chapter 5

1.2K 128 4
                                    

Warning
Typo
Selamat membaca

***

     Layaknya seorang ayah, bukankah sudah sepantasnya saat dirimu datang kesekolah dengan tujuan menjemput anakmu dan menghabiskan sisa hari dengan kebersamaan setelah tiga bulan berpisah.

Kim Namjoon dengan jaket kulit yang selalu melekat ditubuhnya, rambut yang selalu disisir rapi dengan mobil hitam kesayangannya. Berdiri dengan tegap mengundang decak kagum untuk siapa saja yang melihat. Termasuk para siswa dan guru guru disana.

     Sayangnya setelah setengah jam menunggu hanya ada seorang guru wanita yang menghampiri. Melaporkan jika anak kesayangannya kembali bolos dan tidak mengikuti pelajaran.

"astaga anak itu sulit sekali diatur."

Kaki jenjang ia bawa memasuki mobilnya, memberi senyuman pada guru wanita yang kini tengah tersenyum sendiri, tidak mempedulikan pandangan tak suka dari orang orang sekitarnya.

     Saat ia sudah cukup jauh dari area sekolah, ia melihat seseorang tengah menenteng gitar siap menyebrangi jalan. Melambaikan tangannya agar kendaraan melambatkan kecepatannya.

Namjoon menepikan mobilnya dan mengejar orang tersebut.

"Yoongi."

Orang yang dipanggil menolehkan kepalanya. Alisnya mengernyit heran.

"Namjoon? Kapan kau pulang."

"tiga hari yang lalu kurasa, kau sendiri sedang apa?"

"mengerjakan proyek baru."

"seperti biasa kau selalu sibuk."

Yoongi mengangguk, ia melongokan kepalanya.

"sebaiknya kau mengurus mobilmu dulu."

Yoongi berjalan menjauh dan tidak mempedulikan Namjoon yang tampak sibuk meminta maaf karena mobilnya menghalangi jalanan.

      Kafe ini cukup cocok untuk perbincangan santai, namja berkulit pucat itu hanya mengaduk ice cappucino didepannya. Ia mendengar sahabatnya yang mengoceh menceritakan anaknya yang mulai nakal.
Bagaimana mungkin tidak nakal, ia telah kehilangan sosok ibu sejak pertama kali membuka mata. Bukan karena alasan apapun, melainkan karena keegoisan antara Namjoon sang wanita itu.

Mereka melakukan hubungan tanpa memikirkan masa depan, tanpa memikirkan apa yang namanya pernikahan.
Namjoon yang masih berumur 20 tahun merasa sangat bersalah dan ingin tanggung jawab. Tapi siapa menyangka wanita itu malah menyerahkan anaknya dan pergi entah kemana.

"mungkin dia membutuhkan sosok ibu Joon."

"apakah begitu? Tapi dia sudah besar. Agak kekanakan kalau dia menginginkan seorang ibu."

"kau yang kekanakan, di umurmu yang segini. Apa kau masih akan tetap sendirian dan tidak mau membuka hati? Bahkan anakmu saja sudah berganti ganti kekasih di umurnya yang baru legal."

     Namjoon mendelik tidak suka mendengar penuturan sahabatnya. Bukan tidak ingin menikah melainkan ia masih ingat pengkhianatan jalang itu yang pergi begitu saja tanpa memikirkan perasaannya.

HEARTBEAT [END]Where stories live. Discover now