16. He's the culprit?

1.1K 183 0
                                    

16. Dia pelakunya?

Malamnya, Caroline tidak bisa tidur sama sekali. Ia bahkan sudah menyuruh ketiga pelayannya untuk keluar karena merasa bahwa kehadiran mereka begitu mengganggu ketenangannya. Ah, sebenarnya itu hanyalah akal-akalan Caroline saja. Ia ingin bisa fokus untuk memikirkan tentang ucapan Nick tadi.

Ada seseorang yang mencuri stok darah di rumah sakit ini ...

Jika dipikir-pikir, jikalau pelakunya adalah seorang manusia, itu sangat tidak masuk akal. Tetapi jika jawabannya adalah vampier ... itu cukup masuk ke dalam logika, mengingat mereka membutuhkan darah itu sebagai makanannya. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah Sebastian pelakunya? Apakah hanya ia--satu-satunya vampier yang ada di sini? Di kota ini? Lebih tepatnya, di lingkungan Caroline berada?

Caroline menghela nafas seraya mengeratkan pelukannya pada guling yang berada di dalam dekapannya. Tontonannya pada televisi sama sekali tidak masuk ke dalam otaknya. Caroline benar-benar dibuat penasaran dengan kasus ini. Apakah ia sendiri yang harus menanyakannya kepada Sebastian? Apakah jika Caroline memanggilnya sekarang, ia akan muncul seperti di waktu-waktu sebelumnya?

Oke,
Caroline akan mencobanya.

"Sebastian," panggil Caroline dengan pelan. Matanya melirik ke kanan-kiri, bermaksud untuk mencari sosok tersebut.

"Sebastian!" Nada suara Caroline meninggi. Mungkin panggilan awalnya itu terlalu pelan untuk didengar.

Caroline mendengkus. Kenapa Sebastian belum juga menampakkan dirinya?

"Sebastian, jika kau tidak muncul juga, Aku tidak mau berbicara denganmu lagi!" kesal Caroline kemudian. Kenapa di saat-saat seperti ini, Sebastian malah tidak mau muncul?

"Ada apa?"

Caroline berusaha untuk tidak kaget, tetapi ia tidak bisa. Kehadiran lelaki tampan yang muncul di dekat jendela itu sukses menggentarkan jantungnya.

Sesaat Caroline menormalkan detak jantungnya lalu mendelik. "Kenapa kau baru muncul? Aku memanggilmu dari tadi!"

Sebastian menyungging senyum seraya berjalan mendekati Caroline. "Aku akan muncul jika kau memanggil namaku tiga kali," ujarnya, membuat Caroline kembali menoleh ke arahnya.

Sedetik kemudian Caroline terkekeh dan menatap Sebastian dengan geli. "Kau seperti Jin saja. Harus dipanggil terlebih dahulu, baru muncul."

Sebastian hanya tersenyum tipis. Ia kini duduk di sebuah kursi, tepat di samping ranjang Caroline dengan pandangan yang tak terlepas dari gadis itu. "Kenapa kau memanggilku? Em ... kau merindukanku?"

Mata Caroline melebar, ia langsung menggeleng cepat. "Tentu saja tidak! Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu?" tanya Caroline, menatap Sebastian dengan tatapan memprotes.

Sebastian berdehem lalu menumpukkan kakinya, dan menyilangkan kedua tangannya di atas dada. "Lalu apa maumu?"

Caroline bergumam sambil mengusap lehernya dengan pelan. "Aku ingin bertanya sesuatu," ujarnya.

"Tentang stok darah di rumah sakit ini?"

Tebakan Sebastian yang tiba-tiba, sukses membuat Caroline sedikit terkejut. Bagaimana lelaki ini tahu sementara dirinya belum menanyakan hal itu?

Dengan ragu, Caroline mengangguk. "Iya. Kau ... pelakunya, kan?"

"Bukan. Aku hanya meminum darah langsung dari sumbernya," jawab Sebastian, seakan tidak tersinggung dengan pertanyaan Caroline.

Dahi Caroline mengernyit lalu perlahan membelalak. "Maksudmu, kau ... menangkap orang lain dan langsung menerkam, lalu membunuhnya, begitu?" Sebastian mengangguk.

Call Me, Sebastian [END]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें