07. Tell me

1.9K 257 3
                                    

07. Katakan padaku

Bel pulang akhirnya berbunyi. Caroline dengan riang menyampirkan tasnya di salah satu bahu, kemudian melangkahkan kakinya untuk berjalan menyusuri koridor. Seperti biasa, Caroline mengembangkan senyum ketika beberapa orang menyapanya dengan ramah. Bahkan Caroline tak segan membalas sapaannya dengan kalimat-kalimat kecil yang mampu membuatnya menjadi lebih humble.

Mata Caroline berbinar ketika ia melihat Brent tengah menyalakan motornya di parkiran. Tanpa ragu, Caroline melambaikan tangannya. "Brent!" panggilnya, membuat lelaki yang hendak memakai helm itu terhenti dan menoleh ke arahnya.

Caroline berlari kecil seraya menghampiri Brent. "Kau ... masih marah?" Caroline bertanya dengan mimik wajah polos. Brent yang melihatnya jadi gemas sendiri. Sebenarnya rasa kesalnya itu sudah hilang sejak tadi. Brent juga jadi merasa bersalah karena telah mendiamkan Caroline selama ini.

Brent menyilangkan kedua tangannya di atas dada, menatap Caroline dengan tatapan datar. "Hanya tinggal sedikit kesal saja," balasnya, mencoba bersikap dingin.

Caroline mengerucutkan bibirnya lalu beralih untuk berkacak pinggang. "Sebenarnya apa yang telah kulakukan kepadamu sehingga kau jadi marah seperti ini, Brent?" beo Caroline kemudian.

"Harusnya aku yang bertanya, Kau sebenarnya menganggapku apa, Line?"

Caroline menatap Brent dengan tatapan bingung, mencoba untuk mencerna ucapannya itu. "Maksudmu ... kau ini sedang ingin mengajakku berpacaran?"

Brent melebarkan matanya lalu menggeleng dengan cepat. Sepertinya sahabatnya ini salah mengartikan kata-katanya. "Bukan, kau tidak mengerti!" tukas Brent, membuat Caroline mendengkus.

"Bagaimana Aku bisa mengerti jika ucapanmu saja terlalu ambigu di telingaku!"

Brent mengusap wajahnya dengan kasar seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. Tentu saja hal tersebut membuat Caroline semakin kebingungan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan sahabatnya ini?

"Coba kau jelaskan apa masalah sebenarnya. Jangan membuat semuanya menjadi berbelit-belit seperti ini!" Seruan Caroline sukses membuat Brent kembali menoleh ke arahnya.

"Kenapa kau tidak pernah bilang bahwa sebenarnya kau telah mempunyai seorang kekasih, Line?"

Pertanyaan ini disambut dengan ekspresi kebingungan dari Caroline. "Apa maksudmu? Kau bilang, Aku telah berpacaran?" tanya Caroline beruntun.

Brent menganggukkan kepalanya. "Saat tadi pagi Aku ke rumahmu untuk menjemput, Aku bertemu dengan sesosok lelaki dan dia bilang bahwa dia adalah pacarmu. Jadi oleh karna itu Aku lebih memilih untuk pergi terlebih dahulu dan mengajak Anya untuk berangkat bersama," jelas Brent, menceritakan kejadian yang dialaminya sejak tadi.

Brent masih ingat bagaimana lelaki berambut hitam legam itu menatapnya dengan tatapan tajam. Sudah terlihat jelas bahwa lelaki itu tidak suka dengan kehadirannya. Dari sana, karna merasa tak nyaman akhirnya Brent memutuskan untuk pergi dari rumah Caroline dan berbelok ke rumah Anya.

Brent hanya tidak suka jika Caroline tidak bercerita apa-apa tentang hubungannya dengan lelaki itu sedikitpun. Brent merasa persahabatannya ini tidak dianggap. Oleh karena itu, Brent bersikap dingin dan mengabaikan Caroline seperti tadi.

"Lelaki?" Brent mengangguk.

Kening Caroline mengernyit, pandangannya pun beralih ke arah lain. "Saat Aku keluar dari rumah, Aku tidak melihat siapapun di sana. Aku pikir, Kau pergi karna ada urusan mendadak sehingga meninggalkanku," ujar Caroline, kembali membalas tatapan Brent.

Brent sama-sama menatap Caroline dengan raut wajah heran. "Kau ... belum memiliki seorang kekasih, Line?"

Caroline tertawa kecil seraya memukul bahu Brent dengan asal. "Tentu saja tidak! Aku terlalu sibuk untuk memikirkan hal sejauh itu. Bahkan Aku juga sudah lupa rasanya jatuh cinta. Jadi bagaimana kau bisa bilang, bahwa Aku sudah mempunyai kekasih?" ujar Caroline di sela-sela tawanya.

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now