Bagian 3. Ritual dan Rahasia Ilmu Pijat 2

70K 1.1K 12
                                    

Tanpa terasa hari terus berlalu, pijatanku masih terasa kasar. Kadang terlalu menekan, kadang terlalu ringan ! itu terlihat dari ekpresi Mang Danu yang meringis seperti kesakitan.

"Sep, coba rasakan urat tubuh ditelapak tanganmu ! Memang terlihat gampang kalau melihat sekilas, padahal memijat itu sebenarnya rumit. Kalau tidak, salah-salah badan terasa sakit semua !" Ujar Ki Seno kakekku mengajariku. Aku mengangguk.

"Kamu teh mau tau kenapa waktu itu aki melihat telapak tanganmu waktu kamu terpilih ?" Tanya Ki Seno Aku menggeleng.

"Itu karena di telapak tanganmu ada "penyembuh" kamu bisa merasakan berbagai penyakit yang ada ditubuh seseorang. Di telapak tanganmu seperti ada aliran energi setiap kamu tahu ada yang salah di tubuh secara otomatis kamu teh bisa memijat bagian apa saja yang menjadi penyakit menjadi sembuh!" Jelasnya lagi sambil memegang telapak tanganku, aku menatapnya.

"Sekarang coba lihat aki !" Kemudian dia menyentuh tubuh Mang Danu yang tengkurap dia hanya mengusap saja dari arah pundak dan punggung.

"Nah si Danu teh di pundaknya sekarang ada rasa pegal sama linu ! Urat di pundak dan punggung terasa berbelit jadi harus dipijat !" Aku tertegun hanya dengan menyentuh dan mengusap seperti itu kakek tahu semua.

"Tidak apa-apa Sep, coba sekarang kamu konsentrasi rasakan tubuh si Danu !" Ki Seno menarik tanganku dan menyentuh pundak mang Danu, aku menarik nafas dan perlahan mengusap sambil menekan dengan lembut kulit tubuh yang kekar dan berwarna coklat itu, aku seperti merasakan sesuatu di telapak tanganku ... ada di uratnya seperti berdenyut !

"Bagaimana Dasep, apa yang kamu rasakan ?"

"Uratnya seperti berdenyut ki ! Di area ini dan itu !" Jawabku sambil menujuk di pundak dan punggung mang Danu. Ki Seno tersenyum.

"Bagus, Cu ... lanjutkan latih indera perasamu itu !" Ujarnya.

Begitulah setiap malam selesai belajar aku mulai memijat mang Danu, aku meminta maaf padanya karena menjadi objek latihan pijatan ku. Tapi mang Danu hanya tersenyum tidak apa-apa, menurutnya sudah ada perubahan besar tidak seperti pertama kali dipijat oleh ku, ada rasa nikmat dan enak ujarnya. Badannya juga menjadi sedikit ringan. Mang Danu mengatakan aku baru tahap pertama memijat. Sedang tahap ke dua adalah penyembuh, aku masih muda jadi masih banyak yang harus aku pelajari.

Sekolahku tidak terganggu dan semua baik-baik saja. Sampai saat ini tidak ada yang tahu kalau aku menjadi calon tukang pijat meneruskan profesi keluargaku. Aku tidak terlalu punya banyak teman, walau ada itu tidak banyak. Sebenarnya banyak teman perempuan dibanding laki-laki tapi aku tidak feminim atau ngondek. Aku seperti laki-laki pada umunya memang tubuhku tidak kekar seperti anak kampung pada umumnya. Teman-temanku memuji tanganku yang halus dan lembut, bahkan lebih dari perempuan pada umumnya. Tentu saja aku tidak pernah bekerja kasar, jari tanganku lentik.

----------

Akupun lulus dari SMP nilaiku bagus, aku bisa saja bersekolah di SMU favorit tapi jauh dikota, aku memutuskan untuk masuk SMU yang tidak jauh dari SMP dulu walau itu swasta bukan negeri.

Semakin lama, aku sudah bisa merasakan sesuatu ketika memijit, tahap selanjutnya Ki Seno kakekku memberikan buku, buku itu adalah mantra atau aji-aji, aku bertanya buat apa itu ? Menurut kakekku dalam memijit selalu ada saja seseuatu yang di luar nalar, bisa saja secara kasat mata itu penyakit biasa tapi sebenarnya bukan itu. Hal tersebut bisa terjadi di desa atau kampung  yang masih percaya yang seperti itu. Apa yang ku pelajari hanya sebagai pengaman diri saja.

Ritual ke tiga dan terakhir kembali di jalani, kali ini puasanya cukup berat aku harus makan nasi putih dengan air putih saja selama 7 hari. Setelah itu dilakukan baru ritual mandi kembang sama dilakukan dulu. Tapi ada sesuatu yang berbeda yaitu meminum air kelapa yang sudah dijampi-jampi oleh kakekku.

Setelah selesai, pada awalnya aku bertanya kenapa harus begini berat untuk menjadi pemijat, ini seperti ritual perdukunan biasa. Tapi menurut kakekku itu seperti meminta izin restu pada leluhur untuk melanjutkan ilmu yang sudah diturunkan. Apakah ada perubahan dalam diriku setelah itu ? Ya, boleh percaya atau tidak ketika aku memijat mang Danu lagi ada yang berbeda, mataku seperti melihat sesuatu ditubuhnya, ketika ku sentuh terasa kontak energi tanganku dengan apa yang ditubuh mang Danu. Secara otomatis aku seperti mengetahui apa yang dirasakannya.

Malam itu kakek ingin aku memijat seluruh tubuh mang Danu lengkap menggunakan minyak khusus buatan keluarga, selama latihan aku hanya memakai minyak kelapa saja. Mang Danu sudah berbaring di kasur dengan hanya memakai celana dalam berwarna biru muda. Aku menghela nafas dan perlahan aku memercik minyak ke tanganku tidak banyak, karena minyaknya licin. Tercium aroma rempah-rempah herbal.

Pijatanku aku mulai dari pundak mang Danu, secara perlahan tanganku menyentuh kulitnya, minyak licin itu mulai menempel di kulit warna coklatnya. Terdengar desahan kecil ketika aku mulai memijitnya dengan lembut. Dari pundak ke punggung, kemudian ke arah pinggang, aku sempat berhenti.

"Mang, urat dipinggang sedang melilit jadi aku pijit supaya lebih enak !" Ujarku kemudian tanganku memijit agak menekan diarea pinggangnya.

"Ahhh ... den ... !" Rintih mang Danu.

Setelah itu aku beralih kepinggul belakang kupijit sampai area sekitar punggung bagian tengah, tanganku beralih ke daerah paha belakang, dan sempat berhenti dan mengatakan hal sama bahwa ada urat pahanya yang bermasalah. Tangan licin ku turun ke area betis yang dipenuhi bulu halus. Aku memijat di area tersebut. Terdengar erangan dan kejangan sedikit di betisnya.

Begitulah setelah selesai aku meminta Mang Danu membalikan tubuh, matanya agak sayu. Tubuh mang Danu sudah terlentang, aku mulai memijat di kedua tangannya dari lengan atas sampai jari-jarinya terdengar erangan kecil dan mata mang Danu terpejam. Setelah itu aku menuju telapak kakinya. Sesekali aku menyeka keringat di keningku. Aku tak menyangka memijat seluruh tubuh sama dengan seperti berolah raga.

Dari telapak kaki ke betis yang berbulu, kemudian kepaha kekar mang Danu, mataku menatap sesuatu diatasnya, itu tonjolan kontol mang Danu, terangsangkah dia ? Karena terlihat jelas bentuknya sedang mengeras mengarah ke samping, kok bisa gitu ya ? Padahal aku tidak memijit bagian itu. Tapi aku kembali ke area paha, ketika tangan merambat ke selangkangannya tiba-tiba Ki Seno kakekku memperingatkan.

"Sep, langsung saja ke dada si Danu !" Perintah kakek aku terkejut tapi aku laksanakan.

Aku kesamping dan memijit di areah dada mang Danu yang berbulu halus, kemudian ke area perut nya yang juga rata dan berbulu halus disekitar udelnya. Tangan ku memijat dari perut ke atas dada, kembali erangan kecil terdengar, aku menuju pinggang tapi agak susah, kalau tengkurap bisa.

"Sep duduk saja di paha Danu !" Ujar kakekku, aku tertegun.

"I .. iya ki !" Aku agak sedikit gugup.

Akhirnya duduk di paha mang Danu, aku sendiri memakai celana pendek dan kaus, aku baru menyadari kalau kausku agak basah oleh keringat. Aku mulai memijat pinggang dan pinggulnya dengan duduk di paha kekar mang Danu, terlihat mang Danu agak sedikit menggeliat. Setelah itu ke area dada, aku harus agak sedikit membungkuk dan menggeser tubuhku ke depan.

Ketika memijat aku merasakan benda keras menggesek selangkanganku dan perutku yang agak sedikit tertarik keatas kaosku Dari dada ke perut dan daerah tepat diatas karet cd mang Danu. Aku sempat berhenti, ketika hendak mengatakan sesuatu aku melirik ke arah kakekku dan memberi tanda untuk menghentikan pijatanku.

"Sudah cukup Sep, kamu istirahat sana !" Aku bangun dari paha mang Danu. Dan duduk nafasku terengah.

"Bagaimana Nu ?" Tanya kakekku, ternyata nafas mang Danu juga naik turun.

"Enak Ki ! Saya tidak sadar, tubuh saya terasa enak sekali !" Mang Danu bangun dan duduk. "Sama seperti ketika aki memijat saya !" Tambahnya lagi.

"Syukurlah kalau begitu !" Jawab kakek tersenyum. Sementara aku terdiam dengan nafas masih naik turun.

Bersambung ...

DASEP SI TUKANG PIJATWhere stories live. Discover now