Chapter 23

735 98 9
                                    

Warning
Typo
Happy Reading

***


Jungkook pov

Biar kuceritakan tentang keterlibatan seorang Park Jimin dalam sebuah drama yang dibuat tiga orang tanpa hati yang hanya berpikir tentang ambisi, loyalitas dan kesenangan belaka.

Dengan tanpa merasa terbebani mereka menganggap kehadiran seseorang hanya sebuah kecelakaan, aku tidak pernah ingin dilahirkan menjadi sebuah kesalahan. Aku punya hak untuk itu dan kepada siapa harus kutuntut hak itu?

Dimana seseorang yang berperan sebagai ibu lebih mementingkan memenuhi hasrat untuk kesenangan belaka, begitupula seorang ayah yang justru fokus pada sebuah ambisi.

Mengikuti alur adalah keputusan tepat untuk saat ini. hingga dia tiba, dengan alasan diriku yang menjaga jarak dan pembuat onar yang membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Alasan yang sesungguhnya terlalu naif untuk bocah yang baru saja menginjak usia dewasa.

"perkenalkan Park Jimin, calon ibumu."

Saat itu aku benar-benar terkejut, si mungil yang pernah mengambil hatiku bersamaan dengan dompet yang kukembalikan. Begitu menarik dengan senyum sabit dan bibir cerewetnya. Tubuhnya yang begitu nikmat dimana aku dengan kurang ajar menjamah dan memasukinya saat mengunjungi apartemen dengan alasan kabur dari rumah, kalau dipikir  lagi itu sangat kekanakan sekali.

Tapi aku tidak pernah menyesal, aku akan selalu menjaganya.

"Jungkook berhenti tolong,"

Si mungil menggeliat tidak nyaman saat pria kelinci itu mengungkungnya di sofa, rumah sedang sepi kala kepala keluarga disana memutuskan untuk mengunjungi undangan dari seorang teman.

Kembali Jungkook membungkam sang ibu dengan bibir tipisnya, melumat labium tebal itu meski tangan bantet terus saja meronta. Mencoba mendorong pria besar di atasnya dengan harapan ia bisa terlepas. Namun semua usaha yang dilakulan si mungil sia-sia. Antara dirinya yang lemas atau Jungkook yang terlalu kuat.

Jimin terengah kala pagutan itu terlepas, pipi merah menghiasi wajah manisnya. Ia menatap nyalang pria yang berstatus anak itu, seolah si mungil menuntut penjelasan tentang apa yang dilakukan pria kelinci tersebut.

Jungkook menenggelamkan wajah di ceruk leher sang ibu, meremas pinggang ramping itu dengan perasaan campur aduk. Ia menghirup rakus feromon yang telah menjadi candu, perasaan rindu yang ditahan kini sedikit demi sedikit terkikis.

"aku merindukanmu Jimin-ssi."

Jimin merasakan jelas pria itu bergetar seakan tengah menahan sesuatu. Isakan mulai terdengar, ia yakin jika Jungkook tengah menangis. Entah mengapa hatinya terenyuh, seakan merasakan apa yang tengah pria itu rasakan. Menarik pria itu lebih merapat, mengusap punggungnya dengan penuh kelembutan.

Si mungil tercekat saat kulit lehernya tertarik sesuatu, ia menatap horor pada Jungkook yang sudah menjauh dan tersenyum puas melihat mahakarya yang baru saja dibuatnya. Anggapan Jungkook rapuh karena di sia-siakan kedua orang tuanya adalah salah besar, ia tidak pernah memikirkan bahkan tidak mau memikirkannya. Ia memiliki hati yang telah mengeras, persis seperti seseorang.

Jimin menjerit saat tubuhnya digendong dan dibawa kekamar pemuda itu, seketika kepalanya terasa pusing. Ia mabuk saat mencium feromon maskulin yang memenuhi ruangan tersebut.

"jika aku bisa pergi dari sini, apa kau akan ikut denganku?"

Jimin terdiam saat mendengar pertanyaan dari pria di atasnya, ini bukan cerita romansa remaja yang tidak direstui orang tua. Kisah yang di alaminya terlalu rumit.

HEARTBEAT [END]Where stories live. Discover now