35. Akhirnya

91 11 60
                                    

Jika kemarin-kemarin Juna yang berkata bahwa dirinya kecewa pada Alena, kali ini terbalik. Justru Alena yang kecewa pada Juna.

Taruhan itu benar, keduanya tak main-main sampai Juna babak belur karena lawannya Adara yang mahir bela diri. Dan Alena tak peduli jika sampai Juna sakit gara-gara berkelahi dengan Adara. Dia terlalu kecewa pada Adara dan Juna.

Misinya saat ini adalah menjauhi keduanya dan menganggap tidak pernah saling kenal. Sebenarnya, jika saja Juna tidak melawan Adara dan langsung pulang, Alena pasti bisa kembali baikan dengan Juna. Dia bahkan sudah siap jika disuruh menjelaskan isi rekaman yang didengar Juna, hanya saja takdir berkata lain.

Alena malah semakin dingin padahal Juna sudah menjelaskan berkali-kali kalau dia tidak bermaksud untuk menjadikan Alena sebagai taruhan. Ribuan kata maaf tak henti keluar dari bibir Juna, dan Alena tak peduli. Sampai Juna menangis darah pun Alena akan tetap pada pendiriannya.

Hari ini kelas sudah sepi, Alena langsung beranjak karena Juna masih duduk di kursinya. Dia sangat malas jika harus mendengar Juna berbicara, sekadar melihatnya pun sekarang Alena merasa jijik.

Alena mempercepat langkahnya saat mendengar suara sepatu bergesekan dengan lantai yang bergerak cepat. Alena yakin itu Juna yang tengah mengikutinya.
Dalam hati, gadis itu menyesal karena dia harus piket sendiri dan hasilnya dia harus pulang diikuti cowok yang membuat luka lama kembali hadir.

Langkah Alena terhenti. Dia menatap Juna sengit.
“Mau lo apa, hah?” teriak Alena yang sudah muak dengan Juna yang selalu saja mengekorinya.

“Gue mau lo maafin gue, Al. Gue nggak ma–“

Bulshit,” kata Alena memotong  ucapan Juna.

“Lo nggak mau maafin geu, Al? Ini udah satu bulan loh lo kayak gini ke gue,” kata Juna mengingatkan, siapa tahu Alena lupa.

“Masih sebelas bulan buat genap satu tahun,” kata Alena lalu pergi.
Juna mengacak rambutnya frustrasi. Dia memijit keningnya sebentar lalu berjalan. Juna berjalan menunduk.

Dua minggu setelah kejadian itu, Alena dan dirinya kembali perang dingin. Juna ingin mengontrol emosinya sendiri dan membiarkan Alena dengan pikirannya. Lalu sekarang setelah berusaha dua minggu mendekati Alena kembali, gadis itu memilih membentangkan jarak.

Juna sudah seperti orang gila yang mengemis maaf dari orang keras kepala seperti  Alena. Namun, Juna tak menyerah. Dia tahu dia salah dan selama kesalahan itu belum dimaafkan, dia tak akan pernah berhenti meminta maaf. Meski pada akhir hanya diabaikan.

Alena saja enggan mendengar Juna bersuara panjang lebar. Sampai saat ini, Juna belum menjelaskan secara rinci pada Alena. Padahal apa yang dia lihat belum tentu yang sebenarnya. Juna hanya bisa berusaha dan menunggu waktunya diberi maaf.


***


Bulan berikutnya, sikap Alena masih sama. Dia mendiami Juna dan Adara karena menjadikannya bahan taruhan. Kedua orang itu benar-benar membuka luka lama yang terkubur dalam.

Alena meringis mengingat masa lalunya yang tak ada kenangan indah. Mau indah bagaimana jika dulu dirinya selalu diberi harapan lalu ditinggal pergi oleh orang yang dia sayang. Puncaknya, saat kelas sembilan, Alena dijadikan bahan taruhan, dan Alena benar-benar tak terima.

Taruhannya memang tak seperti yang Adara dan Juna mainkan, tetapi mereka taruhan untuk mendapatkan hati Alena lebih dulu dengan mendekatinya.

Waktu itu Alena mulai menyukai keduanya. Alena mulai mencintai salah seorang dari mereka. Ketika fakta bahwa Alena dijadikan bahan taruhan terkuak, Alena murka. Dia seperti dijadikan mainan, mereka seakan beranggapan tak memiliki hati karena bisa-bisanya mereka bertingkah baik dan membuatnya jatuh cinta hanya untuk memenangkan taruhan.

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now