19. Black blood

1.1K 164 0
                                    

19. Darah hitam

Krash

Mata Caroline membulat sempurna ketika sebuah belati sukses menggoreskan luka di lengan Sebastian. Kini darah berwarna hitam bercucuran di sana namun tak membuat Sebastian kalah begitu saja. Lelaki itu nampak masih semangat untuk melawan ke enam lelaki yang kini masih saja menyerangnya dengan membabi buta.

Caroline tak tinggal diam. Gadis ini langsung menangkupkan kedua telapak tangannya ke arah Xander seraya berucap, "Kumohon hentikan pertarungan ini."

Xander menatap manik mata Caroline dengan tatapan iba. Ia paling tidak suka melihat gadis ini memohon kepadanya. "Hentikan!" Seruannya sukses membuat keenam lelaki tadi menghentikan serangannya.

Sementara Sebastian, lelaki itu ambruk ke tanah--membuat Caroline dengan sigap berlari ke arahnya.

"Kau tidak apa?" Itu bukan Caroline yang bertanya, melainkan Sebastian.

Caroline tentu saja merasa kesal. Seharusnya ia yang melontarkan pertanyaan itu, tetapi kini sebaliknya. "Harusnya aku yang bertanya seperti itu!" semprotnya kemudian.

Sebastian tersenyum tipis menanggapi. Berbeda halnya dengan Caroline. Ia terlihat fokus mengamati luka di lengan Sebastian yang terus saja mengeluarkan darah berwarna hitam. Eh, tunggu, warna hitam?

Ya!
Darah yang dikeluarkan oleh tubuh Sebastian bukanlah berwarna merah, melainkan hitam.

Ah, apakah ini karena lelaki itu adalah seorang vampier? Caroline harus mencari tahu nanti. Yang terpenting sekarang adalah ia harus segera menolong Sebastian. Bukan apa-apa, anggap saja ini sebagai balas budi karena Sebastian pernah menolongnya saat terjadi kecelakaan di tempo hari.

"Ayo, aku bantu berdiri!"

Tawaran Caroline langsung disambut dengan gelengan pelan dari Sebastian. Lelaki itu malah menarik tangannya, dan mengajaknya untuk berdiri bersama.

Xander yang melihat keakraban mereka berdua tentu saja merasa kesal. Raut wajahnya menampilkan bahwa ia tidak suka dengan kehadiran Sebastian. Ia kini berjalan mendekati mereka berdua lalu berkata, "Ada yang ingin kubicarakan denganmu," ujarnya kepada Sebastian.

Sebastian memicingkan matanya, merasa curiga dengan tingkah Xander kali ini.

"Aku berjanji tidak akan menyakiti kalian berdua. Percayalah," timpalnya lagi, membuat Sebastian akhirnya setuju lalu beranjak untuk pergi mengikuti Xander.

Namun sebelum itu, ia lebih dulu menoleh ke arah Caroline kemudian berbisik, "Jangan takut. Seperti biasa, jika kau membutuhkanku, panggil namaku tiga kali. Aku tidak akan pergi lama-lama."

Caroline mengangguk kecil. Setelah kepergian Xander dan Sebastian, tinggallah Caroline sendiri di sini. Gadis ini memeluk tubuhnya dengan erat ketika ia merasakan bahwa hawa di ruangan tersebut cukup dingin.

Sambil melamun, ucapan Xander tadi sempat melintas kembali di otaknya. Caroline penasaran, sebenarnya apa yang terjadi dengan masa lalu Sebastian sehingga ia sampai membunuh kekasihnya sendiri? Seingat Caroline, Sebastian adalah lelaki yang baik. Tapi, Caroline juga tidak bisa dengan mudahnya berasumsi seperti itu. Bisa jadi apa yang diucapkan oleh Xander memang benar adanya.

Belum sampai Caroline menuntaskan semua pertanyaan di benaknya, Sebastian dan Xander kembali muncul. Sebastian langsung mengaitkan tangannya di jemari Caroline lalu mengajaknya untuk pergi dari sana.

Caroline menurut saja. Sekilas, ia melihat Xander yang juga tengah membalas tatapannya. Lelaki itu nampak tak keberatan ketika Sebastian mengajaknya pergi dari sini. Ah, sebenarnya apa yang dibicarakan oleh mereka berdua tadi?

***

Caroline mengerjap-ngerjapkan matanya dengan tidak percaya. Kakinya sudah kembali menginjak lantai kamar rumahnya. Ia sungguh tidak menyangka bahwa dalam kejapan mata, Sebastian menggendongnya lalu berlari dengan kecepatan secepat kilat hingga ia bisa kembali ke sini dengan waktu cepat. Ah, tidak, lebih tepatnya sangat-sangat cepat.  Entah dengan berlari atau apa, Sebastian seperti mempunyai kekuatan super yang dapat berpindah ke mana saja dengan waktu singkat. Ternyata benar dugaan Caroline. Sebastian memiliki kemampuan berlari cepat seperti Edward--tokoh vampier di film twilight.

"Semua orang sedang mencari keberadaanmu," ujar Sebastian setelah melihat Caroline duduk di atas ranjang.

Caroline tidak menjawabnya. Ia memang sudah menduga bahwa hal itu akan terjadi. Pasti Papahnya sangat khawatir dengan keberadaannya tadi.

Tak sengaja, mata Caroline menangkap luka di lengan Sebastian, lagi. Luka itu masih belum kering. Bahkan masih mengeluarkan darah berwarna hitam. Ya, warna hitam.

Sebastian yang sadar dengan arah pandangan Caroline langsung saja menutupi lukanya dengan telapak tangan--berusaha menyembunyikannya dari Caroline.

Caroline tersenyum tipis. Ia lalu menyuruh Sebastian untuk duduk di sampingnya, sementara ia sendiri beranjak untuk mengambil kotak p3k di dalam lemari.

Setelah mendapatkannya, Caroline kembali duduk di samping Sebastian. "Kau terluka."

Sebastian menggeleng. "Hanya luka kecil, aku tidak apa," balasnya kemudian.

Caroline menghela nafasnya seraya meraih lengan Sebastian dan mulai mengobatinya. "Seberapa besar luka yang kau dapat, tetap saja harus diobati."

Sebastian mengulum senyum ketika melihat Caroline mulai membalut lukanya dengan kain kasa. Sebenarnya ia sedikit canggung, mengingat warna darahnya yang tidak lagi berwarna merah.

"Apa semua vampier memiliki darah berwarna hitam?"

Pertanyaan Caroline sedikit membuat Sebastian terkejut. Namun dengan segera, ia menormalkan ekspresinya dan menjawab, "Tidak. Tidak semua vampier memiliki darah berwarna hitam."

Caroline mendongakkan kepalanya, membalas tatapan Sebastian dengan raut wajah bingung. "Lalu?"

"Ada yang berwarna merah, biru, cokelat, kuning, bahkan ada yang tidak memiliki darah sedikitpun. Tergantung sudah berapa lama ia menjadi seorang vampier," jelas Sebastian.

Caroline bergumam seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Jika aku boleh tahu ... kau, sudah dari kapan menjadi seorang vampier?"

"Lima tahun yang lalu," jawab Sebastian tanpa beban.

Caroline menautkan bibirnya. Ia kini memalingkan wajahnya ke arah lain, tak ingin lagi bertatapan dengan Sebastian. "Em ... apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanyanya sedikit ragu.

"Tentu saja, kenapa tidak."

Caroline menarik nafasnya perlahan lalu bergerak untuk membalas tatapan Sebastian. Ini mungkin akan menyinggung Sebastian, tetapi Caroline harus segera mencari tahu kebenarannya.

"Apa benar, kau dulu pernah membunuh kekasihmu sendiri?"

Deg

Sebastian merasakan bahwa dunianya seakan terhenti. Pertanyaan dari Caroline benar-benar mengguncangkan hatinya. Dan, bagaimana gadis ini bisa mengetahui tentang masa kelamnya itu?

Bibir Sebastian kini membentuk sebuah garis tipis. Aura dinginnya kembali muncul, membuat Caroline sedikit menyesal karena telah bertanya seperti tadi.

"Benar."

Satu kata namun mampu membuat mata Caroline perlahan melebar. Dengan cepat, ia bangkit dari duduknya sebelum Sebastian meraih tangannya dan menariknya untuk kembali duduk.

"Apa kau mau mendengar sedikit cerita pendek dariku?"

_________________________________

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now