09. Really Crazy

1.8K 237 3
                                    

09. Benar-benar gila

Cuaca yang terbilang dingin ini tak membiarkan api semangat dari diri Caroline padam. Gadis itu tetap antusias untuk pergi ke tempat pemotretannya. Ya, di sore yang terbilang mendung ini, Caroline tetap memantapkan hati untuk pergi bekerja.

"Ah, bisakah kau mengambilkan handphone ku di dalam? Aku melupakannya," ucap Caroline kepada supir pribadinya. Kini ia sudah berdiri di ambang pintu dan tersadar bahwa salah satu benda kesayangannya tertinggal.

Pria itu mengangguk lalu berjalan melalui Caroline. Sementara Caroline sendiri, memilih untuk berjalan mendekati mobil dan membukakan pintu sebelum sebuah tangan menghentikan pergerakannya.

Caroline menoleh hingga mendapatkan Sebastian yang sudah berdiri di sampingnya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Caroline to the point.

Sebastian tidak menjawabnya. Lelaki ini malah mengendus tubuh Caroline hingga membuat gadis itu risih dibuatnya. Caroline mendorong jidat Sebastian dengan jari telunjuk, hingga membuat lelaki itu menjauh dari tubuhnya.

"Bisakah kau bersikap sedikit sopan?" cetusnya dengan raut wajah kesal.

Sebastian menyungging senyum. "Jangan memakai parfum yang berlebihan. Aku tidak suka," ujarnya kemudian.

Caroline mendelik. "Apa masalahmu? Ini parfum favoritku. Lagian Aku tidak bisa melakukan pemotretan jika badanku mengelurkan wangi yang tidak enak, kan?" cetus Caroline, seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Sebastian berdesis. "Mereka hanya memotretmu, tidak sampai mencium wangi tubuhmu." Tangannya kini mengeluarkan sebuah bunga melati dari dalam saku, lalu memberikannya kepada Caroline. "Sisipkanlah bunga ini di setiap celah bajumu. Maka, nanti akan keluar wangi alami," imbuhnya, membuat mata Caroline sontak melotot.

"Wangi orang mati maksudmu? Kau pikir tubuhku ini mayat yang biasa ditaburi oleh bunga-bunga ini, hah!" semprot Caroline tak terima.

Sebastian mengangguk. "Bahkan jasad saja lebih wangi daripada parfum yang kau pakai sekarang."

Caroline berdecih. "Memang, selera vampier dengan selera manusia itu jauh berbeda," cibirnya menjeda kalimat, dan melanjutkannya kembali. "Sebaiknya kau pergi. Kau membuang waktuku saja," sambungnya seraya membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Bersamaan dengan itu, keluarlah sesosok pria dari dalam rumah Caroline dengan sebuah handphone di tangannya.

Caroline tersenyum melihatnya. Matanya melirik ke arah Sebastian yang telah lenyap dari pandangannya. Ah, lelaki itu selalu saja muncul dan menghilang secara tiba-tiba.

"Ini, Nona," ujar pria tersebut sambil menyodorkan handphone kepada Caroline.

Caroline menerimanya. Setelah itu, supir pribadinya masuk ke dalam mobil dan menancap gas lalu pergi dari sana.

***

Hari sudah mulai gelap. Setelah melakukan beberapa kali pemotretan, akhirnya Caroline menyelesaikan aktivitasnya itu. Gadis ini sekarang tengah duduk di kursi santai seraya memperhatikan hasil pemotretannya tadi.

"Aku selalu puas dengan hasil fotomu, Nona," ucap sang photografer* dengan pandangan yang terus mengarah ke dalam kamera--melihat hasil jepretan yang ia dapat.

Caroline tersenyum puas. "Apakah semuanya sudah selesai? Aku ingin pulang. Hari ini benar-benar membuatku kelelahan," ujarnya, membuat sang photografer tersebut menoleh ke arahnya.

"Aku tidak tahu. Coba kau tanya kepada Jack--dia kan yang mengurus semua ini."

Caroline menghela nafasnya lalu bangkit, berniat untuk mencari sosok tersebut. Matanya kini tertuju ke sesosok pria bertopi yang tengah berbincang bersama beberapa orang.

Call Me, Sebastian [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat