28. Ayah, Dia Gila!

16K 1.9K 189
                                    


Malam ini Ellina benar-benar kembali ke kamarnya di rumah keluarga Rexton. Dia meneliti seisi kamarnya meski tak banyak yang berubah. Selain barang-barangnya yang raib sejak dia tinggalkan dua tahun lebih yang lalu.

Berdiri di dekat jendela, menatap halaman luar samping dari balik kaca jendela. Sosoknya yang ramping, dalam balutan piyama hitam tampak sangat rapuh dengan rambut panjang yang tergerai. Kedua tangannya tersilang di depan dada dengan ekspresi wajah tenang.  Sangat tenang meski waktu telah berlalu dari tengah malam.

"Bukankah ini lucu? Dulu aku lari bahkan ingin sekali keluar dari rumah ini, tapi hari ini, aku kembali. Kembali dan bahkan mengalami malam panjang yang buruk kembali," desis Ellina lirih.

Mata Ellina terpejam rapat. Semua ingatan dari dua tahun lalu kembali terbayang. Dari awal saat dia diberi kesempatan untuk memulai kembali kehidupan. Lalu lari dari takdir yang mengikatnya bahkan harus berusaha sekuat tenaga untuk merubahnya.

Tapi hari ini, dia berencana memulai kembali. Menjalani takdirnya dan menghadapi semuanya. Dia akan mengikuti garis takdirnya dan tak akan lari dari kenyataan. Meski harus membawanya untuk merasakan sakit untuk kesekian kalinya.

Matanya yang terpejam tiba-tiba terbuka cepat, saat telinganya mendengar seseorang membuka pintu kamarnya pelan. Dia berbalik, menatap pintu kamarnya dan tersenyum tipis. Dia sudah memperkirakan ini. Tapi dia tak menyangka bahwa semua tebakannya akan benar dalam waktu secepat ini.

Ruangan kamar yang gelap membuat sosok Ellina tak terlihat di antara tirai jendela yang melambai karena terpaan angin. Sosoknya yang halus lebih terlihat seperti malaikat yang penuh waspada dan dendam yang luar biasa. Saat pintu kamarnya terbuka pelan, lalu tertutup kembali, dia masih mengamati dengan mata hitamnya.

Di dalam kegelapan, dia bisa melihat dengan jelas, seseorang mengendap endap masuk dengan hati-hati. Mendekati tempat tidurnya lalu menarik selimutnya kasar hingga terjatuh dari tempat tidur. Ellina pun menggeser tubuhnya pelan tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Mendekati saklar lampu dan menunggu saat yang tepat.

"Mati! Mati! Kau harus mati! Hahahaha, kau harus mati di tanganku, Ellina!"

Ellina mennggeleng pelan mendapati sosok yang masuk ke kamarnya beberapa menit lalu tampak menancapkan sesuatu di atas tempat tidurnya betulang ulang. Lengkap dengan suara penuh amarah juga dendam yang sangat besar. Bahkan tawa puas itu terdengar syahdu di telinganya karena bayangan tersebut berpikir telah berhasil membunuhnya.

Ctek! Tangan Ellina dengan santai menghidupkan tombol lampu kamar dan seketika ruangan gelap itu menjadi terang. Membuat sosok yang penuh amarah itu terkejut dan kebingungan. Plok, plok, plok, suara tepukan tangan Ellina menyambut. Senyumnya bahkan terlihat manis dengan tatapan geli.

"Owh, Lexsi. kau pasti sangat kecewa karena gagal membunuhku,"

Merasa terpanggil, Lexsi menoleh dan menatap nanar pada sosok Ellina yang berdiri bersandar di dinding kamar. Dia pun berbalik menatap hal di bawah tubuhnya yang ia himpit sedemikian rupa. Tampak satu boneka berukuran besar dengan seluruh isi dracon hampir keluar dari tempatnya. Membuat mata Lexsi menatap tak percaya.

"Ka-kau, menipuku?" tanyanya dengan desisan penuh dendam.

Ellina hanya menutup bibirnya dengan lima jarinya pelan. "Ups, kau pasti sangat kecewa. Karena boneka itu bukan aku. Benar, bukan?"

Lexsi turun dari tempat tidur dengan pisau putih tajam di tangannya. Dia tertawa histeris bahkan meyerupai orang yang hampir gila. "Bagaimana bisa? Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku?" teriaknya sangat marah dengan langkah kaki yang terlihat memburu.

Ellina melihat itu, bahaya yang mulai mendekati dirinya. Dia bergeser ke samping dengan tangan meju ke depan, seakan menahan sesuatu yang akan mendekati dirinya.

Sweet Dream CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang