24. Kejutan

39 10 57
                                    

Kaki semua orang tak berhenti bergerak. Mereka terus berjalan ke sana ke mari mengambil apa yang dibutuhkan.

"Belakang mau diisi apa?" teriak Nisya.

Sebagian orang tak menghiraukan teriakan Nisya. Mereka tengah asyik dengan tugasnya masing-masing. Kemudian dua orang yang telah selesai dengan tugas di hadapannya menoleh ke arah Nisya.

"Tata Surya."

"Pohon."

Nisya memicing ke arah dua orang tersebut sembari menarik salah satu ujung bibirnya. Dia kemudian berdecak.

"Jadi yang mau di ambil yang mana?" tanya Nisya diiringi kekehan.

Dua orang yang berbeda genre itu saling pandang. "Voting aja!" ujar Juna sembari mengangguk dan tersenyum ke arah Alena yang di sampingnya.

Nisya mengacungkan jempol lalu semuanya sepakat atas usul Juna. Semuanya menyuarakan pendapat hingga akhirnya usul dari Juna–Tata Surya, yang dipilih. Dengan alasan Tata Surya itu lebih jarang dipakai daripada pohon.

"Ini temanya apa, sih?" tanya Navis sembari menghela napas.

"Habis gelap terbitlah terang," sahut Cindy yang membuat semuanya tertawa.

Navis menatap Cindy dengan kesal. "Kira-kira ini bakalan beres kapan?" tanya Navis tanpa menoleh ke arah Cindy.

"Sebelum negara api menyerang," jelas Alena yang membuat beberapa orang mengacungkan jempol ke arahnya sembari tertawa.

"Pikasebeleun siah¹!" gerutu Navis sembari menyugar rambutnya yang panjang lalu membenarkan kacamatanya.

"Selotip dong selotip!" teriak Nisya heboh. Dia memegang biasa yang harus ditempel pada tembok yang atas.

"Cepetan, woy!" teriak Nisya saat tangannya mulai pegal. Ia juga sudah malas berdiri pada kursi yang di letakkan di meja.

Leo bergerak cepat pada perempuan itu sembari tertawa. "Kasihan, ya, lo!" Tangan Leo yang memegang selotip yang telah digunting tak langsung menyerahkan pada Nisya. Dia malah membuat kesal dengan menggoyang-goyangkan meja.

"LEO!" teriak Nisya saat kursi yang menjadi pijakannya terasa oleng.

Leo tak menghiraukan perkataan gadis itu. Dia mengabaikan tatapan teman-teman yang menatap aneh padanya.

"Leo! Diemin tangan lo! Gue putusin baru tau rasa lo!" Leo langsung mengerjap. Nisya refleks menutup mulutnya.

Teman-teman kedua manusia itu menjadikan mereka sebagai pusat perhatian. Nisya melihat tatapan Alena dan Juna yang tampak tak percaya. Pandangan gadis itu tertuju pada Dita yang mulutnya sedikit terbuka.

"Nis? Beneran?" tanya Juna memecah keheningan.

Wajah Nisya sudah seperti tomat. Ia kemudian tersenyum kaku lalu mengangguk. Juna yang melihatnya berdecak.

"Wah, parah! Nggak ngasih PJ," keluh Juna yang membuat teman-temannya yang lain memintak pajak jadian pada Leo dan Nisya.

"Nggak ada PJ, woy! Udah basi juga, ya, Yo? Kita juga jadiannya udah lama," tutur Nisya yang malah membuat teman-temannya mendesak dirinya dan Leo memberikan PJ.

"Minimal kasih minum buat kita yang kerja rodi," celetuk Maxis yang diangguki teman-temannya.

Dengan setengah tak rela, Leo mentraktir teman-temannya dengan es cendol. Dia merelakan uangnya dengan harapan hubungan dirinya dan Nisya langgeng.

Ketika semua pesanan es cendolnya telah sampai di kelas, Leo langsung menyuruh teman-temannga untuk beristirahat sejenak. Lelaki itu mengambil duduk di hadapan Nisya. Di sampingnya ada Juna yang tengah duduk berhadapan dengan Alena.

"Gue masih nggak percaya kalo kalian pacaran," ucap Alena dengan pandangan fokus ke arah dua temannya itu.

Nisya menyengir lebar. "Gue aja sebenernya nggak percaya bisa pacaran sama Leo." Nisya menatap pacarnya yang tengah memperhatikannya. "Ini semua itu berawal dari kalian yang selalu tinggalin gue berdua sama Leo waktu itu."

Alena mengernyit tak percaya. "Beneran? Kok gue nggak ngerasa pernah tinggalin lo berdua."

Nisya menarik ujung bibir kirinya singkat. Dia kemudian membuka mulut saat Leo menyuapinya.

"Nggak boleh liat, Al. Kita masih kecil," ujar Juna sembari memalingkan wajah Alena yang tengah menatap Nisya.

"Astaga lo ini, Jun! Bilang aja kalo lo juga mau kayak gue sama Nisya," kata Leo yang kini dirinya mendapat siapa dari Nisya.

"Coba aja, Al, lo inget-inget waktu Juna awal banget pedekate sama lo. Waktu itu lo selalu pergi dan Juna ngejar lo. Alhasil, gue jadi berduaan sama si Leo," ungkap Nisya yang membuat Alena mengangguk.

"By the way, sejak kapan kalian pacaran?" tanya Juna penasaran. Lelaki itu benar-benar kesal pada Leo yang bergerak dalam diam. Dia diam-diam sudah jadian tanpa menunjukkan pendekatan. Berbanding terbalik dengan dirinya yang mendekati Alena secara terangan-terangan sampai ditolak pun secara terangan-terangan.

Leo memasukkan es cendol dalam sendok ke mulutnya, tak lama dari itu dia menatap Nisya. Pandangan Leo kini beralih pada Juna. "Sebenernya udah lama, sih. Mungkin setelah tiga minggu lo ditolak Alena," ungkap Leo enteng.

"Udah lama banget dong," sahut Alena. "Kok kita baru tau?"

Nisya kembali menyengir dan menunjukkan gigi-giginya yang rapi. Kemudian dia menatap Leo untuk meneruskan memberi penjelasan.

"Gue sengaja nggak langsung kasih tau kalian. Gue pengen kasih taunya kalo kalian udah jadian nanti. Meski gue nggak tau itu kapan, tapi feeling gue bilang, kalian bakalan pacaran dalam waktu deket." Juna dan Alena ingin memotong ucapan lelaki itu, tetapi Leo kembali berkata, "Tapi ujung-ujungnya rahasia kita terbongkar gara-gara Nisya yang bibirnya lentur banget." Leo mencubit pipi Nisya dengan gemas. Membuat dua temannya merasa gerah.

Juna langsung memalingkan wajah dan menatap Alena. "Lo mah jadi pacar gue nggak, Al?"

Alena dan Nisya kompak terbatuk-batuk. Ketika Nisya telah merasa baik-baik saja, ia langsung tertawa. Namun, lain dengan Alena. Gadis itu malah menatap tak percaya pada lelaki di hadapannya.

Alena menatap ke sembarang arah sembari mengembuskan napas. "Gue belum siap pacaran," balasnya yang membuat Leo tertawa karena sahabatnya ditolak untuk yang kedua kalinya.

Juna mengangguk paham. "Ketika gue pura-pura nembak Alena lagi, dia bilang kalo dia belum siap pacaran, jadi feeling lo yang bilang bahwa gue sama Alena bakalan pacaran dalam waktu dekat itu salah besar."

"Lo tadi cuma pura-pura, Jun?" tanya Alena yang langsung dibalas anggukan oleh Juna. "Sialan! Gue udah deg-degan ternyata pura-pura."

Juna langsung tertawa. "Sabar, Al. Nanti gue tembak lo lagi di waktu yang tepat." Juna menunggu respons Alena, tetapi gadis itu malah memalingkan wajah darinya. "Lo siapnya kapan, Al? Biar gue bisa memantaskan diri," tutur Juna diiringi cengirannya.

Nisya dan Leo juga ikut tertawa. Alena yang tengah kesal pun itu tersenyum meski tatapannya tak tertuju pada Juna. Ada-ada aja sih, lo, Jun!

Gadis itu menghela napas perlahan. Ia ikat sesuatu yang sangat berarti. Yang bisa menjadi barometer hidupnya. Sorry, Jun.

Footnote:
1. Lo nyebelin (B. Sunda)

Minggu kemarin aku nggak publish. Maaf banget, ya. Aku tadinya mau publish Minggu kemarin itu pas malam, tapi karena capek banget pulang LKS jadi ketiduran padahal lagi ngetik. Malah jadi curhat wkwk

Jangan lupa tinggalkan jejak, ya!
Maaf publish malem-malem.
Komentarnya juga jangan lupa, yang banyak wkwk.

Storia d'Amore [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now