01. Just Friend

5K 402 24
                                    

01. Hanya Teman

Caroline Lorender. Gadis cantik berambut pirang panjang ini sudah terbiasa menghabiskan waktunya untuk mengisi rutinitasnya sebagai model. Bukan hanya terkenal, tetapi sosok ini juga cukup berpengaruh di wilayahnya karena Ayah Caroline--Lucky Parker, adalah seorang CEO di beberapa perusahaan ternama.

Hidup dengan bergelimang harta, membuat Caroline bisa melakukan apapun yang ia mau. Dirinya yang baru menginjak delapan belas tahun, tak membuat gelora semangat di hidupnya lenyap akan kematian Ibunya di dua tahun yang lalu.

Caroline, gadis simple yang mampu membuat siapapun terpesona dengan senyuman manisnya. Contohnya sekarang. Ketika ia berjalan menyusuri lorong di sekolahnya, beberapa siswa maupun siswi memekik senang ketika Caroline menebar senyumannya di sana. Caroline bukanlah gadis sombong maupun tamak yang menggunakan harta sebagai popularitasnya. Caroline gadis baik. Bahkan sangat baik jika dilihat dari marga keluarganya yang terkenal akan penuh ketegasan dengan banyak konflik yang menerpa.

Seperti di beberapa bulan yang lalu, Ayahnya terlibat sebuah kasus besar yang membuat nama keluarganya hampir terancam. Namun yah ... dengan uang, mereka bisa menyelesaikannya tanpa meninggalkan bekas jejak sedikitpun.

Cukup lama Caroline melamun, sebuah suara bariton akhirnya sukses membuat dirinya terhenyak hingga kepalanya pun bergerak--menatap sesosok lelaki tinggi yang kini sudah berjalan di sampingnya.

"Memikirkan apa?" Lelaki itu kembali mengeluarkan suara. Sementara Caroline kembali memalingkan wajahnya ke arah depan.

"Em, sedikit tentang masalah hidup," jawab Caroline simple, seakan tak ingin memperpanjang masalah.

Lelaki berlesung pipit yang bernama Brent ini tersenyum lebar lalu mengacak rambut Caroline dengan gemas. "Jangan terlalu banyak pikiran. Nanti sakit," ujarnya kemudian.

Caroline menahan senyum seraya mengerlingkan matanya dengan lucu. "Jangan terlalu so peduli. Nanti sakit," balas Caroline, persis menirukan gaya sekaligus nada bicara dari Brent.

Brent tertawa ringan sambil merangkul Caroline dengan salah satu tangannya. Keduanya kini berjalan beriringan menuju kelasnya masing-masing. Semua orang tahu, bahwa Caroline dan Brent adalah sepasang sahabat. Dan semua orang juga tahu, bahwa Brent sudah lama menyimpan rasa kepada Caroline, tetapi gadis itu malah menganggapnya hanya sebatas sahabat, tak lebih.

Brent adalah sesosok lelaki tampan yang cukup terkenal di sekolahnya. Ia juga murid pindahan. Entah bagaimana awalnya, Caroline dan Brent bisa sampai bersahabat seperti ini. Seingat Caroline, waktu itu Brent mendekatinya dengan alasan--ingin mempunyai seorang teman wanita. Tapi sampai sejauh ini, pertemanan mereka berubah menjadi sebuah persahabatan. Sebagian besar orang, menganggap mereka berdua adalah sepasang kekasih. Namun nyatanya, Caroline dan Brent hanyalah sepasang sahabat. Caroline tahu bahwa Brent menyimpan rasa kepadanya, tetapi Caroline tidak ingin memperpanjang masalah itu. Ia tidak ingin persahabatannya hancur hanya karna masalah cinta.

"Nona Felly ingin mengadakan pesta di rumahnya, dan dia mengundangku. Aku tidak mempunyai teman untuk-"

"Datang ke sana dan Aku berniat untuk mengajakmu. Apa kau mau?" potong Caroline, melanjutkan ucapan Brent yang sempat terhenti. Caroline memang sudah mengetahui dengan jelas setiap tabiat yang dilakukan oleh lelaki ini. Brent selalu saja mengajaknya, bahkan sampai memaksanya untuk ikut datang ke pesta para temannya.

Brent mengulum senyum ketika Caroline lebih dulu peka terhadap kemauannya. Dengan begini, ia tidak perlu susah-susah untuk membujuknya agar mau menerima tawarannya.

Caroline mendelik seraya menyilangkan kedua tangannya di atas dada. "Apakah kau tidak ada niatan untuk mengajak gadis lain, selain Aku? Kau tahu sendiri bahwa jadwal pemotretanku ini cukup padat, Brent. Aku tidak bisa terus-terusan menemanimu untuk pergi ke pesta!" pekiknya dengan raut wajah kesal.

Brent tersenyum tipis seraya menggeleng kecil. "Kau tahu sendiri, bahwa gadis yang dekat denganku hanyalah kau. Jadi tak heran, jika aku terus-terusan mengajakmu seperti ini," jawab Brent seraya menyelipkan helaian rambut Caroline ke belakang telinga.

Caroline berdesis. "Aku yakin ada banyak gadis yang mau menemanimu untuk pergi ke pesta, Brent. Kau hanya tinggal mengumumkannya saja, pasti mereka akan datang sendiri," imbuhnya, mencari solusi.

Brent berdecak lalu memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celana. "Mereka tidak seperti kau. Aku tidak mau!" ucap Brent, menampilkan raut wajahnya yang cemberut.

Caroline terkekeh seraya mencubit perut Brent tanpa asa-asa, membuat sang empunya meringis kesakitan. "Jika terus-terusan seperti ini, bagaimana kau akan mendapatkan seorang kekasih, huh?"

Brent menggerak-gerakkan alisnya dengan tatapan yang terus tertuju ke arah Caroline. "Untuk apa aku mencari seorang kekasih, sementara hatiku saja sudah kau ambil."

Ucapannya kali ini berhasil membuat Caroline bungkam. Sedetik kemudian, Caroline berdehem seraya menormalkan ekspresinya.

"Aku masuk ke kelas dulu, sampai jumpa nanti." Tanpa menunggu jawaban, Caroline langsung masuk ke dalam kelasnya dan meninggalkan Brent yang masih berdiri di ambang pintu.

Segurat senyum terbit di wajah Brent. Lelaki berambut cokelat ini mengusap wajahnya dengan kasar lalu melangkah pergi dari sana.

***

Malamnya, Caroline berdiri di depan cermin seraya memerhatikan sebuah gaun yang sudah melekat di tubuhnya. Sejatinya, ia akan benar-benar pergi menemani Brent untuk datang ke pesta Nona Felly. Awalnya Caroline ingin menolak, tetapi lagi-lagi bujukan Brent selalu saja berhasil meruntuhkan benteng pertahanannya. Lelaki itu selalu menemukan berbagai cara agar bisa mendapatkan jawaban iya dari Caroline.

"Are you ready, gurl?"

Kehadiran Brent yang tiba-tiba muncul di ambang pintu membuat Caroline membalikkan badan. Hal ini sukses membuat mata Brent melebar karna tak tahan melihat kecantikan Caroline layaknya dewi Aphrodite.

"Your so wonderful," ujar Brent tak sadar, membuat Caroline bersemu malu.

"Apakah ini terlalu berlebihan, Brent? Jika iya, Aku akan segera mengganti gaunnya. Kurasa-"

"Tidak, tidak. Itu sudah cocok denganmu," balas Brent, sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kau selalu tampil cantik, Line. Kau bahkan membuatku jatuh cinta berkali-kali," sambungnya secara terang-terangan.

Caroline mendelik malas lalu beranjak untuk menarik tangan Brent dari kamarnya. "Sudahlah, sebaiknya kita segera berangkat sebelum telingaku panas mendengar gombalanmu yang tidak ada habisnya."

Keduanya sudah tiba di teras rumah, membuat Caroline dapat melihat sebuah mobil lamborgini terpampang jelas di halaman rumahnya. Sebelum berangkat, Caroline sempat menitipkan sebuah pesan kepada pelayan, agar nanti Ayahnya tidak kebingungan mencari keberadaannya. Setelah itu, ia pun melangkah untuk masuk ke dalam mobil, lalu melaju--melesat menembus jalan raya dengan tujuan pergi ke pesta.

_____________________________

Yuhuu

Jangan lupa votmennya biar saya semangat updatenya yey:v

Call Me, Sebastian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang