40. Don't hurt her

818 104 2
                                    

40. Jangan sakiti dia

Caroline tidak memberontak ketika Nick menariknya untuk pergi ke suatu tempat. Ia hanya mengikuti lelaki itu dengan tangannya yang masih setia digenggam. Mungkin Nick melakukan hal tersebut agar dirinya tidak kabur, padahal kali ini Caroline tidak berpikiran seperti itu sedikitpun. Yang ada dipikiran Caroline sekarang adalah bagaimana ia harus menyelesaikan semua masalah ini.

Caroline melirik ke arah para penjaga yang berjajar di setiap lorong. Mereka terlihat berwajah datar tanpa ekspresi. Apakah mereka semua vampier? Entahlah. Tetapi Caroline sempat berpikiran begitu.

Caroline juga tidak menyangka bahwa rumah ini memiliki luas yang tidak main-main. Bahkan rumahnya saja kalah dengan rumah ini. Mungkin, tiga kali lebih besar dari rumahnya. Memang terdengar gila, tetapi itulah kenyataannya.

Seketika langkah Caroline terhenti ketika ia tak sengaja mendengar sebuah jeritan di sana. Sementara Nick, ia sama terkejutnya tetapi lelaki itu langsung menormalkan ekspresinya.

Caroline melirik sebuah pintu tepat di sampingnya. Jeritan itu berasal dari sana. Apakah ada seseorang di dalam yang membutuhkan bantuan?

"Ayo."

Caroline menepis tangan Nick ketika lelaki itu hendak kembali menariknya.

"Apa yang terjadi di dalam?" tanya Caroline, tanpa berniat untuk membalas tatapan Nick.

"Tidak penting." Nick kembali meraih tangan Caroline. "Kau bilang, kau ingin bertemu dengan Xander, kan?" sambungnya.

Caroline merapatkan bibirnya. Ia merasa dilema. Ia ingin segera bertemu dengan Xander, tetapi di lain sisi ia terlanjur penasaran dengan isi di balik pintu itu.

"Apa yang ada di balik pintu ini, Nick?" Caroline menoleh ke arah Nick, mencoba mencari tahu informasi.

Nick terdiam sesaat. Ia melihat bahwa Caroline sangat antusias untuk melihat apa isi dari ruangan tersebut. Awalnya, Nick ingin menyembunyikan hal mengerikan tersebut, tetapi bagaimanapun juga, nanti Caroline akan menjadi istrinya. Ia tidak ingin menyembunyikan hal apapun darinya.

Nick menghembuskan nafasnya pelan lalu berjalan untuk mendekati pintu tersebut. Sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, ia berkata, "Tapi hanya untuk mengintip saja, setelah itu kita pergi. Bagaimana?"

Caroline tersenyum lebar seraya mengangguk. Hal tersebut membuat Nick melanjutkan aksinya untuk membuka pintu itu--membuat Caroline semakin merapatkan tubuhnya.

"Ke sini." Nick menarik Caroline untuk lebih dekat dengannya hingga gadis itu bisa melihat keadaan di dalam ruangan tersebut.

Alangkah terkejutnya Caroline ketika ia melihat beberapa mayat tertata di sana. Mereka terlihat berjajar rapi seperti seseorang memang sengaja menatanya. Di sudut yang lain, Caroline melihat seorang wanita tengah memberontak karena rantai besi membelenggu di beberapa bagian tubuhnya. Di dalam mulut wanita itu muncul taring, yang biasa para vampier tampakkan. Dia juga terlihat tengah menahan rasa sakit, didengar dari erangan-erangan yang di keluarkannya. Caroline berasumsi bahwa jeritan tadi berasal darinya. Ah, sebenarnya apa yang sedang ia lihat sekarang?

Setelah merasa cukup, Nick akhirnya kembali menarik Caroline untuk menjauh dari pintu tersebut dan langsung menutupnya. Ia memperhatikan wajah Caroline yang nampak ketakutan. Hal itu dimanfaatkan Nick untuk bisa lebih dekat dengan Caroline. Tangannya ia bawa untuk mengusap pipi gadis itu dengan lembut.

"Apa yang sebenarnya terjadi di ruangan itu?" tanya Caroline, nyaris tidak bersuara.

Nick menoleh ke arah pintu tadi secara sekilas, lalu kembali menatap Caroline. "Mereka adalah calon orang-orang yang akan menjadi vampier. Dan ... wanita yang kau lihat tadi, itu dia sedang melewati proses di mana dirinya harus menahan rasa sakit karna sebentar lagi dia akan berubah menjadi vampier," jelas Nick.

Caroline memegangi dadanya, berusaha menetralkan detak jantungnya yang sempat tak karuan. Apakah jika Caroline menjadi vampier nanti, ia akan melewati hal yang sama dengan wanita tadi? Ia akan mengalami rasa sakit itu?

Membayangkannya saja Caroline enggan.

"Sudah puas?" Caroline mengangguk.

Hal itu membuat Nick kembali menariknya untuk berjalan--menjauhi ruangan tersebut. Lagi, Nick mengajaknya untuk menyusuri lorong. Entah kenapa Caroline merasa bahwa rumah ini memiliki jumlah lorong yang sangat banyak dan ... berbelit-belit. Yah, semua lorong yang ditempuhnya begitu panjang dan berbelok-belok. Mungkin bagi kaum vampier, melewati lorong ini adalah hal mudah karna mereka bisa bergerak cepat. Tetapi bagi manusia normal seperti Caroline, ini adalah hal yang paling melelahkan. Memakan waktu saja.

Tak lama, Nick menghentikan langkahnya. Tangannya bergerak untuk membuka pintu lalu menarik Caroline untuk masuk ke dalamnya.

"Sebastian?" Mata Caroline membelalak ketika ia melihat sosok itu di sana. Sebastian terlihat berlutut di depan Xander dengan posisi yang menyedihkan. Kedua tangan Sebastian diikat oleh rantai besi ke belakang.

Tanpa berbicara lagi, Caroline langsung berlari mendekati Sebastian. Xander yang melihat kedatangannya terkejut, apalagi Nick yang tidak menyangka bahwa Sebastian juga ada di sini.

"Kenapa kau membawanya ke sini?" tanya Xander kepada Nick.

"Dia ingin bertemu denganmu," jawabnya. Nick kini berjalan mendekati Caroline lalu menariknya untuk menjauh dari Sebastian.

"Bawa dia pergi. Aku akan menemuinya nanti." Xander kembali bersuara, membuat Caroline memberontak di tempatnya.

"Aku ingin berbicara denganmu sekarang juga!" Mata Caroline menajam, ia menatap Xander dengan penuh amarah.

Xander berdehem, bermaksud untuk memberi kode agar Nick segera membawa Caroline untuk pergi dari sana. Nick yang mengerti akhirnya terpaksa untuk menarik gadis itu.

"Aku tidak mau pergi, Nick! Lepaskan aku!" bentak Caroline, berusaha melepaskan cengkraman tangan Nick di tangannya walaupun hasilnya nihil. Lelaki itu terus menyeretnya untuk keluar dari sana.

Pandangan Caroline kini berpindah ke arah Sebastian. Lelaki itu juga nampak tengah melihatnya. Caroline dapat melihat sebesit rasa kecewa yang terpancar di matanya.

"Sebastian ... " Caroline yakin bahwa hanya dirinyalah yang mendengar suaranya itu. Tetapi, nampaknya Sebastian juga menyadarinya. Ia bisa merasakan bahwa Caroline memanggil namanya, dilihat dari gerak mulut gadis itu.

Tangan Sebastian mengepal. Ia tidak bisa melakukan apa-apa. Lantas, Sebastian memutuskan kontak matanya dan beralih untuk menunduk di sana.

Di sisi lain, Caroline masih berusaha untuk memberontak. "Xander, aku ingin berbicara denganmu sekarang!" teriaknya dengan lantang, namun Xander mengacuhkannya.

Caroline menjerit kecil ketika tiba-tiba Nick menggendongnya seperti karung beras. Ia menaruh Caroline di bahunya lalu berjalan pergi untuk keluar dari sana. Tetapi sebelum Caroline benar-benar pergi, Xander masih sempat mendengar kalimat terakhirnya yaitu,

"Aku membencimu, Xander! Kau harus tau itu!"

Kalimat itu ...
Sukses mengiris hatinya.

___________________________________

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now