Chapter 27

680 93 5
                                    

Warning
Typo
Happy Reading

***

Dua minggu terasa begitu cepat, Jimin akhirnya di perbolehkan pulang setelah melewati seperangkat perawatan lengkap dengan terapi psikologi. Ia keluar dari mobil dengan pipi sedikit menirus karena makanan rumah sakit sulit menggugah seleranya.

"Namjoon bagaimana surat perceraian kita, apa sudah ada?" Jimin terus mengatkan hal yang sama berulang kali, membuat pria berdimple itu menggeleng tidak percaya.

"sebegitu inginnya kau bercerai denganku Jimin-ah, persiapkan mentalmu untuk kecewa karena aku tidak akan pernah menceraikanmu sebelum kau memberiku keturunan."

"sudah kubilang dan kujelaskan, aku laki-laki. Kemungkinan untuk hamil sangatlah kecil Namjoon."

"sekecil apapun kemungkinan, itu tetaplah mungkin. Jadi berhenti merengek dan usaha lebih keras lagi."

Jimin mempout, ia sangat kesal.

"aku tidak mau Namjoon, Jungkook saja sudah cukup."

"tapi Jungkook bukan darimu sayang, belum cukup menurutku. Untuk sekarang pulihkan dulu kondisi tubuhmu, persiapkan diri dan setelah itu kita akan rutin melakukannya." Namjoon sedikit frontal, ia tidak tahu jika Jimin sudah sangat memerah. Pria itu berubah over protektif dan sedikit memanjakan Jimin. Apa pria itu terbentur sesuatu?

"selamat datang Jimin-ssi, maaf aku tidak ikut menjemput. Tapi aku sudah membuat kue untuk kedatanganmu." ucap Jungkook yang entah muncul darimana, ia membawa kue dengan hiasan di pinggirannya.

"kau membuatnya sendiri, sejak kapan?"

"aku memang jago masak Jimin-ssi, tidak seperti pria di sampingmu yang bahkan mesin kopi saja enggan menyala untuknya."

Namjoon menatap sinis ucapan sang putra, ia merangkul Jimin hendak menariknya menjauh.

"sepertinya ibumu harus segera beristirahat." ada penekanan di kata IBUMU, namun Jimin bergeming. Ia mendekati Jungkook dan mengambil kue dari pria itu.

"Jungkook sudah cape-cape menyiapkan semuanya Namjoon. Kurasa sedikit berpesta tidak masalah."

Ayah dan anak itu saling menatap, ada senyum kemenangan dan kekesalan. Keduanya duduk mengapit si mungil sambil berebut menyuapi. Jika dilihat dari jauh, keluarga mereka terlihat begitu harmonis. Ayah, ibu dan anak. Hanya saja itu tidak sesuai kenyataan.

Pria tan dengan mantel tebal menyelimuti tubuhnya, memasukan koin pada mesin minuman dan menunggu sejenak. Ia juga mengedarkan pandangan dengan sesekali menggosok kedua tangan untuk menghilangkan rasa dingin.

"bagaimana keadaanmu?" pria pucat dengan kulit yang hampir berkamuflase seperti salju di sekitar muncul menunggu giliran, sepertinya sekaleng kopi cukup untuk mengusir kantuk di pagi hari.

Taehyung menatap pria itu heran, ia hampir saja pergi sebelum perkataan pria asing itu berlanjut.

"bagaimana keadaanmu setelah di buang oleh Namjoon, apakah lebih baik?"

"apa maumu?" Taehyung menekankan perkataanya, ia tidak mau berurusan dengan sembarang orang.

"menawarkan untuk bergabung di kelompokku, kau pasti tengah linglung karena kehilangan profesi yang selama ini kau kerjakan. Masalah korban aku bisa menyiapkan sebanyak yang kau mau." ucapnya enteng. Taehyung menggeleng, ia mengeratkan kepalannya.

"aku bisa menahan hasratku, cukup satu orang saja yang kecewa padaku." Taehyung tampak mulai terbuka, ia yakin pria di hadapannya pasti mengetahui sesuatu tentang dirinya.

HEARTBEAT [END]Where stories live. Discover now