26. Lomba

45 8 42
                                    

Gadis berambut hitam lurus itu menatap sahabatnya yang tengah sibuk menatap ponsel. “Lo lagi apa, sih? Sibuk banget,” kata Alena.

Nisya menghela napas lalu menyimpan ponselnya. Dia menatap Alena lalu bertanya, “Lo bisa ikutan event, kan?” tanya Nisya yang membuat Alena mengangguk.

“Iya. Kan waktu itu lo juga ada pas Pak Andre teriak kalo gue bisa ikutan event,” tutur Alena yang membuat Nisya terdiam.

“Yang bayarin lo buat ikut siapa?” tanya Nisya yang membuat Alena berdecak.

“Ya, ayah gue lah. Masa elo,” kata Alena sewot, tetapi detik berikutnya dia terkekeh pelan.

“Kalo misal yang bayarin lo bukan ayah lo gimana? Misal, ya, misal,” kata Nisya dengan penekanan saat menyebut 'misal'.

“Kalo itu cewek, gue mau anggap dia kakak atau adik, dan kalo cowok, gue mau jadiin dia pacar,” tutur Alena, “tapi itu nggak mungkin. Mustahil banget lah.”

Nisya terdiam menatap Alena. “Nggak sekalian aja kalo cowok dijadiin suami?” tanya Nisya yang seketika teringat legenda Tangkuban Perahu.

Alena langsung menggeleng. “Nggak, ah. Takut disangka Dayang Sumbi masa kini,” katanya lalu tertawa.

Dia menghentikan tawanya lalu menatap Nisya yang terkekeh. “Itu nggak mungkin terjadi, ya!” tegas Alena.

“Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini, Alena,” tutur Nisya sembari berdiri.

Gadis itu berjalan ke luar kelas meninggalkan Alena sendiri. Alena langsung berdiri lalu menyusul sahabatnya.

Hari ini adalah hari Sabtu yang lebih tepatnya, hari ini adalah acara perlombaan. Alena berdecak dengan kaki yang mengayun cepat untuk menyusul langkah Nisya.

Nisya berhenti pada sekumpulan teman sekelasnya. Dia menatap Alena lalu menarik tangan sahabatnya. Alena hanya menurut tanpa banyak bicara. Dua orang itu lalu berhenti di hadapan Leo dan Juna.

“Hadeuh, kalo mau nyamperin pacar jangan tarik-tarik gue dong,” gerutu Alena dengan wajah yang sengaja ditekuk.

“Kalo gue ke sini, terus lo jadi sendiri, lo juga yang rugi. Lagian padangan lo juga ada di sini kali,” balas Nisya yang mendekat pada Leo.

Mendengar itu membuat Alena memutar bola matanya. Dia menatap Juna sekilas yang fokus pada ponsel, lalu netranya menatap Nisya yang menjadi bucin dengan Leo semenjak hubungan mereka diketahui satu kelas.

“Gitu, ya, ada pacar temen ditinggalin,” kata Alena diiringi kekehan.

“Biarin aja kali, lo kan ada gue,” tutur Juna yang menyimpan ponselnya di saku dengan alis yang terangkat.

Alena terkekeh lalu mengangguk kecil. Dia juga berjalan ke samping Juna saat lelaki itu menyuruhnya untuk pindah tempat.

Alena mengedarkan pandangan. Dia melihat semua teman-temannya yang malah bersantai, menyandar pada tembok dengan kaki selonjor tatapan mereka mengarah pada lapangan yang diisi beberapa panitia.

“Ini kapan mulai, sih?” gerutu Alena, “udah mah dilaksanainnya hari Sabtu lagi, ganggu weekend aja.”

Juna yang berada di samping Alena terkekeh pelan. “Udah nggak sabar tarik ulur perasaan, ya?” tanya Juna yang mendapat tatapan tajam dari Alena. Pasalnya gadis itu hari ini mengikuti perlombaan tarik tambang.

“Enak aja, tarik tambang, Jun. Tarik tambang,” jelas Alena. Dia menatap Juna lekat. “Barusan bukan nyindir, 'kan?”
“Maybe,” kata Juna yang membuat Alena mendengus kesal.

***

Suara panitia yang menggunakan megaphone terdengar menggelar. Membuat semua kelas bersiap-siap untuk mengikuti lomba. Meski sebagian ogah-ogahan karena perlombaan ini diadakan saat libur sekolah.

Juna menarik tangan Alena saat Leo melewatinya dengan berpegangan tangan dengan Nisya.

"Bilang aja nggak mau kalah, Jun," kata Alena diiringi kekehan yang membuat Juna menyengir.

"Tau aja lo," ujar cowok itu dengan tangan yang mengelus kepala Alena.

Mereka berjalan beriringan menuju tribune. Tribune itu kini dipenuhi oleh murid-murid yang mengenakan seragam olahraga. Di bawahnya lapang yang biasa digunakan untuk perlombaan, luasnya tak berbeda jauh dengan lapang yang biasa dipakai saat upacara.

"Lo ikutan lomba apa aja?" tanya Juna pada gadis di sampingnya.

"Masukin paku ke botol sama tarik tambang, itu aja. Lo ikutan balap karung yang pake helm itu sama makan kerupuk, kan?" tanya Alena diiringi kekehan. Membayangkan Juna yang masuk ke dalam karung dengan kepala ditutup helm membuat Alena tertawa kecil.

"Udah, jangan bayangin nanti gue gimana," kata Juna yang merasa sedikit kesal pada Alena.

Alena mengangguk pelan. Bisikan di telinganya membuat mata Alena membulat. "Nanti nonton gue lomba futsal, ya!" Gadis itu langsung menatap Juna tak percaya.

"Lo ...."

***

Lomba pertama adalah lomba bakiak. Peserta yang dipilih acak. Dan kelas XI IPA 1 putri adalah yang pertama, melawan kelas pasukan putri dari X IPS 5.

Nisya yang mengikuti lomba bakiak bangkit dengan tangan yang dadah-dadah tidak jelas pada Alena. Alena hanya tergelak melihat tingkah temannya itu. Dia juga melirik Leo yang malah balas melambai tangan pada pacarnya.

"Dasar bucin," gerutu Alena diiringi kekehan.

Teman-teman Alena yang ikut lomba bakiak sudah ada di lapang. Mereka menunggu adik kelasnya yang belum lengkap.

Perlombaan dimulai, tetapi fokus Alena buyar saat suara berat Juna terdengar. "Lo kenapa nggak ikut lomba bakiak?"

Gadis itu menggeser duduknya menjauhi Juna. Dia mencoba fokus pada perlombaan di bawah sana. Gara-gara Juna yang menyuruhnya menonton cowok itu lomba futsal, Alena jadi kesal. Alasannya karena Juna takut taruhan dengan Adara. Dia teringat perkataan Juna yang akan taruhan futsal dengan Adara beberapa minggu lalu, dan ia tak mau itu terjadi.

Juna mendekat pada Alena. "Padahal kalo lo ikut lomba bakiak, terus nggak bisa jalan gue bakalan jadi orang pertama yang ketawain lo habis-habisan," kata Juna yang malah mendapat tendangan di kakinya.

"Lo kenapa sih dendam banget kayaknya sama gue?" gerutu Juna. Dia mengelus kakinya yang sakit. Seketika mimpi buruk tentang Alena yang mengamuk memenuhi pikiran Juna, dia masih merasa khawatir padahal dia sudah menjelaskan kebenarannya pada ayah Alena.

Alena tetap diam. Dia enggan bicara pada lelaki di sampingnya itu.

"Alena, gue beneran nggak taruhan apa pun sama siapa pun," ujar lelaki itu yang membuat Alena menggerutu dalam hati. "Coba deh lo pikir, kalo gue beneran taruhan, emang bisa kalo taruhan pas lomba kayak gini?"

Alena yang mendengarnya terdiam. Dia menatap lurus ke depan tanpa ada niatan menatap Juna. "Gue aja nggak tahu nanti kelas kita lawan kelas siapa. Belum tentu lawan Adara, kok," ujar Juna yang membuat Alena menatap ke arahnya.

Dia menatap Juna karena lelaki itu ada benarnya. "Terus kenapa lo ikutan lomba futsal? Udah bisa main bola sekarang?" tanya Alena tak yakin.

"Udah, dong. Demi lo."

Ciao semuanyaa wkwk

Berapa abad aku nggak posting di sini, ya?

Hehe maaf, ya, aku kejar deadline yang lagi H-3 menuju ending.

Kalian yang follow aku pasti tahu kalo aku publish cerita baru. Btw, kalian jangan lupa baca cerita aku yang mau ending itu, ya. Judulnya I Am Esterina, jangan lupa follow akun aku wkwk. Biar nggak ketinggalan info.

Jangan lupa tinggalkan jejak, ya.
Beri apresiasi lewat vote 🌟


Storia d'Amore [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now