang di dalamnya, satu perempuan berambut panjang yang berbaring dengan lemah, sementara di sampingnya ada seorang pria yang menjadi bantal bagi wanita itu untuk berbaring.

Avner menurunkan Maura secara perlahan, tangan kanannya menyodorkan dua buah apel pada gadis itu. Maura menatap Avner bingung, kemudian ia memberi kode dengan kepalanya, memberi tahu Maura untuk memberikan apel itu kepada tahanan yang ada di dalam sel, yang berada di depan mereka sekarang ini.

Maura menggeleng takut, mencengkeram ujung jubah yang Avner kenakan. Ia tidak bisa melakukannya, Maura tidak berani.

Tapi Avner tak menunjukkan reaksi apapun, ia hanya kembali tersenyum, memberi kode yang sama dengan kepalanya.

"Berikan itu pada mereka, dan berterimakasih lah kepadaku," ucap Avner.

Maura meneguk ludah, dengan hati-hati dan perlahan menyelipkan tangannya melalui sela-sela sel besi itu, ia menatap Avner sekali lagi, kemudian berkata, "Hei, ambillah apel ini."

Tak ada jawaban, namun Maura dapat melihat samar-samar si wanita yang awalnya berbaring bangkit, merubah posisinya menjadi duduk. Maura merasa kasihan, tubuh wanita itu kurus kering, begitu juga si pria yang terbatuk-batuk sedari tadi.

Wanita itu merangkak mendekat secara perlahan, Maura mencoba maju sedikit agar apel yang berada di tangannya dapat dengan mudah di ambil. Maura dapat melihat, sepasang tangan yang begitu kurus terangkat, ia mendengar isakan kecil dari dalam sel, bersamaan dengan tangan wanita itu yang perlahan naik menuju wajahnya.

"Maura..."

Maura membeku, suara itu terdengar familiar. Telapak tangan yang dingin menyadarkan Maura, mengusap perlahan dengan lembut pipi gembil gadis itu. Tangisan wanita itu bertambah deras, namun ia tak bisa mendengar dengan jelas apa yang wanita itu katakan, suaranya begitu lirih dan serak bahkan hampir hilang, yang terdengar oleh Maura hanyalah gumaman tak jelas. Itu saja.

Binding destinyWhere stories live. Discover now