20. Kode Keras

51 13 47
                                    

Alena bangkit saat Adara membalikan tubuh darinya. “Lo kalah!” Perkataan Adara membuat gadis itu menahan amarah. Dia langsung berlari ke arah Adara yang menuju pembatas ring. Ketika dirinya berjarak selangkah dengan Adara, gadis itu langsung mengayunkan kakinya dengan sangat kuat pada kedua kaki Adara.

Adara mengerang karena ulah Alena yang tiba-tiba. Lelaki itu menatap Alena lekat. Wajahnya merah padam. Gadis itu tersenyum kecil sampai atensinya beralih pada suara tepuk tangan dari sebelah kanannya.

“Kamu ngapain anak saya?” Pertanyaan itu membuat Alena mengepalkan tangan dan membuat Adara tersenyum. Laki-laki itu bangkit dan keluar dari ring.

Alena terdiam, dia berusaha menetralkan degup jantungnya yang tak beraturan. “Tadi Fakhri ngajak saya sparing, Pak,” jelas Alena sembari menunduk. Gadis itu tengah berpura-pura menurut pada gurunya yang sangat pilih kasih itu karena Alena ingin dirinya mengikuti event antarkota.

Ayahnya Adara menatap Alena dan anaknya bergantian. “Jadi kamu kalah, Adara?” tanya Ayahnya yang membuat Alena langsung keluar dari ring.

Adara terdiam. Mata laki-laki itu menatap Alena yang tengah membuka sarung tinjunya. “Pukulan Alena terlalu kuat, Yah! Aku jadi sakit karena dia licik! Pokoknya aku nggak mau Alena ikut event antarkota!” tegas Adara yang membuat Ayahnya percaya begitu saja.
Perkataan Adara yang terlampau tinggi itu membuat Alena mendongak saat dirinya tengah membuka hand wrap. Gadis itu menatap nyalang pada Adara yang berpura-pura mengaduh kesakitan.

Anjir, alaynya! Pantesan namanya kayak cewek.

Alena berusaha tegar sembari kepalanya kembali difokuskan pada tangan yang membuka hand wrap. Gadis itu memejamkan matanya sebentar saat rasa panas mengalir dalam sel darah menuju otaknya. Dia membuka matanya dan merasakan indra penglihatannya terasa panas. Ia mendongak sembari mengembuskan napas pasrah.

Setelah latihan hari ini selesai, Alena menyalami Ayah Adara dengan salam yang khas. Saat memeragakan salam yang khas itu ayah Adara memberitahu bahwa dirinya tidak diizinkan ikut event antarkota. Saat Alena menyalami Adara, lelaki itu tersenyum licik yang membuat Alena ingin menendang kakinya.

Dasar anak manja!

***


Suasa riuh di kelas XI IPA 1 membuat Juna menggelengkan kepala. Lelaki itu menghampiri Leo yang tengah mengobrol dengan Maxis. Tangan Juna langsung menyimpan tas dan menatap sekeliling.
Mata lelaki itu berhenti pada Alena yang tengah menunduk. Sembari membenarkan dasi yang dirasanya miring, Juna mendekat pada Alena. Lelaki itu bersandar pada tembok dengan posisi menghadap Alena.

“Lo kenapa, Al?” Pertanyaan Juna membuat Alena menatapnya sembari menggeleng.

“Gue nggak apa-apa,” balas Alena sembari meraih topi yang disimpang di kolong meja.

Melihat air muka Alena yang tak biasa membuat Juna tak percaya. Namun, saat hendak mengutarakan suara hatinya, Juna urung. Dia ingin memberikan ruang agar Alena bisa menenangkan dirinya sendiri. Akhirnya Juna yang berada di sana terus memandangi Alena yang menelungkupkan wajah pada kedua tangan yang dilipat.

Saat bel berbunyi, Juna bangkit. Tangannya ingin menggenggam tangan Alena, tetapi gadis itu mempercepat langkahnya. Dalam hati dirinya mendengus kesal.


***


Sudah lima belas menit Bapak kepala sekolah berpidato, membuat semua murid yang mendengarkan berkeluh kesah, mereka ingin segera berteduh karena matahari semakin beranjak naik. Namun, ketika kepala sekolah itu mengumumkan bahwa acara untuk memeriahkan kemerdekaannya RI akan dilaksanakan hari Sabtu tanggal dua puluh empat Agustus, murid-murid langsung bersemangat. Tak lama kemudian kepala sekolah mengakhiri ceramahnya.

Setelah upacara selesai, hampir semua murid langsung berhamburan. Entah itu langsung ke kelas, atau ke kantin bahkan ada yang ke toilet. Lain halnya dengan kebanyakan murid yang langsung hengkang dari lapangan, Juna justru menyandarkan punggungnya pada pagar besi. Laki-laki itu menyilangkan tangannya, sembari mengamati orang-orang. Setelah dirasa jalanan lengang, akhirnya lelaki itu berjalan sembari mengajak Leo yang tengah melamun.

Saat kakinya menginjak lantai kelas, Juna menutup kedua telinganya dengan tangan, karena Leo yang ada di sampingnya berteriak. Dia berteriak-teriak mengumumkan lomba menghias kelas yang tadi diberitahukan oleh kepala sekolah.

“Berisik!” tegur Cindy yang membuat Leo menatap ke arahnya. Leo hanya membalas dengan cengiran lalu berjalan menuju bangkunya.

Tiba-tiba saja perempuan bernama Sheila yang menjadi bendahara berjalan menuju setiap bangku setelah diperintah ketua kelas. Gadis itu meminta uang iuran ditambah uang kas pada orang-orang yang sengaja menunggak. Sheila berjalan dari bangku pojok dekat pintu yang diisi Cindy lalu berjalan ke belakang bangku tersebut untuk melakukan hal yang sama.

Tegasnya suara gadis itu yang meminta uang saat disuruh menjadi bank keliling membuat Alena takut. Masalahnya gadis itu belum membayar uang kas minggu kemarin dan minggu sekarang, ditambah Sheila meminta uang untuk menghias kelas. Bendahara yang nggak tau kondisi! Ujar Alena dalam hati, yang langsung ditepis jauh-jauh olehnya. Karena dia tahu teman-temannya yang lain memiliki uang saku yang cukup untuk menjajani satu kelas dengan bakso porsi delapan ribuan, sedangkan gadis itu hanya memiliki uang saku tiga puluh ribu. Uang yang cukup pas-pasan ketika berada di lingkungan anak sultan semua.

“Lo mau bayar uang iuran sekarang nggak, Al?” Alena menoleh pada Nisya sembari mengernyit. Sebagai jawaban, gadis itu menggedikkan bahu.

Jika dia membayar dua puluh ribu untuk menghindari kejaran Sheila beberapa hari lagi, dia tidak akan bisa pulang karena bensin motornya akan habis. Jika uang yang tinggal sepuluh ribu pun dia belikan bensin nanti, dia tidak akan bisa makan. Padahal gadis itu mudah sekali lapar.

Nisya mengecek ponsel saat benda itu bergetar dan menghasilnya bunyi. Tangan Nisya bergerak untuk membalas pesan tersebut  sembari sesekali menoleh ke belakang. Gadis itu menghentikan acara meliriknya saat terdengar sebuah pergerakan di depannya.

Saat menyadari Sheila sudah ada di depan Nisya, Alena mengernyit bingung. “Lo nggak tagih gue, La?” tanya Alena yang membuat sang bendahara menggeleng.

“Nggak. Buat apa? Kas lo sama uang buat iuran udah dibayarin. Malah uang kas lo dibayarin nyampe akhir bulan,” jelas Sheila yang membuat Alena mengernyit.

“Dibayarin siapa?” tanya Alena penasaran.

“Juna,” balas gadis itu yang membuat Alena langsung menoleh pada nama yang disebut Sheila.

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang