31. Disappointed

30 10 39
                                    

Viona menatap sekilas Alena yang baru saja ke luar dari toilet bersama Nisya. Kakak kelas angkuh itu bersedekap menatap remeh kedua adik kelasnya dengan punggung bersandar pada dinding toilet.

Alena tak menghiraukan Viona, dia memilih menarik tangan Nisya agar segera menjauh dari cewek berhati iblis itu.

“Lo kayaknya sensi banget sih ketemu kakak kelas yang satu itu,” kata Nisya setelah keduanya menjauh dari toilet.

“Ya, gimana nggak sensi coba, dia itu mengacaukan segalanya, buat gue sakit dan terhambat.” 

Kepala Nisya langsung berputar untuk memandang sahabatnya. “Hah? Gimana?” tanya Nisya ketika mendengar hal yang cukup aneh tentang Viona.

“Eh? Enggak,” balas Alena salah tingkah. Dalam hati dia merutuk mulutnya sendiri.


***


Viona tersenyum senang saat mendapat pesan dari Juna yang memintanya bertemu di taman. Ketika menunggu Juna pun, dia tersenyum-senyum tidak jelas seperti orang gila. Hatinya terus membangga-banggakan diri sendiri karena rencananya berhasil seratus persen.

Juna mendekat dengan wajah memerah padam. Dia seperti banteng tanpa tanduk dengan mata yang menatapnya tajam.
Meski melihat Juna seperti itu, bibir Viona tetap membentuk bulan sabit. Dia tak acuh pada ekspresi Juna, karena dia kelewat senang ketika Juna mengabarkan akan menemuinya di taman.

“Maksud lo apa?” bentak Juna ketika kakinya berhenti sempurna di hadapannya.

Viona menengadah dengan senyum yang maish mengembang. “Maksud apa, Jun?”

“Lo yang sakitin Alena, ancem dia. Lo buat dia sakit,” murka Juna pada gadis sok imut di hadapannya.

Viona terdiam. Dia menyelipkan rambut ke belakang telinga dengan pikiran melayang. Raganya kemudian tegak.

“Oh, dia ngadu, ya? Nggak punya nyali makanya ngadu, ya?” celetuk Viona, membuat Juna geram.

Jika saja menampar bisa membuat Viona sadar akan kelakuannya, Juna pasti sudah menamparnya habis-habisan, tetapi dia sadar.
Menampar anak orang malah membuatnya diseret ke ruang BK, kemungkinan besar orang tuanya dipanggil. Ia tahu, akalnya tidak sedongkol itu, jadi yang dia lakukan kini hanya menatap Viona dengan tangan mengepal.

“Bukan Alena yang nggak punya nyali, tapi lo Viona! Lo yang nggak punya nyali!” tegas Juna dengan napas yang coba dia atur.

Viona bersedekap, pandangannya menantang Juna. “Kenapa gue?”
“Karena lo ngancem orang pas malem. Keliatan tau kalo lo nggak ada kerjaan selain buat orang lain menderita. Itu definisi nggak punya nyali yang sebenarnya,” jelas Juna dengan penuh ancaman di setiap katanya.

Kakak kelasnya itu masih apatis. Bibirnya terkatup sempurna. Pandangannya masih sama seperti tadi. Suasana panas memang mengisi keduanya, dan Viona masih enggan untuk membuka mulut bahkan untuk sekadar mengutarakan pembelaan saja dia tak melakukannya.

Pikiran Juna kini lebih dingin. Napasnya sudah bisa diatur, emosinya bisa dikontrol. Pandangan galaknya kini tak segalak tadi.

“Ada lagi?” tanya Viona santai.
Juna berdecak kesal.

Kemarahannya kembali tersulut, sebisa mungkin dia meredamnya kembali dengan tarikan napas dan beberapa kali istigfar.

“Gue mau tanya, buat apa lo lakuin itu ke Alena? Udah bosen hidup?” tanya Juna sarkastis. Dia tahu Alena sudah mahir karena latihan kick boxing-nya kelewat rajin.

Viona malah tertawa mendengar itu. Dia langsung berhenti tertawa dengan tatapan semakin tajam. Langkahnya semakin mendekat pada Juna.

“Gue cuma pengin ngasih pelajaran ke orang yang sok cantik kayak Alena. Dia jadi penghalang buat gue deketin lo. Apalagi dia ketawain gue pas lomba tarik tambang,” jelas Viona dengan tangan yang memegang bahu Juna.

Juna menatap tangan Viona yang memegang bahunya dengan tajam. Kemudian kedua tangan itu Juna tepis dengan kasar, tanpa memedulikan Viona akan merasa sakit atau tidak. Yang pasti, Juna paling tidak suka ada orang yang memegang bahunya, apalagi perempuan.

“Terus harus banget bawa kacung buat nyakitin Alena sampe sakit dua hari?” cecar Juna dengan senyum miringnya.

“Dia sakit?” Viona tertawa jahat, yang terdengar seperti tawa Mak Lampir di telinga Juna. “Wih, cupu banget raganya baru dihajar sama kacung gue udah sakit dua hari. Caper banget tuh orang.”

Juna jadi semakin geram pada orang gang ada di hadapannya sekarang. Dia seperti ingin makan seseorang untuk meredakan amarahnya.

“Lah, lo yang nggak guna. Bisanya nyakitin orang lain pake tangan orang. Jadi, yang cupu sebenarnya?” tantang Juna.

Viona menyeringai. “Lo jangan galak-galak gitu dong, Jun! Nanti kadar kesukaan gue ke lo berkurang.”

Juna memutar bola mata malas. “Syukur, dong. Malah gue ngarep kayak gitu biar hidup orang lain tenang,” tegasnya.

Tiba-tiba saja Viona memeluk Juna. Refleks, Juna langsung mendorong tubuh Viona dengan keras, untungnya Viona bisa menyeimbangkan diri, tapi setelahnya dia terjatuh. Dalam hati Juna yakin, Viona hanya pura-pura jatuh supaya dia merasa bersalah lalu menolongnya.

Halu lo kepedean! Bukannya ingin membantu, Juna malah tersenyum mengejek. Dia mendekat ke arah Viona yang mengulurkan tangan. Namun, Juna tak ingin membantu orang yang telah menyakiti Alena.

“Denger, gue nggak mau lo sakitin lagi Alena! Kalo lo berani lakuin itu lagi, gue nggak bakal tinggal diam!” tegas Juna lalu berlalu dari hadapan Viona.

***

“Nis, lo liat HP gue nggak?” Alena mengecek kolong meja miliknya yang kosong. Dia lalu mencari ponselnya di tas. Namun, tetap saja benda itu tidak ada.

Dia baru sadar kalau ponselnya tidak ada ketika hendak pulang karena sedari tadi dia disibukkan dengan tugas dari guru.

“Udah ada belum sih, Al? Gue cari-cari di sini nggak ada,” ujar Nisya setelah melihat kolong bangku dan menggeledah isi tasnya.

“Kalian cari apa, sih?” tanya Leo yang baru saja menegakkan badan setelah tertidur beberapa menit.

“HP gue nggak ada. Lo liat nggak?” tanya Alena cepat.

Leo terdiam sebentar. Dia teringat pada seseorang. Ya, Juna!

Sebelum Leo bersuara, Juna memasuki kelas dengan pandangan dingin. “Al, bisa ikut gue sebentar?” pintanya yang dibalas kerutan di dahi oleh Alena. 

“Ngapain?” ketus Alena.
Beberapa detik kemudian, Juna mengambil ponsel Alena dari sakunya. “Kalo mau ini balik, lo ikut gue!” Setelah mengatakan itu Juna berlalu.

Leo dan Nisya saling bertatapan ketika melihat ekspresi Alena berubah. Gadis itu tampak kaget mengetahui ponselnya berada di tangan Juna.

Dengan pikiran kacau, Alena langsung berjalan dengan tergesa untuk menyusul Juna. Wajahnya kini memerah padam saat melihat Juna berhenti di lorong yang sepi.

“Lo kenapa ambil HP gue?” teriak Alena yang sebenarnya amarah itu untuk menutupi rahasianya. Dia benar-benar takut Juna mengetahui semuanya.

Juna tak menanggapi Alena. Dia justru memutar sesuatu dari ponsel Alena. Sebuah rekaman terputar, suara Alena terdengar jelas.

Juna mustahil bertanya bahwa itu suara siapa, karena jelas itu suara Alena. Jadi, tak ada alasan untuk Alena menyanggah bahwa itu bukan dirinya.

“Bisa jelasin ini, Al?” tanya Juna dengan dingin.

Alena tak merespons pertanyaan itu. Dia malah membuang muka untuk menghindari kontak mata dengan Juna.

“Bisa jelasin ini, Alena?” bentak Juna yang membuat Alena tersentak.

Dia menatap Juna setengah tak percaya karena bisa membentaknya. Lelaki yang dia tatapan tengah mengusap wajahnya kasar dengan menggunakan kata 'maaf'.

“Harus banget gue jelasin?” sahut Alena dengan ketus.

“Iya!” tegas Juna singkat.

“Kenapa lo malah ambil HP gue? Nggak tau kalo itu privasi orang?” Bukannya menjawab, Alena malah membentak. “Gue nggak mau jelasin semuanya! Itu udah jelas!”

“Kenapa lo malah dengerin maunya Viona?” geram Juna. Tanpa sadar tangannya mengepal.

“Bukan hak lo buat tau itu!” balas Alena.

Juna mendekat, dia geram pada Alena yang bersikap seperti ini. “Gue berhak tau, karena itu menyangkut gue!”

“Gue nggak mau jelasin apa-apa!” balas Alena yang masih kukuh dengan pendiriannya.

Juna menyodorkan ponsel Alena lengkap dengan earphone-nya. Gadis itu langsung merebutnya lalu berbalik badan dan melangkah.

Seketika langkah Alena terhenti saat suara Juna terdengar menusuk ulu hatinya. “Gue kecewa sama lo, Alena.”

Jangan lupa vote, gaiss
Karena vote cuma bisa sekali dalam satu part

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now