21

11.4K 3.1K 391
                                    

"Lepas! Kalian mau bawa saya kemana?!"

Teriakan demi teriakan menggema di koridor sekolah. Donghyun yang ingin pulang tiba-tiba dibawa paksa oleh Jungmo dan Seungyoun ke suatu tempat.

Panik menghampirinya, apalagi dia dibawa ke halaman belakang sekolah yang terkenal angker dan banyak yang sering kerasukan disana.

Tentu hal itu menarik mereka karena energi dari Donghyun yang merupakan anak yang memiliki kemampuan spesial.

"Haha! Lo mau teriak pun gak bakal ada yang denger, semuanya udah pulang!"

Jungmo tertawa seraya mendorong Donghyun ke tembok dengan keras. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya untuk mengecek pesan yang baru saja masuk.

"Satpam udah pergi. Bagus, kalau begitu gak akan ada yang tahu apa yang kita lakuin hari ini," ucap Jungmo dengan senyum anehnya.

Jungmo menatap Seungyoun sebentar, lalu menggerakan kepalanya, mengisyaratkannya untuk bertindak.

"Lakuin sekarang."

"Kalian mau apa hah?!"

Donghyun mencoba berontak ketika Seungyoun dengan paksa menarik tasnya dan melemparnya asal. Tentu saja dia tidak tinggal diam, dia berusaha melawan, namun dirinya tiba-tiba mendapat tendangan dari depan.

"Lo diem aja deh, soalnya ini demi kebaikan kita semua," kata Jungmo lalu tertawa lagi.

"Woi, nih orang kapan dibunuhnya?"

Donghyun terbelalak terkejut. Jadi, mereka membawanya kesini untuk membunuhnya?!

"Kalian gila, ya?! Kalian bunuh saya juga gak ada gunanya, kalian cuma memperkeruh suasana yang terjadi di-"

"Banyak omong," potong Seungyoun kesal lalu mendorong Donghyun ke tembok.

"Denger ya, lo itu cuma masalah disini. Sejak kehadiran lo, semuanya berubah. Kalau lo mau tau, rohnya Dohyun sama Hangyul keambil gara-gara lo!"

Jungmo mengisyaratkan Seungyoun diam dengan jari telunjuknya. Kemudian, dengan santainya dia menarik kerah seragam Donghyun, membuatnya sedikit tercekik.

"Muka lo yang sok polos ini bikin gue mau muntah, cih. Emang bagusnya lo langsung dibunuh aja."

Donghyun mengepalkan kedua tangannya erat, sampai tak sadar kalau dia memukul Jungmo tepat di wajahnya, membuat Jungmo mundur ke belakang.

"Maaf, jangan pikir saya gak tahu apa yang bakal kalian lakuin. Ingat satu hal, kalian bakal menyesal!"

Jungmo memegang pipinya yang terasa ngilu akibat pukulan Donghyun yang tidak main-main.

"Oke, kalo itu mau lo." Jungmo tiba-tiba tersenyum miring. "Habisin dia sekarang."



BUGH!

BUGH!

BUGH!




Pukulan demi pukulan Donghyun terima. Wajah, perut, badan, semua pukulan itu membuat Donghyun tak sanggup berdiri.

Tapi, hal itu justru membuat Jungmo semakin puas, lalu ikut memukul bahkan menendangi Donghyun yang berusaha melawan dan melindungi dirinya.

"Ayo dong lawan, masa diem doang, cemen."

Donghyun memejamkan matanya, erangan sakit ia tahan sebisa mungkin agar tak memancing keduanya untuk semakin memukulnya.

Sebenarnya dia tidak tahu mengapa mereka tega melakukan ini padanya. Apakah karena dia bisa menghentikan semuanya dan takut popularitas mereka menurun karena dirinya?

"PUKUL YANG KUAT! JANGAN BIARIN DIA HIDUP!" Seru Jungmo sambil tertawa bak kesetanan.

"BERHENTI!"

Dua orang siswa laki-laki berseru keras, membuat Jungmo dan Seungyoun berhenti.

Mereka berdua saling melempar pandang, kenapa masih ada orang di sekolah?

"Kalian siapa? Lebih baik kalian pergi, gak usah ikut campur!" Perintah Jungmo tegas namun santai.

Awalnya mereka berseru karena mereka ingin memberhentikan tindak pembullyan yang ada. Tapi, setelah melihat siapa yang jadi korbannya, mereka berdua terpancing emosi.

"Pergi sekarang sebelum gue marah," ucap salah satu dari mereka penuh penekanan, terdengar mengancam.

"Marah? Lo pikir gue takut," balas Jungmo meremehkan.

"Rekaman selesai, lo pergi sekarang atau gue laporin tindakan kalian ke pihak sekolah," ancam yang satunya dengan tawa mengejeknya.

Seketika Jungmo dan Seungyoun panik. Jungmo mengerang kesal lalu menunjuk mereka dengan geram.

"Lihat aja nanti."

Begitu katanya sebelum pergi bersama Seungyoun.

Sementara itu, mereka berdua segera membantu Donghyun yang tampak tak kuat berdiri sambil terus meringis.

"Ya ampun, lo mimisan!"

"Saya gak apa-apa."

"Gak apa-apa gimana?! Itu muka hancur begitu, mana berdarah juga! Ayo pulang, kita obatin!"

Sambil dipapah, Donghyun berdiri pelan-pelan, bahkan hampir jatuh kalau tidak segera ditahan.

"Kak, lo bawa mobil, kan? Lo duluan aja ke parkiran, Donghyun biar sama gue aja."

Yang ditanya mengangguk singkat. Dia melepas rangkulan tangan Donghyun di pundaknya pelan-pelan dan segera menuju ke parkiran sekolah.

"Hyeongjun."

Pemuda berambut ikal tersebut menoleh. "Ya?"

"Kenapa kamu sama Kak Yuvin masih di sekolah?"

"Gue habis piket dan mau pulang, kalo Kak Yuvin habis main basket di lapangan. Gue gak sengaja papasan sama dia di koridor. Terus tiba-tiba ada yang kasih tau kalau lo lagi dihajar sama mereka, gue otomatis lari kesini lah."

"Siapa yang kasih tau?"

Hyeongjun diam, tak menjawab pertanyaan Donghyun. Dia memilih mempercepat langkahnya dan berhati-hati memapah Donghyun.

Donghyun ikut diam. Hyeongjun memang teman Donghyun sejak kecil, tapi dia melupakan satu hal. Lupa kalau Donghyun dapat membaca pikirannya.

"Itu mobil Kak Yuvin," ucap Hyeongjun memberi tahu, terdengar sekali dia sedang mengalihkan topik.

"Hyeongjun."

"Ya?"

"Yang kasih tau kalian itu-"














































"-Kak Yunseong?"

|3| Mirror | X1 ft. BY9 ✓Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu