24. the Program [2]

905 123 1
                                    

24. Rencana [2]

Caroline mengembangkan senyumannya. Gadis ini sekarang telah duduk di samping sebuah ranjang--di mana Sarah tengah berada. Yah, setelah pulang sekolah tadi, Caroline bersama Nick langsung pergi ke sini.

"Bagaimana dengan keadaanmu sekarang?"

Sarah membalas senyuman Caroline. "Seperti apa yang kau lihat, kondisiku sudah mulai membaik," jawabnya kemudian. Caroline semakin mengembangkan senyumannya. Ia dapat berasumsi bahwa kini Sarah hanya tinggal melewati masa pemulihannya saja. Dan Caroline bersyukur akan hal itu.

"Em, aku tidak tahu bahwa kau sekarang telah mempunyai seorang kekasih." Sarah melirik Nick yang sedari tadi berdiam di samping, membuat Caroline terkekeh karenanya.

Caroline menarik Nick agar lelaki itu bisa lebih dekat dengannya. "Ini Nick, temanku," ujarnya memperkenalkan.

Begitupun dengan Nick. Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Sarah dan langsung di balas oleh gadis itu. "Salam kenal."

"Salam kenal juga," balas Sarah---melepaskan jabatan tangan tersebut.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Wajahmu seperti tidak asing di mataku, Nick." Dahi Caroline mengernyit ketika mendengar penjelasan Sarah. Ia kini menoleh ke arah Nick untuk meminta penjelasan.

Lelaki itu terlihat mengusap lehernya dengan raut wajah bingung. "Aku rasa tidak pernah. Aku belum pernah melihatmu," jawabnya kemudian.

Sarah tertawa kecil seraya mengangguk. "Iya, haha ... mungkin kau benar."

Pandangan semua orang beralih ke arah Caroline yang tiba-tiba berdiri. "Sarah, maaf aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku dan Nick harus menyelesaikan sesuatu," ujarnya disambut dengan anggukan dati Nick.

"Ah, iya, tidak apa-apa. Kau menyempatkan diri untuk datang ke sini juga aku sudah senang, Caroo," jawab Sarah.

Setelah mendapat senyuman dari Sarah, Caroline langsung ditarik oleh Nick untuk pergi dari sana. Kini, mereka berjalan beriringan di lorong rumah sakit. Nick tadi berkata bahwa dirinya akan membawa Caroline ke ruang CCTV untuk menggali informasi lebih jauh.

Namun belum sampai sepuluh langkah, Caroline merasakan bahwa handphonenya bergetar sehingga membuat langkahnya ikut terhenti. Sekilas, Caroline menoleh ke arah Nick sebelum dirinya beralih untuk menempelkan handphonenya di telinga.

"Brent? Kau tadi ke mana? Aku di sekolah mencarimu," semprot Caroline, mengutarakan seluruh isi hatinya kepada lawan bicaranya di seberang sana.

"Maaf, Line. Aku tadi ada urusan mendadak. Jadi aku harus pulang lebih dulu."

Caroline berdesis. "Urusan apa? Biasanya kau bilang dulu kepadaku."

"Em ... kau sekarang sedang ada di mana? Aku tadi ke rumahmu tetapi kau tidak ada."

"Aku sedang ada di luar. Untuk apa kau-"

Tutt

Caroline terhenyak ketika telepon tiba-tiba dimatikan secara sepihak, membuat Caroline menjadi kebingungan karenanya.

Caroline memasukkan handphonenya ke dalam saku dengan raut wajah heran. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Brent? Akhir-akhir ini lelaki itu sering bersikap aneh.

"Kau tidak apa, Caroline?"

Lamunan Caroline tersadar ketika Nick menepuk bahunya. Caroline menoleh ke arah Nick lalu tersenyum canggung.

"Tidak apa. Sebaiknya kita segera pergi ke ruang CCTV." Nick mengangguk. Alhasil, keduanya pun melangkah menuju tempat tujuannya.

***

Caroline sekarang sudah duduk bersama Nick--menghadap ke sebuah komputer yang menampilkan keadaan di berbagai sudut Rumah sakit. Di samping Nick terdapat dua orang yang bertugas untuk menjaga ruangan ini.

Nick mulai memainkan jemarinya di papan Keyboard, sementara pandangannya terus tertuju ke arah layar. "Kita akan lihat, apa yang terjadi di ruangan Bank darah saat insiden itu terjadi," ujar Nick, menekan salah satu tombol hingga muncullah sebuah ruangan di layar sana.

Mata Caroline menyipit, mengamati layar komputer yang terpampang di hadapannya. Begitupun dengan Nick dan dua orang petugas yang masih setia berdiri di sampingnya.

Belum sampai dua menit Caroline menonton, ia tersentak kaget ketika komputer tersebut tiba-tiba mati. Hanya ada warna hitam yang memenuhi layar tersebut.

"Apa yang terjadi?" tanya Nick--menoleh ke dua orang penjaga dengan raut wajah bingung.

Salah satu penjaga tersebut menggendikkan bahu. "Sepertinya pelakunya telah merusak CCTV di sana sehingga kejadian selanjutnya tidak dapat kita lihat," jelasnya kemudian.

Dahi Caroline berkerut. Sejujurnya ini adalah kali pertamanya ia ikut turun tangan untuk menghadapi kasus seperti ini. Sebenarnya juga Caroline tidak ada hubungannya dengan kasus ini. Tetapi, Caroline hanya ingin tahu apakah vampier adalah pelakunya atau bukan. Dan jika pelakunya memang bangsa itu, Caroline bisa mendapatkan informasi lebih banyak, karena jika hanya mengandalkan Sebastian, Caroline yakin akan masih banyak rahasia yang tidak akan ia ungkap.

Mata Caroline melirik Nick yang nampak kembali mengutak atik keyboard. "Apa yang kau lakukan?"

Pertanyaan Caroline membuat Nick menoleh walaupun hanya sekilas. "Aku ingin melihat keadaan di luar ruangan tersebut. Pasti akan memberi kita petunjuk walaupun hanya sedikit," jawabnya.

Caroline mengangguk. Ia cukup kagum dengan sosok Nick, karena lelaki itu selalu bersikap profesional di dalam segala situasi. Mungkin inilah hal yang membuat dirinya dipilih menjadi ketua di kelasnya.

Pandangan Caroline kembali beralih untuk menatap layar komputer. Sedetik kemudian, alisnya bertaut ketika ia melihat sesosok lelaki tak asing di dalam sana.

"Brent?" ucap Caroline tak sadar.

Hal tersebut membuat Nick refleks menjeda rekamannya. Ia menzoom sesosok lelaki yang kebetulan terlihat berjalan di luar ruangan stok darah.

"Sedang apa dia di sana?" gumam Nick.

"Ah, aku ingat!" Pekikan Caroline membuat mata Nick bergulir untuk menatap ke arahnya. "Waktu itu--saat aku masih di rawat di sini, Brent sempat menjengukku tetapi tidak jadi karna katanya ... dia ada sedikit urusan sehingga tak sempat untuk menemuiku secara langsung," jelas Caroline. Hal ini membuat Caroline mengingat tentang sebuket bunga yang diberikan oleh sesosok pelayan--penjaga kamarnya.

Nick mengusap dagunya dengan raut wajah bingung. "Lorong di depan Bank darah ini sangat jarang untuk dilewati orang-orang, karena posisinya yang sangat pojok dan tidak tersambung dengan lorong manapun. Tapi ... pertanyaannya adalah, untuk apa Brent ke sana waktu itu?" Nick bermonolog. Matanya beberapa kali melirik Caroline yang terlihat mulai bergelut dengan pikirannya.

"Apa jangan-jangan ..." Nick menjeda kalimatnya, disambut dengan tatapan heran dari Caroline.

"Brent pelakunya?"

___________________________________

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now