13. Kau tak berubah.

19.5K 2.4K 285
                                    

"Hentikan dia!" peringat Ernest tak suka saat Kenzie menatap Ellina dalam.

Lykaios melirik Ernest tajam. "Kau tak lihat? Mereka baru saja bertemu. Tak peduli hal apapun yang telah terjadi, dia memiliki hak untuk bertemu dengan tunangannya. Ehm, maksudku mungkin mantan tunangan."

Dan kata-kata itu membungkam Ernest. Akhirnya semua diam dan hanya menonton. Duduk dalam diam dan saling mengamati. Rasa waspada mereka cukup jelas, tapi mereka menjadi sedikit lebih santai melihat Ellina yang tak bereaksi berlebihan.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Ellina sangat lirih.

Kenzie membeku, dia jelas masih terlalu terkejut. Bibirnya melihat bagaimana bibir tipis di hadapannya begerak menanyakan kabarnya. Dia tak menjawab, tapi tangannya terulur menyentuh pipi Ellina lalu, hidung, mata dan bibir. Perlahan, dorongan kuat menekan hatinya. Instingnya jelas merasakan kerinduan dalam dan bibirnya mengambil alih segalanya.

Cup!
Bibir Kenzie mendarat tepat di atas bibir Ellina. Mata Ellina terbelalak kaget. Dia belum terbiasa pada sikap Kenzie yang selalu di luar batas tahunya. Tapi dia tak membalas. Hanya diam. Pemandangan itu juga membawa decakan kagum dari semua orang. Mereka semua jelas bisa merasakan emosi yang terjalin antara keduanya.

"Merindukanmu," ucap Kenzie sangat lirih.

Matanya mengunci mata Ellina dan wajah Ellina yang memerah. Dia menarik pinggang Ellina lembut untuk bersarang pada pelukan erat tubuhnya.

"Aku benar-benar merindukanmu,"

Setelah penantian panjang dan pencarian yang tak kunjung membuahkan hasil, kata rindu jelas terasa ringan untuk Kenzie. Kenyataannya rasa rindu itu jauh lebih kuat dan hebat seakan telah berada di setiap tulang di tubuhnya. Dia tak bisa membayangkan bagaimana rasa khawatirnya beberapa tahun ini karena tak dapat melihat wanita yang dia cari. Tapi di saat pertemuan tak terduga seperti ini, seluruh pikirannya kosong dan hanya sentuhan penuh kerinduan yang bisa dia lakukan.

Ellina diam, tak menjawab atau pun membalas. Tapi dia merasa bahwa perubahan Kenzie dalam kehidupan ini adalah mengarah pada benang takdir yang tak akan putus. Dia tersenyum tipis, melepaskan pelukan itu dan bersikap sangat natural. Tampak sangat tenang dan tidak ketakutan.

"Aku tak--"

Cup!
Kenzie kembali membungkam bibir Ellina dengan bibirnya. Itu kilat, ringan dan tanpa nafsu. Ciuman itu benar-benar tulus dan penuh kerinduan. Sungguh, dia tak siap mendengar kata-kata apa pun yang akan meruntuhkan rindunya. Dia hanya ingin, wanita ini tahu bahwa tak sedetik pun dalam tahun-tahun yang terlewat dapat dia lalui dengan nyaman. Hal itu membuat Ellina tertawa kecil.

"Ini berbeda dari yang aku bayangkan," ujar Ellina membawa kerutan di kening Kenzie. "Kupikir kau akan marah dan menanyakan kepergianku. Kupikir kau akan berteriak lalu menarikku paksa menuju mobilmu dan villamu."

Kenzie tertegun. Apakah dia seburuk itu? Meski tak dapat menyangkal tapi itu adalah caranya memberi tahu bahwa dia ingin melindunginya. "Itu yang kau pikirkan tentangku?" tanyanya sangat lembut. Dia tak bisa mengatakan apa pun, rasa rindunya terlalu besar hingga membuat seluruh isi kepalanya kosong.

"Bukankah itu yang kau lakukan padaku dulu?" ucap Ellina dengan menunduk. "Keluargamu bahkan mengirimkan orang untuk melenyapkanku,"

Mendengar kata-kata lirih itu seluruh perasaan Kenzie membuncah. Ada rasa marah yang tersulut tapi dia tak menunjukkannya. Dia merapatkan tubuhnya dan merengkuh tubuh Ellina hangat.

"Maaf, itu di luar aturanku. Aku tak tahu ibuku akan datang," ujarnya sangat lirih. Kenzie tak tahu harus mengatakan apa, selain kata maaf. Seluruh hal yang telah dia lakukan terbayang. Dan rasa menyesal datang menyudutkan egonya. "Kau pasti sangat ketakutan saat itu. Kau pasti mengalami hari yang berat. Aku mencarimu, dengan seluruh kemampuanku. Tapi, aku gagal. Maaf,"

Sweet Dream CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang