30

10.4K 3K 1.1K
                                    

Seoul, 2010

"Eunsang~!"

Pemuda berambut hitam pekat ini melambaikan tangannya pada teman baiknya.

Kang Minhee namanya.

"Gimana ujiannya? Bisa ngerjainnya?" Tanya Eunsang begitu Minhee tiba di depannya.

"Bisa dong, soalnya gampang banget, Sang. Gue kan jago kimia," kata Minhee membanggakan diri.

Eunsang mendengus sebal. "Iya deh iya, anak dokter mah beda. Apalah daya gue yang bisa ngerjain beberapa soal doang."

Melihat temannya itu murung, Minhee segera merangkulnya, menyalurkan semangat dari dalam dirinya.

"Hei, jangan gitu dong, lo kan pinter. Masa peringkat dua seangkatan gak pinter," celetuk Minhee seraya membawa temannya itu ke taman sekolah.

Eunsang menghela nafasnya. Mungkin bagi Minhee mudah, tapi baginya sangat sulit mengingat prestasinya menurun belakangan ini.

Seharusnya dia meningkatkannya di kelas akhir seperti ini, bukannya malah menurun. Bisa habis dia dimarahi orang tuanya.

"Eh Sang, kalau lo masih dikasih kesempatan hidup, lo mau ngapain?" Tanya Minhee random.

"Gue mau bantu orang lain, gue gak mau sifat jelek gue terus berlanjut, cukup Yunseong aja yang sakit gara-gara gue."

Yunseong? Oh iya, Minhee ingat kalau Eunsang memiliki adik sepupu bernama Yunseong. Adik sepupunya itu sangat menggemaskan di mata Minhee, sungguh.

Kalau diperbolehkan, mungkin Minhee akan membawa Yunseong ke rumahnya dan tidak akan membiarkannya pulang saking gemasnya.

Tidak-tidak, bercanda saja.

"Kemarin, dia ketabrak mobil gara-gara gue suruh beli es teh di pinggir jalan. Gue udah teriak nyuruh dia buat berhenti, tapi dia gak denger dan ketabrak. Gak cuma itu, tangan kanannya kelindas motor yang lewat," curhat Eunsang dengan kepala tertunduk.

Minhee yang mendengarnya terkejut. Tunggu, kelindas motor? Gila, membayangkannya saja sudah merinding dan ngilu, apalagi yang merasakan.

"Gue emang keterlaluan, gue gak pernah bersikap baik ke dia. Tapi aslinya gue sengaja karena gue mau lebih deket sama dia, ternyata enggak," lanjutnya sendu.

Minhee bingung harus bagaimana melihat Eunsang yang terlihat ingin menangis. Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benaknya.

"Eunsang."

"Hmm, apa?"

Minhee tersenyum lebar. "Ke cermin, yuk."


















































Cermin kuno dengan pinggiran berukiran indah namun terkesan misterius itu membuat Eunsang terpana untuk yang kesekian kalinya.

Cermin di depannya ini adalah cermin yang bisa digunakan siswa-siswi disini untuk bercermin ketika selesai olahraga atau baru keluar dari toilet.

Jujur, ketika bercermin disana terasa membahagiakan. Mungkin itu sebabnya Minhee menyarankan kepala sekolah untuk memasang cermin itu disana.

"Hee, lo beli cermin ini dimana?" Tanya Eunsang sambil menatap Minhee.

"Gue beli di pasar, kata penjualnya cermin ini bakal bawa perubahan ke sekolah kita," jawab Minhee excited karena tak sabar untuk mengetahui perubahan apa itu.

"Lo percaya begituan?" Eunsang menaikkan sebelah alisnya. "Gue malah curiga penjualnya itu bohongin lo. Lagian, cermin tua kayak gini mana bisa bawa perubahan."

Eunsang terus meremehkan cermin yang ada di belakangnya. Dia tidak menyadari kalau Minhee sedang mendekat pada cermin dan membaca sesuatu.

"Bangkit... lah, roh... roh jahat yang... ada di cermin? Eh tunggu, apa?!"

Prak!

Minhee terlonjak ke belakang ketika sepasang tangan muncul dari cermin. Apa itu?!

"Minhee, lo kenapa?"

Minhee terbelalak.

"EUNSANG, AWAS!"

Dengan sigap Minhee menarik Eunsang, membuat mereka berdua jatuh tersungkur ke lantai.

"Sang, maafin gue, gue salah."

"A-apa?"

"Wah, kayaknya gue harus berterima kasih ke kalian karena keluarin gue dari cermin."

Sepasang sepatu berhenti di depan mereka, membuat mereka mendongakkan kepala dan melihat seorang pria sedang tersenyum padanya.

"G-gue gak keluarin lo dari cermin!" Bantah Eunsang keras.

"Sang, gue yang keluarin dia."

Eunsang menoleh pada Minhee. "A-apa?! Kok bisa?!"

Minhee menatap Eunsang sendu. "Gue baca tulisan yang ada di pinggir cermin. Maaf, Eunsang."

Gila, Minhee sudah gila! Sekarang apa yang harus mereka lakukan? Ah, mereka harus memberitahu soal ini pada pihak sekolah.

"Kalian mau gabung sama gue?" Tanya pria itu tiba-tiba.

"Cih, kita gak mau," decih Eunsang.

"Ohh, begitu, ya." Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya, membalas perkataan Eunsang yang sinis padanya.

"Kalian tetap gak mau?"

"Cih, gue yakin lo gak tuli." Begitu kata Eunsang sebelum bangun dan menarik Minhee lalu pergi.

Pria itu menatap keduanya dengan seringaian penuh arti. Jadi, mereka tidak mau, ya?











































Keesokan harinya, petugas kebersihan sekolah menemukan mayat mereka di gudang tanpa luka sama sekali.

Tak hanya itu, di lantai ada tulisan yang sengaja ditulis dengan darah, lebih tepatnya di dekat tubuh Eunsang.

'Hancurkan cermin itu, jangan buang.'



















Tapi pihak sekolah tak peduli, mereka malah membuang cermin itu jauh-jauh dan tak sengaja ditemukan oleh laki-laki bermarga Cha yang sedang iseng mengorek-ngorek tong sampah.

Laki-laki berusia lima tahun tersebut terlihat senang lalu membawa cermin itu pulang.








































































Rupanya, permintaan Eunsang kala itu akan terjadi. Karena beberapa tahun kemudian, cermin itu kembali terpasang disana, dipasang oleh seorang pemuda karena mendapat pesan dari dalam mimpinya.

Cha Junho, sepupu Kang Minhee.

|3| Mirror | X1 ft. BY9 ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora