Chapter 29

682 96 10
                                    

Warning
Typo
Happy Reading

***

Keputusan telah di ambil, sekeras dan seegois apapun sifat seseorang ia tidak akan sanggup melihat orang yang di cintainya terus bersedih. Jimin memang tidak secara blak-blakan dengan menangis sepanjang waktu, hanya dengan melihat tatapan matanya saja Namjoon mampu melihat binar kesedihan. Ia luluh, ia rela melepas tapi tidak sepenuhnya melepas.

"aku akan bertanggung jawab untuk kehidupanmu, tidak ada penolakan. Setidaknya aku bukanlah pria yang tidak bertanggung jawab karena telah memanfaatkan hidup orang lain." Namjoon berkata pelan, ia memalingkan pandangan agar tidak berseborok dengan Jimin. Pria mungil itu tengah sibuk membereskan pakaian dan memasukannya kedalam kopor.

"tidak perlu Namjoon-ah, lupakan tentang tanggung jawab. Ini keputusan sepihak dariku untuk memutus kesepakatan. Aku sudah menerima dan memperhitungkan risiko yang akan kuambil." Jimin tersenyum pelan, Ia berpikir segala sesuatu yang di awali dengan tidak baik maka akan berlanjut tidak baik, dan ia tidak mau menanggung karma yang mungkin tengah menunggunya. Seperti anggapan selama ini rasa sakit dan penderitaan yang ia alami merupakan akibat dari perasaan senang saat kedua orang tuanya mati.

Namjoon hendak memalingkan pandangannya saat Jimin menatap tepat pada netranya, ia mencoba meminimalisir rasa sakit dan menekan sekuat tenaga kesedihan di hatinya. Bagaimanapun keadaannya ia harus terlihat kuat, wibawa yang telah di bangun tidak boleh sampai runtuh begitu saja.

Pria mungil itu menangkup pria yang lebih tinggi, memaksa kedua netra saling berpandangan. Berjinjit dan menubrukan dua labium berbeda volume, saling menyesap dan mengalirkan perasaan. Mungkin pria itu kejam, tapi perasaan cinta yang ia miliki tidak mungkin sirna begitu saja. Ia merasakan Namjoon mencoba merendahkan tubuhnya, merangkul Jimin untuk memudahkannya bergerak. Setelah dirasa oksigen menipis, Jimin menjauhkan wajahnya.

"aku mengakhiri apa yang seharusnya berakhir, segala sesutu yang diawali tidak baik akan terus tidak baik Namjoon-ah. Aku hanya ingin memulai sesuatu yang baru, bukan hanya untukku tapi berlaku juga untukmu."

Namjoon bergeming, enggan melepaskan rengkuhannya. Ia terlalu jatuh pada pesona pria di hadapannya. Mungkinkah hidupnya terlalu berdrama, terlihat kuat namun rapuh. Terlihat mengagumi namun enggan untuk sekedar mrngucapkan pujian dan mencintai namun enggan untuk sebuah pengakuan. Ia tahu jika dirinya egois, tapi ia tidak akan pernah menyerah.

"jika begitu, tunggu aku dan mari mulai dengan sesuatu yang baik." Namjoon berkata kaku, Jimin tahu ia bicara dari hati. Hanya pria ini sangat payah untuk pengekspresian.

"jangan sampai kau terlambat." Jimin melepaskan diri, ia kembali mengemasi barang-barang miliknya. Segera turun saat suara klakson memberi tanda di depan mansion.

Pria itu berjalan ke pintu depan, mendapati Jungkook yang tengah menatap tidak percaya padanya. Upacara kelulusan baru dilewati, menjadi siswa terbaik dengan nilai fantastis akan ia pamerkan pada sang ibu tiri. Hanya pemadangan yang ia lihat membuatnya sedikit bergeming.

Jimin hendak melewati pria itu jika saja tangan kekar miliknya menahan bahu si mungil. Ia menatap intimidasi, menggoyangkan tubuh ringkih itu dan meremas sisian tubuh Jimin.

"apa yang baru kulewatkan Jimin-ssi?" Jimin bergeming, ia mencoba melepas cengraman dari Jungkook meski berakhir gagal. Ia merintih dan memohon agar pria itu lebih tenang.

"aku akan kembali ke apartemen lama, lepaskan aku Jungkook."

"tapi kenapa?"

"aku berpisah dengan ayahmu, jadi lepaskan aku dan biarkan aku pergi."

HEARTBEAT [END]Where stories live. Discover now