18. Tentang Arjuna

50 11 45
                                    

“Allahu akbar! Lo kenapa sih, ikutin gue terus?” geram Juna sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Kakak kelas di sampingnya itu tersenyum tanpa merasa bersalah membuat Juna ingin memukul tembok dengan kepala Viona. Juna sudah mengusirnga secara lembut, tetapi Viona terus saja mengekorinya.

Karena dengan cara lembut gadis itu tak menghiraukannya, dengan terpaksa Juna membentak gadis itu. Apalagi, Juna melihat Adara mengekori Alena. Membuat lelaki itu semakin geram saja.

“Juna, kamu nggak boleh gitu! Aku calon pacar kamu tau!” ujar Viona bersikukuh.

“Jijik!” ucap Juna.

Juna tak menggubris Viona yang kini memanggil-manggil namanya. Gadis itu juga meraih tangan Juna yang langsung lelaki itu tepis. Mata Juna menajam saat tangan orang yang dicintainya digenggam orang lain.

Gue aja belum pernah megang! Sialan banget si Adara!

Saat Juna hendak berlari, tangannya dicekal oleh Viona. “CICING ATUH SIA TEH!¹” geramnya dengan nada yang cukup tinggi hingga membuat Viona mematung.

Juna merutuk dirinya dalam hati. Jika sampai papanya tahu, dirinya pasti dimarahi habis-habisan. Karena papahnya selalu menyuruh dia berlaku lemah-lembut pada wanita. Apalagi di rumahnya ada tiga perempuan, ibu, Wilda dan adiknya yang masih kecil.

Juna menatap Viona yang masih mematung. “Sori ya, Teh! Gue nggak sengaja!” ujarnya lalu berlari ke arah Alena dan Adara.


***


Juna berjalan menunduk sembari mengikuti langkah Alena. Pikiran lelaki itu terus saja memikirkan dirinya yang membentak Viona. Lelaki itu membuang napas kasar sembari beristigfar beberapa kali. Juna mendongak dan langsung duduk di samping Alena. Disusul oleh Nisya dan Leo.

“Mau pesen apa? Sini gue pesenin!” ujar Alena.

Juna merogok uang di sakunya. “Tanya aja mereka mau pesen apa, gue pesenannya samain kayak lo!” Tangan Juna langsung menyerahkan uang setelah Leo dan Nisya memesan makanannya.

“Minggu depan kan tujuh belas Agustus, sekolah bakalan adain lomba apa aja?” tanya Nisya sembari meletakkan ponselnya di meja.

“Kayaknya bakalan banyak deh. Tahun kemarin aja banyak banget lombanya. By the way, tahun sekarang yang jadi ketus OSIS siapa?” sahut Juna.

“Ketus OSIS-nya Raiza, kalo ketua umumnya Adevan,” balas Nisya.

"Apalagi atasannya mereka, gue yakin lomba kali ini lebih banyak ketimbang tahun kemarin. Apalagi kan si Raiza sama si Adevan pada pinter-pinter. Idenya pasti keren-keren.”

“Leo lo pasti ikut lomba makan kerupuk, ya?” tanya Juna yang langsung tertawa.
Temannya itu menggeleng.

“Enggak. Kayaknya tahun ini gue cuma ikut lomba futsal sama basket aja, tapi nggak tau juga tuh,” jelas Leo.
Obrolan seru mereka terus berlanjut. Tanpa menyadari Alena telah berada di antara mereka.

“Ini punya lo, Jun!” Tangan Alena menyodorkan mangkuk berisi mi dan beberapa buah bakso. Lelaki itu langsung memejamkan mata. Tatapannya diedarkan ke arah lain.

Melihat Juna diam saja tanpa berbicara, gadis itu lebih menyodorkan mangkuk berisi makanan Juna pada lelaki itu. Saat melihat mangkuk itu semakin didekatkan, Juna menelan saliva. Karena tak tahan melihat apa yang di dalam mangkuk, Juna langsung berdiri dan pindah ke meja yang kosong dengan cepat.

“Leo, Juna kenapa?” tanya Alena menampakkan wajah khawatir.

Leo mendongak dari makanannya untuk menatap Alena. Perlahan tangan Leo mengambil mangkuk milik Juna. “Pantesan,” ujar Leo yang membuat Nisya dan Alena menoleh padanya.

“Kenapa?” tanya kedua gadis itu yang membuat Leo terkekeh.

Leo menatap Juna yang pindah ke meja di sebelahnya. Lelaki itu bereaksi seperti orang yang ingin muntah. Tatapan Leo yang masih menatap Juna membuat Alena dan Nisya menatap Juna. Kedua gadis itu melihat Juna yang ingin muntah lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Juna takut mi.” Ucapan Leo membuat kedua gadis itu menoleh spontan padanya dengan tatapan tak percaya.

“Gue nggak percaya!” kata Alena yang membuat Leo menggeleng.

“Coba aja lo sodorin mi lagi! Gue yakin dia bakalan kabur,” jelas Leo yang membuat Alena diam.

“Kenapa Juna takut mi?” tanya Nisya.

“Kalo nggak salah, waktu Juna masih SD dia pengen mi pake sawi, Mamanya Juna turutin tuh, tanpa sepengetahuan Mamanya, di sawi yang udah dicuci itu masih ada belatung. Waktu Juna mau makan minya dia liat yang gerak-gerak. Makanya nyampe sekarang Juna nggak mau makan mi,” jelas Leo yang membuat Alena tak percaya.

“Juna takut belatung?” tanya Nisya.

Leo mengangguk. “Cacing, ulat apalagi ular bikin Juna takut.”

Karena merasa tak percaya, Alena meraih mi di mangkuknya dengan garpu. “Jun, lo takut ini?” tanya Alena sembari mengangkat tinggi mi di garpunya.

Ketika melihat reaksi Juna yang ingin muntah dan berlari keluar kantin membuat Alena terdiam. Gadis itu menatap kedua temannya yang menatapnya tajam. “Jadi dia beneran takut mi?”

“IYA!” tegas kedua temannya yang membuat Alena dihinggapi rasa bersalah.



***


Saat bel pulang sekolah berbunyi dan guru yang mengajar sepi Alena mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tangan Alena dengan cepat membereskan semua alat tulisnya. Ketika suasana mulai sepi, Alena menatap Juna yang berjalan menunduk. Saat lelaki itu melewatinya, Alena mencekal lengan Juna.

“Jun, berhenti!” pintanya yang membuat Juna mendongak.
Alena menarik napas dalam dengan tangan yang masih mencekal tangan Juna. “Gue minta maaf. Lo nggak kenapa-kenapa 'kan?” tanya Alena yang membuat Juna tersenyum.

“Gue nggak apa-apa, santai aja. Asal jangan diulangi lagi,” ujarnya yang diiringi kekehan.

Juna melirik tangannya yang masih dipegang Alena. “Itu tangannya masih mau gitu, ya?” tanya Juna yang membuat Alena langsung melepaskan tangannya dari tangan Juna. “Nggak apa-apa kali, mau nyampe besok juga,” lanjut Juna yang membuat Alena menatap ke arah lain.

“Pulang, yuk!” ajak Juna pada Alena. Gadis itu menatap Juna dan mengangguk.

Juna berjalan duluan. Alena berjalan sembari menunduk. “Mau gue anterin pulang, nggak? Lo baik-baik aja 'kan?” tanya Juna membuka pembicaraan.

Alena mendongak dan menggeleng. “Nggak usah, gue 'kan bawa motor sendiri. Lagian gue juga nggak apa-apa.” Alena terdiam dan menatap Juna. “Harusnya gue yang tanya lo baik-baik aja apa nggak. Gara-gara gue tadi 'kan lo jadi mau muntah!” ujar Alena yang membuat Juna terkekeh.

“Lo nggak percaya gue takut mi, ya?” tanya Juna yang dibalas anggukan cepat oleh gadis di sampingnya.

“Kenapa?” sambung lelaki itu.
Alena terdiam sejenak.

“Karena lo 'kan biasanya suka percaya diri banget! Gue nggak percaya dong kalo lo takut mi,” jelas Alena yang membuat tangan Juna mengacak-acak rambutnya.

“Diem, Jun!” pintanya karena Juna semakin mengacak-acak rambutnya.

“Lucu,” ungkap Juna yang membuat Alena terdiam.

“Apanya?”

“Itu, beruang kutub rambutnya lucu pas pindah ke Gurun Sahara.” Saat mengatakan itu, bibir tipis Juna tersenyum kecil. Seketika gadis itu terpana dengan wajah oval milik Juna.

“HP siapa, tuh?” tanya Alena saat mendengar suara aneh yang membuat dirinya tertawa.

“HP gue,” balas Juna yang langsung mematikan alarm dari ponselnya.

“Itu kayak suara orang yang dicubit hidungnya terus disuruh ngomong,” kata Alena yang kemudian tertawa.

Tangan Juna langsung mencubit hidungnya sendiri lalu berbicara. Perkataan Juna yang terdengar lucu membuat Alena tertawa terbahak-bahak.

“Al, lo mau nggak jadi pacar gue?”

Update setiap hari Ahad. Jangan nyampe ketinggalan.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen.
I Love You 3000 buat kalian para pembaca yang baikk❤️

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now