08. Attention

1.8K 244 1
                                    

08. Perhatiannya

Caroline menggeliat di atas kasurnya. Tangannya mengusap kedua mata seraya bangkit dan beralih posisi menjadi duduk. Sekarang ia beranjak untuk menatap sebuah jam beker di samping kasurnya.

Caroline mendengkus. Gadis ini lalu bangkit dan berjalan ke luar kamar. Kaki jenjangnya kini berbelok memasuki ruangan lain yang berhasil membuat Caroline kembali mengingat kejadian semalam.

"Tidurlah di sini, bersamaku."

Mata Caroline melebar seraya menjauhkan tubuhnya dari Sebastian. "Tidur bersamamu? Tidak mau dan tidak akan pernah!" tolaknya mentah-mentah.

Sebastian menyungging senyum seraya menggerakkan kedua tangannya ke belakang kepala--menjadikannya sebagai sandaran. "Benarkah? Apa kau tidak akan menyesali ucapanmu itu?"

"Tentu saja! Aku tidak akan pernah mau tidur seranjang denganmu, dasar vampier mesum!" balas Caroline refleks, membuat mata Sebastian menajam seketika.

Caroline jadi gelagapan sendiri. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain, berusaha meruntuki kebodohannya. Pasti Sebastian akan tersinggung dengan ucapannya tadi.

"Pergilah ke ruangan yang lain dan tidur di sana."

Kalimat dingin nan datar itu membuat Caroline kembali menoleh ke arahnya. "Kau mengusirku dari kamarku sendiri?" tanyanya, menahan kesal.

"Iya. Sekarang cepat pergi atau kau tidak akan bisa bebas lagi dari seranganku."

Jawaban itu terlalu ambigu di telinga Caroline. Tetapi gadis ini memilih untuk tidak memperpanjang masalah dan segera pergi dari sana. Caroline berniat tidur di kamarnya yang lain dan mengikhlaskan kamarnya itu untuk ditiduri oleh Sebastian.

Caroline terhenyak dari lamunannya. Dahi gadis ini mengernyit ketika ia tidak menemukan siapapun di sana. Kakinya melangkah untuk mendekati kasurnya lalu berdecak ketika mengetahui bahwa di sana sangatlah berantakan. Pasti Sebastian tidak sempat membereskan ranjang kesayangannya itu ketika ia pergi dari sini.

Caroline menghela nafas dan bergerak menuju kamar mandi. Ia berniat untuk sekolah, seperti biasanya. Jika dilihat dari list jadwal nya, Caroline yakin bahwa hari ini akan sangat melelahkan.

***

Caroline sudah tiba di sekolahnya. Seperti dugaannya, hari ini pasti akan melelahkan karena jam pertama di kelasnya diisi dengan olahraga. Seragamnya pun telah berganti menjadi kaos tipis dengan celana pendek ketat yang membuat keelokan tubuhnya semakin terlihat. Selain berwajah cantik, Caroline juga mempunyai bentuk tubuh yang bagus. Hal inilah yang menjadikannya model di berbagai majalah.

Sekarang Caroline sudah berada di lapangan bersama teman sekelasnya yang lain. Mr. Enoch bilang bahwa hari ini jadwal bermain volly. Oleh karena itu, beberapa bola volly terlihat berjejeran di pinggir lapangan.

Dua jam telah berlalu. Caroline berdecak ketika rasa gerah mulai menerpa tubuhnya. Ia kini menarik rambutnya ke atas dan mengikatnya dengan asal. Matanya tak sengaja melirik ke arah gedung sekolah, tepatnya di lantai dua dan mendapatkan Sebastian tengah berdiri di sana. Oh ayolah, sampai kapan lelaki itu akan terus mengikutinya seperti ini?

Wajah lelaki itu nampak datar dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada. Melihatnya dari bawah seperti ini saja, Caroline masih dapat merasakan aura ketampanannya. Bahkan, Sebastian selalu terlihat tampan di matanya.

Caroline mengerjap-ngerjap beberapa saat. Apakah tadi ia tengah mengagumi Sebastian--vampier sialan yang di hari-hari ke belakang ini berhasil mengusik hidupnya? Apakah Caroline mulai memiliki rasa simpati kepadanya?

Duk

Caroline tersentak kaget lalu meringis ketika sebuah bola volly berhasil mengenai jidatnya. Kini ia jatuh tersungkur ke atas tanah dan sukses membuat semua orang panik dibuatnya.

"Apa kau tidak apa-apa, Caroo?" tanya Emily--gadis berambut pirang yang sekarang tengah mengulurkan tangannya kepada Caroline.

Caroline tersenyum canggung lalu menggeleng. Ia kini menerima uluran tangan Emily lalu bangkit dari jatuhnya.

"Apa kau terluka?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Nick--cowok bertubuh tinggi dengan manik mata cokelat miliknya. Dari raut wajahnya, Caroline dapat mengasumsikan bahwa ia sangat khawatir dengan keadaannya.

Caroline tersenyum tipis lalu menjawab, "Aku tidak apa-apa." Jawabannya ini mampu membuat senyuman Nick mengembang. Lelaki itu kemudian mengacak rambut Caroline dengan lembut lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Olahraganya sampai di sini saja. Sekarang waktunya istirahat!" serunya, membuat semua orang mulai pergi keluar dari lapangan. Nick memang leader di kelas Caroline, maka dari itu ia berhak memerintah dan mengatur seperti tadi. Lagian, Mr. Enoch memberinya kepercayaan sehingga ketika ia pergi, Nick lah yang bertanggung jawab dengan jam olahraga sekarang.

Caroline mendaratkan bokongnya di sebuah kursi santai yang letaknya tak jauh dari lapangan. Tangannya sudah memegang sebuah botol minuman yang sempat dibelinya tadi. Kini rasa nyeri mulai terasa di keningnya. Mungkin ini akibat dari pukulan dari bola volly tadi. Menyebalkan.

"Bagaimana keadaanmu?"

Caroline sontak kaget ketika mendapatkan Sebastian yang sudah duduk di sampingnya. Seingatnya, tadi tempat itu masih kosong. Tetapi sekarang?

Ah, apakah Sebastian mempunyai kekuatan yang sama dengan Edward--tokoh di film twilight yang pernah ia tonton? Di sana Edward dapat berlari dengan sangat cepat sehingga membuatnya dengan mudah berpindah tempat. Apakah Sebastian juga begitu?

Caroline merapatkan bibirnya dan berusaha menyembunyikan keterkejutannya. "Aku baik-baik saja," jawabnya kemudian.

Selanjutnya ia kembali dikagetkan dengan tangan Sebastian yang tiba-tiba menyibakkan helaian rambutnya, dan mengelus keningnya dengan lembut.

"Sedikit memar," desisnya sangat pelan namun masih dapat didengar oleh Caroline.

Caroline menepis tangan Sebastian dengan kasar. "Sebaiknya kau segera pergi dari sini sebelum orang lain melihat keberadaanmu!"

"Biarkan saja."

Salah satu alis Caroline terangkat ketika ia mendapatkan respon cepat dari Sebastian. "Kau bukan murid di sekolah ini. Jadi sebaiknya kau pergi sebelum-"

"Bisakah kau diam?" potong Sebastian seketika. Sementara Caroline langsung bungkam.

"Pakai ini."

Pandangan Caroline bergerak untuk melihat sebuah kalung yang disodorkan oleh Sebastian. Kalung sama yang diperlihatkan Sebastian kemarin dengan alasan bahwa Kalung itu akan menyelamatkannya.

"Aku sudah bilang bahwa-"

"Pakai sekarang atau Aku sendiri yang akan memasangkannya?" Lagi-lagi Sebastian memotong ucapan Caroline.

Caroline berdecak namun masih enggan untuk menerima kalung tersebut.

Sebastian menghela nafasnya, berusaha untuk lebih bersabar. "Sekarang kuganti pertanyaannya. Pakai sekarang, atau Kau kucium sekarang?"

Mata Caroline refleks melebar. Tanpa berkata lagi, ia meraih kalung tersebut dan langsung memakaikannya di leher. Argh, kenapa ia jadi deg-degan begini?

Sebastian tersenyum puas melihatnya. Berbeda halnya dengan Caroline yang kini nampak menggerutu dan tidak lagi menatap ke arahnya.

"Sampai kapan kau akan mengusik hidupku seperti ini?" cicit Caroline, nyaris tidak terdengar.

"Sampai kau mati."

_________________________________

Call Me, Sebastian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang