BAB 34

445 15 0
                                    

"Sudah saya bilang! Cepat! Kamu! Keluar! Dari! Istana ini! Kalau tidak.." ucap sang pangeran Mateen dengan menggantung.

Sang pengasuh pun mendongak, tepat didepan wajahnya. Wajah pangeran Mateen, ia pun kembali menundukkan kepalanya.

"Kau dan juga keluarga kau! Akan mati detik ini juga!" Ujar pangeran Mateen lalu langsung menggendong kedua anaknya keluar dari kamar tersebut dan menyisakan sang pengasuh sendirian yang menangis sesegukkan.

#############

Sang pengeran Mateen pun berjalan kearah kamar miliknya, dengan kedua anak nya di tangan kanan dan kirinya. Kedua anaknya sudah berhenti menangis sejak sang papah datang. Tetapi, rahang sang pangeran Mateen masih mengetat. Ia marah akan sang pengasuh yang berani beraninya hendak menyentuh tubuh kedua anaknya, dirinya saja tidak pernah melayangkan pukul'an kepada sang anak. Jangankan melayangkan pukul'an, memarahinya saja ia tak pernah. Saat didepan pintu kamar, dengan susah payah pangeran Mateen membuka pintunya karena ada kedua anaknya ditangan. Dengan sedikit perjuangan, akhirnya pintu terbuka. Ia letakkan Delio terlebih dahulu, baru setelahnya Delia.

Pangeran Mateen pun mensejajarkan tingginya dengan ranjang miliknya. Ia tersenyum melihat sang putera yang sedang menghisap tangan sang putri. Pangeran Mateen pun mengacak acak rambut Delia maupun Delio.

"Papah sangat sayang sama kalian berdua. Papah mandi dulu, jangan tengkurap ya kalian berdua? Nanti jatuh, papah yang disalahkan mamah kalian." Ujar sang pangeran Mateen.

Lalu ia pun mengambil guling serta bantal untuk menghalang'i agar kedua sang anak tak jatuh kebawah. Bisa gawat nanti jika kedua anaknya jatuh. Setelah serasa aman, pangeran Mateen pun mengambil emping kedua sang anak kekamar anak anaknya. Padahal, ia sangat malas kalau bertemu dengan sang pangasuh. Tapi mau tak mau, suka tak suka. Pangeran Mateen harus mengambilnya, agar sang anak tak rewel. Ia buka pintu, ia melihat sekeliling. Ternyata sudah tak ada lagi sang pengasuh. Langsung ia pun mengambil emping sang anak.

Emping tersebut berwarna, yang berwarna biru tua punya Delio sedangakan yang berwarna biru muda punya Delia. Pangeran Mateen tak mau membelikkan perlengkapan sang kedua anak, dengan berbeda warna. Ia tak mau jika, sang kakak berwarna biru sang adik harus berwarna pink. Tetapi berbeda, yaitu sang kakak harus berwarna biru tua sedangkan yang adik berwarna biru muda. Setelah mengambil emping tersebut, pangeran Mateen pun mengambil aroma terapi supaya tak nyamuk nanti. Punya dirinya ada, tetapi tak buat untuk menghalang nyamuk. Setelah serasa cukup apa yang ia ambil, pangeran Mateen keluar dari kamar sang anak.

Sang pangeran Mateen pun keluar kamar anak anak nya. Ia buka pintu kamar miliknya, ia berjalan kearah Delio serta Delia. Ia masukkan emping itu kepada kedua anak anaknya. Setelah itu ia pun berjalan kearah colokkan, ia pun menghidupkan aroma terapi tersebut. Setelah itu ia pun berjalan kearah kamar mandi, sebelum masuk kedalam kamar mandi. Pangeran Mateen tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, kedua anaknya ini sangat menggemaskan. Setelah itu baru ia menjalankan ritual mandinya, lima belas menit kemudian. Pangeran Mateen pun keluar dengan wajah yang lebih refresh serta air yang mengalir dari rambut hitam legam miliknya. Setelah itu ia berjalan kearah walk in closet. Setelah berbaju dengan alakadarnya, pangeran Mateen pun keluar dari walk in closet tersebut.

Saat berjalan kearah ranjang miliknya, ia tak melihat Delio dan juga Delia. Ia pun panik, lalu ia lihat kebawah. Tetapi tak ada, ia pun berjalan kearah pintu. Saat hendak memegang gagang pintu, handphone miliknya berbunyi. Ia pun mengambil handphone miliknya tanpa melihat nomor siapa yang menelpone miliknya.

"Siap.."

Sebelum pangeran Mateen menanyakan siapa yang menelpone dirinya, sang penelpone pun tertawa dengan kerasnya. Serta terdengar suara bayi menangis, pangeran Mateen pun masih mendengarkan apa kehendak dari sang penelpone.

FOR MY HUSBAND Where stories live. Discover now