20. a Little secret

1.1K 167 0
                                    

20. Rahasia kecil

Caroline menelan salivanya dengan susah payah. Kini ia kembali duduk seraya membenarkan posisinya. Sementara pandangannya terus tertuju ke satu titik, yaitu Sebastian.

Sebastian yang sadar bahwa Caroline sudah siap mendengarkan ceritanya, langsung menghela nafas sebelum mulai bercerita.

"Dulu--saat aku masih menjadi manusia, aku memiliki seorang kekasih. Dia sama percis sepertimu. Wajahmu, sikapmu, dan apapun yang melekat padanya ada padamu. Mungkin yang membedakannya adalah, kau lebih cantik dan sedikit galak," ujar Sebastian, mulai membuka suara.

Caroline mengerling dengan lucu. "Lalu apa yang terjadi?"

Sebastian berdehem. "Waktu itu kami saling mencintai. Sampai ..." Lelaki ini menjeda kalimatnya, dengan pandangan yang kini berpaling ke arah lain. "Seseorang menangkap lalu mengubahku menjadi vampier."

Caroline memandang Sebastian dengan tatapan menyelidik. "Apakah perlu waktu yang lama untuk menjadi vampier?" tanyanya kemudian.

Sebastian kembali membalas tatapan Caroline dan menjawab, "Iya. Aku butuh waktu satu minggu untuk kembali bangkit dari kematianku."

Mata Caroline melebar. Gadis ini mengerjap-ngerjap dengan lucu. "Kau mati?"

"Tentu saja. Dia--yang menangkapku, mengambil darahku dalam jumlah banyak. Tetapi entah bagaimana jadinya, aku bisa kembali hidup dengan wujud baru," jawab Sebastian.

Caroline mengangguk-anggukkan kepalanya. Sedetik kemudian ia mendekatkan tubuhnya kepada Sebastian lalu mencondongkan tubuhnya, menatap lelaki itu dengan penuh antusias. "Jika begitu, bagaimana dengan pacarmu itu? Dia pasti mencarimu 'kan?"

"Awalnya aku juga berpikiran seperti itu." Salah satu alis Caroline terangkat, menunggu kalimat yang akan dilontarkan Sebastian selanjutnya. "Aku sangat bahagia karena bisa kembali hidup, walaupun dengan wujud baru. Aku berpikir setidaknya ... aku masih bisa bersamanya. Aku bisa membayangkan bagaimana wajah terharunya ketika dia kembali melihatku. Aku berpikir pasti dia akan sangat merindukanku. Tetapi-"

"Tapi apa?" sela Caroline, membuat Sebastian tersenyum kecut.

"Dugaanku salah. Saat aku bertemu dengannya, aku melihatnya sedang berciuman dengan orang lain. Mereka terlihat sangat akrab. Bercanda, berbincang, bermesra, seperti ... sepasang kekasih? Entahlah." Sebastian tersenyum miris. Ia sangat ingat dengan kejadian itu.

Caroline yang melihat perubahan raut wajah Sebastian, hanya bisa merapatkan bibirnya lalu berkata, "Aku turut berduka cita."

Sebastian tertawa hambar. Manik matanya kembali bertabrakan dengan manik mata milik Caroline. "Kau tau apa yang terjadi setelah itu?" Caroline menggeleng.

"Waktu itu ... aku sangat marah. Amarahku memuncak. Tanpa berpikir panjang, aku mendatangi mereka dan langsung menghabisi mereka tanpa ampun." Mata Caroline membelalak mendengar penuturan kata dari Sebastian. "Aku benar-benar berubah menjadi seorang iblis. Hingga akhirnya, mereka mati di tanganku. Dan sampai sekarang aku tidak pernah menyesalinya," sambung Sebastian.

Kening Caroline mengernyit. "Kenapa? Kenapa kau tidak menyesal?"

Kali ini Sebastian menatap Caroline sambil memiringkan wajahnya, kemudian mengulum senyum. "Karena jika itu tidak terjadi, mungkin kita tidak akan pernah bertemu. Dan ... mungkin, semuanya memang sudah takdir."

Alis Caroline bertaut--merasa tidak mengerti dengan ucapan Sebastian. "Kau ... seperti seorang psychopath. Kau tidak menyesal sedikitpun ketika telah membunuh orang."

Sebastian menegakkan tubuhnya, mendengarkan sindiran Caroline dengan seksama.

"Sampai kapan kau akan terus menjadikan orang lain sebagai mangsamu?" timpal Caroline lagi.

Mimik wajah datar kembali Sebastian tampilkan. "Jika aku tidak mengambil darah mereka, aku tidak bisa bertahan hidup." Sebastian menjeda ucapannya lalu melanjutkannya kembali. "Dan jika aku tidak meminum darah, perutku akan kesakitan."

"Tapi tidak sampai membunuhnya juga, kan?"

Caroline tersentak ketika Sebastian tiba-tiba bangkit dari duduknya. Apakah lelaki itu tersinggung dengan pertanyaannya tadi?

"Jika aku tidak sampai menghabiskan darah mereka, mereka akan berubah menjadi sepertiku," jawab Sebastian, tanpa berniat untuk menoleh ke arah Caroline.

Mulut Caroline perlahan terbuka. Ia ikut bangkit dari duduknya. "Lalu kenapa waktu itu--saat pertama kali bertemu denganku, kau tidak membunuhku?"

Sebastian menghembuskan nafasnya lalu bergerak untuk menghadap ke arah Caroline. "Sudah kubilang, kau sangat mirip dengan Isla sehingga membuatku tak jadi membunuhmu," jawabnya.

"Em, Isla itu-"

"Kekasihku, yang kuceritakan tadi," potong Sebastian.

Mendengarnya, perlahan pandangan Caroline menurun. Gadis ini sekarang terlihat memainkan kuku jemarinya dengan bibir bawah yang ia gigit. Entah kenapa, Caroline merasa bahwa Sebastian masih mencintai kekasihnya itu. Dan Caroline tidak suka. Ada yang mengganjal di hatinya.

"Ada apa?"

Pertanyaan Sebastian tak membuat Caroline beranjak. Gadis ini malah semakin menundukkan kepalanya, membuat Sebastian menjadi kebingungan.

"Apa kau masih mencintainya?" cicit Caroline--memberanikan diri.

Caroline tidak tahu apa respon dari Sebastian karena ia masih dalam keadaan menunduk. Sebenarnya Caroline takut, Sebastian akan tersinggung lagi dengan ucapannya seperti tadi.

Selanjutnya Caroline tersentak ketika dagunya di tarik ke atas, sehingga membuat mereka berdua saling tatap. "Kau cemburu?" tanya Sebastian--menahan senyumannya.

Caroline terhenyak. Buru-buru ia melangkah mundur sebelum Sebastian menarik pinggangnya dan membuat jarak antar mereka menjadi sangat dekat.

"Aku sudah tidak mencintainya lagi, Caroline," desis Sebastian, nyaris berbisik.

Caroline mengerjap. Mata indahnya, menatap mata tajam Sebastian. Cukup lama, mereka berdua saling bertatapan sehingga membuat keduanya merasakan rasa yang berbeda. Ada sesuatu yang menghangat di dalam sana.

Caroline tersadar dan langsung mendorong dada Sebastian hingga lelaki itu menjauh darinya. Ia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain--berusaha menyembunyikan semburat merah yang muncul di pipinya. Ah, apa yang terjadi dengan dirinya sekarang?

Sebastian terkekeh melihat tingkah menggemaskan dari Caroline. Kakinya kini melangkah, mendekati Caroline lalu meraih tangannya--membuat Caroline secara refleks menoleh ke arahnya. "Kau ingin tahu siapa yang kucintai saat ini?"

Pertanyaan Sebastian sukses membuat pipi Caroline bersemu untuk kesekian kalinya. Hingga, Sebastian semakin mendekat lalu berbisik.

"Dia, adalah orang yang sedang berada di hadapanku sekarang."

____________________________________

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now