39. Kematian Lexsi

12.7K 1.5K 392
                                    

"Aku akan pulang sendiri," ujar Ellina tiba-tiba membuat langkah Kenzie berhenti di depan sana.

Kenzie menoleh dengan ekspresi datar. "Kuantar"

Ellina menggeleng, mereka baru saja keluar dari mall dan mulai bersitegang seperti biasanya. Ellina bahkan tetap berdiri di halaman mall dan terlihat tetap seperti itu. Membuat Kenzie melangkah mundur dan menarik tangan Ellina.

"Ellina,"

Panggilan asing itu membuat Kenzie dan Ellina menoleh, Wilton baru menyadari bahwa sekitarnya sangat sepi, juga termasuk mall di dalam sana. Melihat Ellina yang tengah bersama Kenzie, senyumnya terkembang. "Bisa kita bicara sebentar?"

Kenzie melepaskan tangan Ellina, "Aku akan membiarkan kalian bicara. Lander akan datang menjemputmu, nanti." dia sangat tahu kedatangan Wilton kali ini, dia sudah memprediksinya. Tapi dia tak menyangka, bahwa Wilton akan tahu secepat ini. Sepertinya, dia lagi-lagi terlambat satu langkah. Jadi dia harus segera menyusun rencana dengan cepat.

Ellina tak mengerti kenapa Kenzie tiba-tiba tak memiliki pendirian untuk mengantarnya pulang, tapi memilih menyerah. Dia menatap Wilton aneh, dan tiba-tiba meraih tangan Kenzie cepat. Tatapan memohon kini terlihat di wajahnya. Tentu, dia mulai takut, jika Kenzie menginggalkannya bersama Wilton, mengingat perhatian Wilton sangat aneh padanya.

Melihat tangannya di raih tiba-tiba, Kenzie tertegun. Dia melihat tatapan Ellina dan dua sudut bibirnya meringkuk membentuk senyum yang sangat tipis. "Dia tak akan melukaimu. Percayalah, kau akan baik-baik saja. Lander akan datang sebentar lagi."

Sepeninggal Kenzie, Wilton dan Ellina duduk di sebuah cafe yang tak jauh dari mall. Saat ini, Ellina lebih bersikap hati-hati dan waspada karena cafe ini adala cafe tempat ia bertemu dengan Zaccheo siang tadi. Mengingat kata-kata Lander tentang Kenzie yang menyelamatkannya, membuat sikap waspada Ellina meningkat. Namun anehnya, Wilton tak mengatakan apapun dan hanya menatapnya meski waktu telah berlalu lima belas menit.

"Bagaimana kau menjalani hidup selama ini?"

Ellina mengerutkan alisnya mendengar sebuah pertanyaan yang baru saja Wilton lontarkan. Dia melihat sekali lagi dan merasa aneh saat melihat raut sedih di sana. "Aku ...," ucapnya menggantung, dia bahkan tak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba perasaan sedih juga menderanya saat dia mencoba mengingat kembali hidupnya.

Melihat Ellina yang ragu, Wilton tersenyum miris. Hatinya terengut dan teriris. Dia menyodorkan teh di depan Ellina lembut. "Kau pasti mengalami hidup yang sulit," Putriku, lanjutnya dalam hati.

Ellina menggeleng pelan dan tersenyum menyembunyikan semuanya. "Tidak, paman. Aku hidup dengan baik,"

Melihat wajah putrinya yang tersenyum, hati Wilton kian teremas sakit. Dia bahkan tanpa sadar mengeratkan genggaman tangannya yang berada di bawah meja. Tatapannya penuh kasih sayang dengan air mata yang mengumpul di sudut mata. "Gadis yang baik. apa kau benar-benar kesulitan? Mulai sekarang, kau bisa datang padaku saat mengalami masalah. Paman ini akan membantumu,"

Dan saat kata terakhir terucap,air mata Wilton menetes tanpa bisa di tahan. Perasaanya memburu, dia ingin memeluk putrinya tapi dia tahu, bahwa putrinya akan sangat ketakutan padanya. Dan hal itu kian menyiksanya. Dia merasa seluruh dunia yang dia bangun kai ini terasa mencekik dan juga membrikan harapan secara bersamaan. dia hanya tak tahan saat melihat tubuh ellina yang kurus meski wajah cantik itu terlihat sangat tegar.

Lihatlah, putri kita telah tumbuh menjadi gadis yang cantik. dia sangat tegar hingga aku merasa gagal menjadi seorang ayah. Delvina, kau pasti menghukumku karena menyembunyikannya selama ini. Bagaimana? Bagaimana bisa aku tak tahu, bahwa kau memiliki darah dagingku dan telah tumbuh sebesar ini. Aku benar-benar merasa seperti seorang bajingan dan tak pantas di panggil ayah olehnya.

Sweet Dream CinderellaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum