Bagian 8. Pak Burhan, Om Tentara 1

76.1K 955 19
                                    


Sejak dipijit olehku Pak Rahmat menjadi langgananku untuk dipijit, syukurlah sekarang dia sudah kembali normal dan kejantanannya sudah berfungsi baik tidak lemas lagi. Akhirnya kakek tahu tapi tidak marah, dia hanya bilang harus hati-hati bila punya pasien seperti itu, dilihat dulu seberapa parah gejalanya apa bisa disembuhkan dengan pijat atau tidak.

Walau aku mempunyai kemampuan sebagai "penyembuh" tapi tidak semua karena bukanlah dukun atau dokter, itu hanya sementara saja kembali ke orangnya apa mau hidup sehat secara seksualnya. Aku mengerti ternyata tidah mudah menjadi tukang pijat yang sebenarnya. Banyak aturan yang harus aku taati, semua demi kepercayaan pelanggan dan juga menjaga nama baik keluarga yang sudah diturunkan turun temurun.

Sekarang aku sudah masuk semester terakhir, sebentar lagi aku akan lulus tapi sampai sekarang aku bingung harus bagaimana nantinya apa melanjutkan kuliah apa tidak. Saat ini pendapatan sebagai pemijat cukup lumayan, sehari bisa mendapatkan 200 ribu itu juga tidak tergantung harus bayar berapa tapi minimal satu orang 20 sampai 30 ribu sekali pijit.

Cukup melelahkan, tapi ada rasa kepuasan yang aku dapatkan, dari sekian yang dipijat 1 atau 2 orang yang dipijat kejantanannya. Rata-rata usia pelanggan ku 25 tahun ke atas, batasnya 40 tahunan. Dari berbagai kalangan dari petani, pegawai dsb. Dan perasaanku biasa saja.

--------

Tapi tidak setiap hari aku memijat, karena ada juga saat-saat sepinya bila seperti itu aku mengerjakan tugas atau membantu ibu dan ayahku di kebun atau sawah. Suatu hari aku ada panggilan memijat melalui ayahku, ketika itu aku sedang di sawah bersamanya.

"Siapa yah ?" Tanyaku heran, kenapa aku ? kan bisa ayah yang melakukannya, toh sama juga.

"Itu, Pak Burhan !" Jawab Ayah, aku tahu dia orang paling disegani di kampungku karena dia seorang tentara dan juga orang berada di sini. Belum pensiun masih 3 tahun lagi katanya. Usianya sekitar 40 an.

"Kok sama Dasep, Yah ? Kan bisa sama Ayah juga !"

"Dia teh pengen pijat yang lain, Sep !" Aku menatap ayahku.

"Apa itu yah ?" Aku tahu tapi pengen tahu yang lebih jelas.

"Pijit itunya !" Katanya sambil pelan. Sudah kuduga.

"Kenapa emangnya Yah ?"

"Wah, ayah juga kurang tahu, Sep ! Sepertinya kemampuan memijat kamu yang sebanding dengan aki sudah menyebar kemana-mana !" Jelasnya.

"Ayah, tidak keberatan ?" Aku kembali menatapnya, dia menghela nafas.

"Harus bagaimana lagi atuh, Sep ! Itu teh sudah menjadi profesi kita apapun itu ! Lagi pula kemampuan kamu teh diatas yang lain sama dengan aki !"Jawabnya sambil meminum kopi. Disaung ketika istirahat.

"Yah, aku boleh nanya ?" Dia mengangguk.

"Nanya apa Sep ?"

"Ayah pernah memijit yang seperti itu ?" Dia menggeleng.

"Bukan keahlian ayah atuh Sep, kalau dipaksakan juga takut kenapa-kenapa ... memang banyak yang seperti itu, tapi ayah tolak !"Ujarnya padaku.

Akhirnya mau tidak mau aku pergi juga kerumah pak Burhan, aku pergi sendiri karena tahu rumahnya yang paling bagus dikampungku. Ayah juga tidak keberatan. Rumahnya hampir mirip dengan pak Ayub yang dikota. Pak Burhan punya 3 anak, 1 perempuan sudah menikah dan tinggal di Jakarta, yang kedua kuliah di Bandung dan satu lagi satu sekolahan dengan ku nama Angga. Aku tidak dekat dan akrab, dia anak basket dan populer di sekolah.

Aku berada di depan rumahnya, aku heran sebenarnya kenapa dia mau dipijat seperti itu, tentara yang aku tahu identik dengan kegagahan dan kejantanan ! Yah sudahlah, nanti juga aku tahu masalahnya, paling juga tidak jauh-jauh dari cepat muncratnya ha... ha ...! Kebanyakan seperti itu sih !

"Asssalamualaikum ... !" Sambil mengetuk pintu kayu, karena pintu gerbangnya terbuka.

"Punten ... punten ...!" Kok sepi ya. Aku akhirnya memencet bel disamping pintu. Tak lama pintu dibuka sepertinya pembantu rumah.

"Mau ketemu siapa ?"

"Anu ... saya diminta pak Burhan kesini, saya Dasep tukang pijit !" Jelasku padanya, dia menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki tidak percaya aku seorang tukang pijat.

"Tunggu sebentar !"

"Oh iya, Bi kasih tahu saya cucunya Ki Seno !"

"Oh ... incu Ki Seno ...!" Jawabnya baru mengerti dia mengangguk.

"Ya udah masuk atuh ...!" Katanya sambil mempersilahkan masuk. Aku pun masuk, dan tertegun melihat ruang tamu yang mewah.

Sofanya besar ada satu yang panjang 2 yang kecil, meja kaca, lemari kaca dengan dipenuhi barang antik, piala dsb, di pojok ada 2 guci besar, dan seperti biasa ada lukisan di dinding dan foto keluarga.

"Tunggu sebentar, bibi panggilkan tuan ya !" Ujarnya sambil masuk kedalam. Aku duduk di sofa kayu yang empuk. Sambil menunggu, aku memperhatikan sebuah foto pak Burhan dengan berpakaian lengkap tentara tampak tampan gagah, berkumis tipis. Tubuhnya tidak gemuk proposional tegap kekar khas tentara.

Tak lama keluarlah seseorang lelaki memakai kaos hijau ketat dan celana pendek, siapa lagi kalau pak Burhan ! Dia tersenyum.

"Sudah lama Sep ?" Tanyanya kemudian duduk, sebelum ku jawab pembantu tadi keluar membawa minuman dan cemilan buatku.

"Belum pak baru saja !" Jawabku.

"Oh, saya minta maaf tadi sedang istirahat kemarin baru pulang dari luar kota !" Ujarnya.

"Oh, jadi bapak mau saya pijit ?" Dia mengangguk.

"Iya nih, badan saya pegel-pegel !" Aku menatapnya.

"Ya, sudah atuh pak kita mulai !" Kataku, dia kembali mengangguk sambil berdiri, aku juga. Kami pun pergi ke sebuah kamar. Dia pamitan dulu sebentar keluar. Rumahnya sepi, pada kemana ya, pada pergi kah ?

Tak lama dia datang, dan langsung menutup dan mengunci pintu. Dadaku sedikit berdebar-debar.

"Saya, buka baju ?" Tanyanya, aku mengangguk. Aku sendiri duduk di pinggir tempat tidur.

"Semuanya ?" Katanya lagi sambil tersenyum. Mukaku memerah.

"Anu, pak biasa aja seperti mau dipijit !"

"Oh, saya kira mau telanjang !" Dia kembali tersenyum, apa dia sedang menggodaku.

"Itu mah nanti saja atuh pak ! Kan mau dipijit itunya !" Jawabnya.

"Apa engga sekalian !" Kembali dia menggodaku, dadaku semakin berdebar. Aku menggeleng.

"Ya sudah !" Dia pun membuka semuanya kecuali cd nya berwarna putih polos tipis ? Aku melihat secara jelas kepunyaannya yang berwarna coklat besar ? Aku menelan ludahku. Aku berdiri.

"Silahkan pak tiduran !" Perintahku. Dia mengangguk dan tidur terlentang, tubuhnya kekar berotot, perutnya terlihat punya abs, ada bulu halus di dada. Dan bagian perutnya, untuk usia 40 an dia masih sempurna.

"Kenapa melihat seperti itu ?" Tanyanya aku terkejut.

"Anu, badan bapak bagus !" Dia tertawa.

"Boleh saya buka celana pak !" Tanyaku lagi. "Soalnya suka keringatan !" Dia mengangguk. Aku membuka celana panjangku, di baliknya hanya memakai celana bola berwarna biru. Aku menyimpannya di meja, dan membuka tas kecilku bila sedang bertugas menyimpan botol berisi minyak dan kaos ganti bila basah oleh keringat. Aku membalik dan pak Burhan menatapku dari ujung rambut sampai kaki.

"Badan kamu bagus, Sep !"

"Ah, bapa bisa saja ! Ayo pak kita mulai, tengkurap ... !" Perintahku dan naik ke tempat tidur. Pak Burhan membalik tubuhnya. Aku menelan ludah mengagumi tubuh sempurnya,

Aku mulai mengoleskan minyak ke telapak tanganku dan mulai memijitnya ...

Bersambung ...

------

Maaf, kalau ada kesalahan atau typonya ...

DASEP SI TUKANG PIJATDär berättelser lever. Upptäck nu