1. Tatapan Dalam Diam

330 49 217
                                    

Kakinya jenjangnya beradu dengan lantai hingga menghasilkan suara yang khas. Perlahan dia masuk dan mulai bersuara. “Hey, sekarang jam kosong! Gurunya lagi pada rapat." Seluruh penghuni kelas menatap sumber suara, lalu bersorak girang.

Arjuna, orang yang bersuara barusan melangkah menuju bangkunya dengan wajah datar. Dia menatap sekeliling yang mulai tak kondusif. Ia hendak membaca buku Biologi, tetapi langsung urung saat matanya menatap gadis berkulit putih dengan rambut hitam tipis yang tergerai melebihi bahu. Tatapannya menajam saat gadis itu melirik sekelilingnya. 

“Jun, kata siapa jamkos?” Arjuna yang biasa dipanggil Juna menoleh ke sampingnya.

“Kata guru Biologilah, Dude! Masa kata penjual sendal,” balasnya pada Leo.

Setelah Leo yang berada di sampingnya, bergabung dengan para lelaki yang tengah berada di belakang kelas, Juna kembali menatap perempuan tadi.

Tatapannya tak lepas dari gadis itu. Dia seperti de javu melihat sosok perempuan itu. Wajar saja, ini adalah kelas baru dengan penghuni yang kembali dicampur. Jadi, dia tidak mengetahui dengan jelas teman-teman sekelasnya. Dia lebih fokus pada pelajaran bukan pada pertemanan, apalagi dengan perempuan. Tetapi sekarang, matanya sulit dialihkan dari gadis itu.

“Rud!” panggil Juna pada teman di depannya.

Orang dengan kacamata hitam berframe bulat,  menoleh dan mengangkat kedua alisnya.

“Dia siapa?” Juna memberikan isyarat lewat mata yang sengaja di putar ke arah kanan.

“Yang mana?”

“Yang paling depan samping kanan,” balasnya dengan suara pelan.

Rudy menatap bangku paling depan yang ditunjuk Juna, lalu kembali beralih menatap Juna. “Dia? Yang ujung namanya Alena, tapi gue gak tahu nama panjangnya apa. Kalo yang di sampingnya, itu Nisya.”

Mendengarnya, Juna mengangguk pelan. “Oke, thanks, ya, Rud!”

“Alena? Dia yang udah bantuin nyokap gue waktu itu, bukan sih? Kok mirip!"

Lelaki berkulit kuning langsat, berhidung mancung dengan alis hitam yang bertemu di tengah, tak bosan menatap ke sebelah ujung kanan dekat jendela.
Dia terus menatap Alena yang asyik mendengarkan temannya bercerita. Walau tak mendengar apa yang mereka ucapkan, sesekali Juna tersenyum menatap Alena yang hanya merespons ucapan Nisya dengan beberapa kata. Pikiran lelaki itu perlahan mulai berkeliaran, sampai akhirnya dia mendengar namanya dipanggil dari belakang.

Dia menoleh dan melangkah menuju teman-temannya.

“Jun, lo bisa nyanyi, kan?” Arief  dengan tubuh bongsornya menyambut kedatangan Juna dengan sebuah pertanyaan.

“Bisa, kenapa emang?” jawabnya percaya diri. Kemudian, Juna langsung duduk di samping Leo yang tengah memeluk lututnya yang ditekuk.

“Nyanyi, yuk!” balas Arief cepat.

“Boleh, banget! Tapi gue yang pilih lagunya, ya.”

Arief mengacungkan jempol lalu dia melangkah ke bangkunya yang berada di deretan paling belakang.

Juna menyusul Arief duduk sesuai perintahnya. “Ki, lo jago pukul-pukul bangku, kan? Masa anak band yang suka mukul enggak bisa!”

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now