Gaga dan Naka

10.1K 489 268
                                    

Pairing: Hyunjeong

infos and warning : ini cerita yang di lokal-lokalkan. penulis tidak bermaksud menyinggung budaya, agama maupun adat manapun.

Hwang Hyunjin as Gandring Lawana

Yang Jeongin as Janaka

.

Gaga dan Naka

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepada-Nya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang..."
(QS: Ar-Rum : 21)

(((***)))

Desa Watucolo sudah tidak asing lagi dengan gejolak perang dingin antar dua tokoh besar dalam masyarakat desa tersebut. Namun kali ini agaknya masalah diantara kedua kubu bukan hal sepele yang bisa dianggap angin lewat seperti kemarin-kemarin.

Bermula ketika Ki Djarot Antoseno, lelaki berkumis tebal yang berprofesi sebagai dalang sekaligus pemanggul julukan sesepuh adat desa, bersikeras menggelar pagelaran wayang kulit dalam rangka penutupan acara peringatan Maulid Nabi. Bukan apa-apa, beliau hanya ingin warga kampung mengenal bagaimana para Wali jaman dulu memanfaatkan kesenian peninggalan Hindu tersebut untuk menyebar agama Islam di nusantara, sekaligus melestarikan wayang agar anak-anak muda tidak lupa bahwa mereka punya budaya.

Namun saran tersebut tidak diindahkan oleh tokoh besar Desa yang lain. Gus Hasyim, berpendapat bahwa pagelaran tersebut hanya akan buang-buang biaya. Sebab tidak main-main, sekali pentas, mereka harus merogoh kocek sebesar 45 juta rupiah. Pria yang menyandang status sebagai Ulama besar itu meminta warga untuk mempertimbangkan sekali lagi, barang kali uang sebesar itu bisa digunakan untuk hal-hal lain yang lebih penting.

"Begini, Gus Hasyim," Ki Seno mencoba membantah, sosoknya yang terkenal garang menatap Kyai di hadapannya dengan tidak bersahabat, "Pagelaran ini kan cuma setahun sekali, saya paham soal biaya, masalah itu bisa saya coba tekan dananya. Toh yang punya gamelan sama alat-alatnya saya sendiri, kok. Soal gajih, saya-nya ndak perlu di gajih."

Gus Hasyim yang tenang namun berwibawa mengulum senyum, "Apa tidak sebaiknya kita rayakan Maulid Nabi dengan sederhana saja? Tidak perlu meriah, yang penting kusyuk ibadahnya."

Ucapan tersebut membuat warga disekeliling berkasak-kusuk ribut, kedua kubu memiliki alasan kuat dengan opini mereka masing-masing, warga jadi bingung harus lebih berpihak kepada siapa.

"Lagipula uang segitu lebih baik digunakan untuk mbangun jalan atau Masjid saja, benar to Pak? Bu?"

((***))

"Daddy, udah deh ndak usah ribut terus sama Abah Hasyim. Voting warga kan wis jelas pada setuju sama pendapat beliau."

Alih-alih menghibur sang Ayah yang kalah suara dalam rapat desa tadi malam, Jongin malah mencak-mencak sendiri melihat Ayah-nya senewen hingga tidak mau makan dan mandi.

"Deda Dedi Deda Dedi matamu somplak i!" Ki Seno yang tadi sibuk mengurus perkutut piaraannya melempar putra semata wayangnya itu menggunakan kelompen, "Bapak belum kalah! kan perjanjiannya kalau bisa dapat dana 20 juta dalam dua minggu, acaranya bakal jalan!"

THE CLIPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang