BAB 1

1.8K 64 0
                                    

Sekarang dikerajaan Rumah Perdamaian sedang melangsungkan pesta, pesta ini adalah perayaan Wedding anniversary. Sang anak, ya siapa lagi kalo bukan Pangeran Mateen.

Pesta nya pun berjalan dengan lancar, kakak tertua mau pun adik-adik pangeran Mateen pun hadir, Vela tak tau kalau ulang tahun pernikahannya bakalan semeriah ini. Padahal ia tak terlalu berharap karena ia sadar diri.

Saat ini seluruh anggota kerajaan pun sedang bersantai diruang keluarga, penasihat kerajaan pun ikut hadir. Tapi saat sang raja bertanya tentang kehamilan sang menantu disitu ruang tersebut merasa mencekam.

"Vela bagaimana hasil nya? Apakah positif atau negatif lagi?" Tanya sang raja.

Vela pun hanya bisa menunduk karena ia tak tau bagaimana caranya agar ia bisa menjawab pertanyaan yang mudah bagi semua orang tapi tidak bagi dirinya.

"Maaf ayah, mungkin belum rezeki kami. Aku pun dan Vela sudah berusaha tapi Tuhan berkehendak lain." Jawab Mateen.

"Dari dulu! Kau bilang usaha-usaha terus. Jangan coba coba kamu menutupi kekurangan wanita ini! Ayah gak suka! Lebih baik kamu dan dia bercerai saja! Masih ada Anisha yang sudah jelas asal usul nya, tak seperti dia! Wanita yang tak sempurna!" Setelah itu sang raja beranjak pergi dari ruangan itu.

Sedangkan Vela sudah terisak sambil menunduk karena ia malu dikatain kalau ia bukan wanita yang sempurna. Karena bagi wanita kesempurnaan hidup nya adalah saat sudah menikah dan mempunyai anak.

Sedangkan ratu kholnaliga Vernan Khan, hanya bisa mengembuskan nafas lelah nya, karena ia pun pingin banget mempunyai cucu dari Mateen, tapi apa daya? Ia tau bahwa sang menantunya sedang keadaan sedih, jadi ia pun mengampiri Vela dan di peluk nya lah sang menantu.

"Sstt.. sudah Vela, jangan bersedih. Jika itu sudah rezeki mu pasti dia sudah ada disini, didalam rahim mu." Ujar sang ratu sambil mengelus perut rata Vela.

Mateen yang menglihat sang istri menangis sesegukkan pun tak tega, ia samperin dan ditarik nya lah Vela dari dekapan sang bunda, ia pun menarik Vela tanpa berkata-kata lagi dengan sang bunda. Sungguh ia tak tega dengan sang istri. Ia dan Vela pun ingin mempunyai momongan yang di damba kan sang ayah, tapi Tuhan berkehendak lain, selain bisa pasrah ia dan Vela tak tau mau bagaimana lagi.

Terapi pun sudah di lakukan tapi hasil nya pun tak memuaskan. Ia tau bahwa Vela sering manahan sakit di sekitar perut dan punggung, tapi tak pernah pun Vela mengeluh atau bolos waktu terapi di langsungkan.

Pas sudah di kamar ia pun memeluk sang istri yang masih terisak di dalam dekapan nya.

"Sudah Vela. Jangan di pikirkan, anggap saja ucapan ayah tadi hanya angin lalu. Aku gak mau ini akan menjadi beban mu. Ingat! Aku akan setia kepada mu walau pun kau dan aku gak bisa memiliki anak, masih ada ka Zeylan atau siapa pun. Aku pun tak mau kau dan aku berpisah, cukup ada di samping ku itu sudah lebih dari cukup." Ujar sang pangeran.

Vela tau bahwa Mateen juga pingin memiliki momongan, tapi apa daya? Ia tak bisa memberikan anak kepada sang suami.

"T..tapi k..ka aku... aku berasa jadi istri tak berguna kalau seperti itu. A..aku akan merelakan kaka nikah lagi, tapi dengan satu syarat...

Jangan ceraikan aku atau apapun. Cukup aku jadi istri mu sepanjang hidup dan aku akan pergi dari sini, aku butuh waktu buat menerima kembali bahwa aku bukan istri kamu satu satu nya."

Vela menjeda ucapannya karena terakhir kata ini sangat menyakitkan bagi dirinya. Ia pun tersenyum dengan tenang tapi dibalik tenang nya itu ada banyak keresahan didalam hati nya.

"Aku juga tak mau kaka mencari ku atau apapun itu, satu yang ku pinta. Izin kan aku buat terbebas dari semua ini, izin kan aku bahagia untuk sementara waktu, izin kan aku buat terbebas dari semua masalah ini, andai kaka mencintai dia aku ikhlas, tapi satu yang ku pinta jangan cari aku atau nafkahi aku. Aku tak tau kapan aku akan kembali ke kehidupan kaka, eum.. aku.. aku akan kembali kalo aku udah siap. Besok pagi aku akan pergi, kaka.. ah sudah lah lupakan ini, ayo kita tidur! Ini udah larut." Kata Vela.

Sungguh ia tak mampu mengatakan kata untuk salam perpisahan kepada sang suami. Ia benar benar mencintai dan menyayangi Mateen. Tapi takdir berkehendak lain, yaitu meminta mereka untuk merelakan satu sama lain.

"T..tapi Vela, ak..aku tak sanggup melepas kamu tanpa bodyguard atau siapa pun tanpa pengawasan ku dan juga apa tadi kamu bilang? Tanpa nafkah? Sama saja kamu menabungkan aku segudang dosa jikalau aku tak memberi mu nafkah." Ujar sang pangeran.

Ia tak bodoh soal agama, karena ia tau jikalau ia tak memberi nafkah selama 3 bulan didalam agama Islam kita sudah jatuh talak.

"Dan juga, semisal aku tak memberi mu nafkah selama lebih dari 3 bulan didalam agama kita jatuh talak." Kata sang pengeran lagi.

Sungguh ia tak mau melepas Vela, ia sungguh mencintai wanitanya ini apa pun keadaannya.

"Aku ikhlas, aku tak apa, jika kau tak menafkahi ku selama aku pergi."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.

.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.

Udah dulu yaaaa....

FOR MY HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang