chapter 31

631 93 36
                                    

Warning
Typo
Happy Reading

***

Suasana mencekam, bisa disebut ini adalah kegiatan introgasi. Taehyung hanya bergeming kala Jimin melempar tatapan teramat tajam. Ia menyilangkan kedua tangannya dengan aura intimidasi. Seperti yang ditanyakan barusan, bagaimana Taehyung bisa tahu dia hamil. Lebih parahnya bagaimana bisa ia tahu jika ayahnya adalah Jungkook. Bahkan Jimin sekalipun belum memastikan itu adalah benar meskipun bukti yang merujuk pada pemuda kelinci itu begitu kuat.

"kau menginginkan sesuatu, mangga muda misalnya? Aku bisa mencarikannya untukmu."
Ujar Taehyung mengalihkan pembicaraan.

"jangan berkelit Tae, cukup katakan bagaimana dirimu bisa tahu? Apa kau menguntitku?" Jimin menatap curiga.

"tidak begitu sayang, sekarang kau katakan saja. Apa yang kau inginkan."

"aissh kenapa kau memaksa, aku tidak menginginkan apapun."

Taehyung mengesah, bukankah ibu hamil selalu mengalami yang namanya ngidam. Kenapa Jimin tidak.

"kau yakin Jim, apa anakku tidak menginginkan apapun?"

"bagaimana aku tahu, dia saja tidak bicara. Lagipula ini bukan anakmu tae."

"siapa tahu itu memang anakku." ucapnya enteng. Jimin jadi kesal, lama berpisah tidak membuat keanehan sang sahabat sirna. Ia tetap alien aneh dengan sejuta sifat yang tak pernah ia mengerti. Tapi sedikitnya Jimin sangat bersyukur, pria itu akan selalu ada kala dibutuhkan. Ada juga penyesalan yang melanda hatinya karena telah mencampakkan orang paling baik dalam hidupnya.

"tae," Jimin berucap pelan, namun sepertinya telinga seorang Kim Taehyung mempunyai kekuatan super sehingga dapat mendengarnya dengan mudah.

"ada apa? Kau menginginkan sesuatu?"

"tidak aku,, aku hanya ingin bertanya." Jimin menelan ludah gugup, entah mengapa perasaan trauma sekaligus takut masih menghinggap di hatinya.

"apa kau tidak membenciku tae?" ujarnya ragu, ia menatap pria tan itu dengan canggung.

Taehyung menggeleng, ia merengkuh sekaligus mengecup ujung hidung si mungil. Membisikan kata maaf dan mengusap halus punggung sang sahabat. Jimin balas memeluk pria jangkung itu, ia menenggelamkan wajah di dada bidang sang dominan. Sesungguhnya saat ini ia rapuh, Jimin begitu ragu akan rancangan rencana yang terpatri dalam kepalanya.

Sejak dulu ia terkenal mandiri, paling anti meminta pertolongan pada orang lain. Apapun masalahnya, seberat apapun risikonya Jimin akan selalu memikirkan dan menyelesaikannya sendiri. Tapi sekarang untuk pertama kalinya ia ragu, langkah apa yang harus ia ambil. Pikirannya bercabang, seperti masalah yang menimpa tak kunjung hilang. Mungkin Jimin egois, tapi untuk saat ini Taehyung adalah seseorang yang paling ia butuhkan.

Hari demi hari terlewati, Taehyung selalu mengantar Jimin kemanapun ia pergi. Bahkan pria itu dengan sengaja membawa beberapa pakaian dan peralatan kerjanya ke apartemen Jimin karena sering menginap. Ia khawatir sesuatu yang tidak di inginkan menimpa sahabatnya.

Jimin bersyukur, namun ada beberapa sifat dari pria tan itu yang sangat menyebalkan. Seperti pagi ini, ia memaksa Jimin untuk meminum susu. Padahal ia tahu jika pria mungil itu tidak menyukainya.

"americano saja tae, aku tidak suka susu." ujar Jimin ngeyel.

"itu tidak sehat Jiminie, ayolah sedikit saja." Taehyung tidak menyerah untuk membujuk Jimin.

Jimin mengesah, ia meminum susu buatan Taehyung dengan malas. Bukan alergi atau apa, karena memang ia tidak suka. Jimin mengernyit saat mendapati pria tan itu menatapnya heran, menunggu reaksi yang akan diberikan oleh Jimin.

"kau tidak mual?"

"tidak." ucap Jimin sambil berjalan melewati pria itu, ia bersiap-siap untuk berangkat kerja.

"t-tapi biasanya ibu hamil akan sering mual, muntah, sering buang air kecil dan mengidam." pria itu menjelaskan sambil berjalan di samping Jimin, ia menggerakan tangan seperti seorang pendongeng.

"tapi aku bukan ibu hamil tae, aku bapak hamil." ucap Jimin malas.

Seketika Taehyung bergeming, ia terpaku atas ucapan Jimin dan menunjukan binar dimatanya. Rasa penasaran yang menimpa akhirnya sirna, jadi tanda-tanda kehamilan yang tidak Jimin alami itu disebabkan karena ia bukan seorang wanita. Tapi apa benar? Bukankah saat Jimin diperiksa ke dokter itu karena mual dan demam. Kembali Taehyung heran, ia mengejar Jimin yang sudah mulai menjauh.

"Jimin tapi waktu itu kau mual,"

-

"astaga aku mual sekali,"

Seorang wanita menatap heran pada pemuda kelinci di sampingnya, pria itu nampak pucat pasi dengan tangan menekan bagian perut.

"kau oke Jungkook-ssi? Apa kita perlu ke rumah sakit." ujarnya sambil menyibakan rambut pirangnya, ia memandang Jungkook khawatir.

"kurasa tidak perlu, lebih baik aku pulang ke apartemen saja." Jungkook berujar sambil membenahi ransel di pundaknya.

"kalau begitu biar kuantar."

"terima kasih Lisa."

Gadis itu tampak memerah, ia membantu Jungkook untuk berjalan. Mereka saling mengenal baru-baru ini, kebetulan memang satu jurusan jadi kini mereka saling bersahabat.

Sesampainya di apartemen wanita itu meminta ijin untuk ikut masuk, namun sayangnya Jungkook tidak memperbolehkan karena takut ada berita yang tidak baik menimpa gadis itu. Mungkin negara ini bebas, hanya saja mereka berasal dari daerah yang sama. Seharusnya Lisa juga mengerti itu.

Tapi gadis itu nampak tidak mau menyerah, ia merengek karena ingin pergi ke kamar mandi.  Terpaksa pria kelinci itu membiarkan Lisa masuk, ia mengekori gadis itu dari belakang. Pergi kearah dapur dan mencari sesuatu yang mungkin bisa dimakan. Entah mengapa perutnya terasa melilit.

Ia merasa ingin sekali makan kimchi hari ini. Padahal makanan itu sedikit sulit untuk didapat. Mengingat ini bukanlah Korea.
Ia mengobrak-abrik isi kulkas, berharap ada sedikit Kimchi yang tersisa. Jungkook tersenyum senang saat mendapatkannya, meski tinggal sedikit. Ia pikir Kimchi Jiggae pasti enak, apalagi makanan itu merupakan kesukaan Jiminnya. Seketika Jungkook terdiam, sudah sangat lama ia tidak mendengar kabar dari pria itu. Rasanya rindu, hanya saja ia tidak ingin mengaktifkan ponselnya karena menghindari komunikasi dengan sang ayah.

Pria itu sudah memutuskan untuk mandiri, bahkan sedikitnya ia mencari pekerjaan untuk menunjang pendidikannya. Mungkin bekal dari ayanya terus mengalir, tapi ia akan mengembalikan suatu saat.

"wah Kimchi, aku suka Jungkook-ssi." ucap Lisa yang tiba-tiba muncul dari belakang. Ia menatap Jungkook penuh binar.

"tapi tinggal sedikit."

"tak apa, tapi sayangnya aku tidak bisa memasak. Apa kau bisa?"

Jungkook mengangguk pelan, ia sibuk menyiapkan masakan dengan Lisa yang teramat heboh menanyakan banyak hal.

"ini enak sekali, lain kali ajari aku memasak ya." ucapnya dengan mulut penuh nasi. Gadis itu mengingatkan pada Jiminnya, dimana ia masih berstatus ibu tiri. Orang yang sangat antusias memakan masakannya di rumah, setelah sang ayah yang bahkan tidak mengetahui jika anaknya bisa memasak.

"habiskan." ucap Jungkook menanggapi, Lisa tersenyum antusias. Ia merasa diperhatikan. Padahal yang ada dibayangan Jungkook hanyalah Jimin yang makan dengan mulut penuh dan tatapan mata sinis. Entah mengapa pria itu sangat membencinya padahal Jungkook rasa dirinya tidak semenyebalkan itu.

~~~••~~~

Terima kasih

A/N
Aneh ya, saya tau
Lagi gk mood ngetik tapi tiba-tiba ide lewat. Kan sayang kalau dilupakan wkwk

By
Alieenbaikhati

HEARTBEAT [END]Where stories live. Discover now