04. Follow You

2.5K 311 0
                                    

04. Mengikutimu

"Aku benar-benar melihat lelaki itu di--" Caroline menghentikan kalimatnya. Keningnya mengernyit ketika ia tidak menemukan seorangpun di dalam kamarnya.

"Di mana? Tidak ada siapa-siapa di sini, honey. Mungkin kau berkhayal karna terlalu lelah. Sebaiknya pergilah untuk beristirahat," ujar Lucky--mendorong punggung Caroline agar anaknya ini masuk ke dalam kamar.

Caroline menggeleng seraya meraih tangan Lucky ketika lelaki itu hendak melangkah pergi. "Tapi, Papa ... Aku tadi memang melihatnya di sini!" jelasnya sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku melihat dia berdiri di sana!" Telunjuk Caroline kini terangkat, mengarah ke salah satu sudut ranjangnya.

Lucky menghela nafas lalu mengusap rambut Caroline dengan lembut. "Tidurlah. Besok sepulang sekolah bukannya kau ada jadwal pemotretan? Maka dari itu istirahatlah dari sekarang." Setelah mengucapkan itu, Lucky melenggang pergi dari sana--meninggalkan decakan kesal dari Caroline.

Caroline mendengkus seraya berkacak pinggang. Ia gagal meyakinkan Ayahnya itu. Padahal sudah jelas, dirinya memang bertemu Sebastian di kamarnya ini. Caroline membalikkan badan lalu berjalan menuju kasur sambil menghentak-hentakkan kakinya ke atas lantai dengan raut wajah cemberut.

"Kau mencariku?"

Suara itu mampu membuat langkah Caroline terhenti. Walaupun sesaat, Caroline sangat mengenali pemilik dari suara ini.

Caroline merapatkan bibirnya, merasakan darahnya yang mulai berdesir hebat. Badannya ia balikkan dengan perlahan sehingga membuatnya dapat melihat sesosok lelaki tengah berdiri di depan lemari dengan tangan yang berlipat di atas dada.

Nafas Caroline mulai memburu dengan langkahnya yang ia mundurkan secara pelan. Lelaki yang sempat dicarinya tadi kini kembali muncul di hadapannya. Sial. Kenapa saat Ayahnya datang ke sini, Sebastian malah tidak muncul?

"S-sebenarnya apa yang kau mau?" gagap Caroline. "Siapa kau? Dan ... kenapa kau bisa berada di sini?" tanyanya, lagi.

Sebastian melangkahkan kakinya untuk mendekati Caroline, berbeda halnya dengan Caroline yang refleks meraih guling dan menghalaukannya ke arah Sebastian--bermaksud menjadikannya sebagai senjata. Sebastian yang melihatnya tentu saja terkekeh kecil. Ia sangat geli ketika melihat ekspresi menggemaskan dari Caroline sekarang.

"Jangan mendekat!" pekik Caroline yang sudah siap memasang kuda-kuda.

Sesuai dengan perintah dari Caroline, Sebastian menghentikan langkahnya. Salah satu alisnya kini terangkat, menatap Caroline yang malah nampak ketakutan melihatnya.

"Kau ketakutan?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh Sebastian berhasil membuat kaki Caroline lemas seketika. Apakah sebesar ini efek dari lelaki itu?

"Apa maumu?" tanya Caroline, memberanikan diri.

"Mauku?" Sebastian mengusap-usap dagunya dengan jari, berpose seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Iya, cepat katakan! Siapa kau, dan kenapa kau bisa sampai di sini!" semprot Caroline secara beruntun.

Sebastian tersenyum smirk. Tangan kanannya terulur ke arah Caroline, bermaksud mengajak gadis itu untuk berjabat tangan. "Perkenalkan, namaku Sebastian Logan Tyler," ujarnya memperkenalkan diri.

Caroline hanya menampilkan raut wajah bingung tanpa berniat membalas uluran tangan tersebut. "Cepat katakan apa maumu!" tukasnya kemudian.

Sebastian menghela nafasnya seraya menarik kursi di depan meja rias Caroline, kemudian duduk di atasnya. Sesaat dirinya berdehem sebelum berkata, "Tenanglah, Aku tidak akan menyakitimu."

Gigi Caroline bergemelutuk ketika ia mendengar ucapan tenang yang keluar dari mulut Sebastian. Bagaimana bisa ia berkata dengan mudah seperti itu? Tentu saja Caroline tidak akan mudah percaya begitu saja. Mengingat apa yang telah dilakukannya kepada sesosok wanita di pesta tadi, membuat Caroline menjadi lebih berhati-hati terhadapnya.

"Cepat katakan apa maumu!" kukuh Caroline, masih siap siaga dengan posisinya.

Sebastian berdecih seraya menumpangkan salah satu kaki, di kakinya yang lain. "Jika Aku menjawab, Aku menginginkanmu, kau akan melakukan apa?"

Mata Caroline melebar ketika mendengar jawaban Sebastian. "Apa maksudmu?" tanyanya kemudian.

Sebastian menyungging senyum sambil menegakkan posisi tubuhnya. "Aku menginginkanmu, itu jawabanku," balasnya, lagi.

Caroline menatap Sebastian dengan tatapan tak percaya. Bagaimana lelaki itu bisa dengan mudahnya berkata seperti itu?

"Dalam rangka apa, kau menginginkanku?" Caroline berniat menelusuri lebih jauh. Ia pun mencoba untuk lebih tenang, walaupun jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak bisa tenang sama sekali.

Mata Sebastian menyipit, menatap Caroline dengan penuh dalam. "Karena kau--telah mengetahui identitasku."

Caroline kembali menampilkan ekspresi bingungnya. Kenapa lelaki ini begitu misterius? Kenapa jadi berbelit-belit seperti ini?

"Aku tidak mengerti apa maksudmu." Caroline sudah tidak tahan lagi. Lantas, dirinya menunjuk ke arah pintu dan berseru, "Lebih baik, kau keluar dari kamarku sekarang juga!"

Namun Sebastian masih belum beranjak dari tempatnya. Hanya menatap Caroline, tanpa menunjukkan ekspresi apapun.

"Keluar!" teriak Caroline yang sudah naik darah. Ia sudah benar-benar jengah dengan semua tingkah Sebastian yang sama sekali tidak dimengertinya.

Caroline berdecak ketika Sebastian masih belum menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya akan keluar. Maka dengan kekuatan penuh, Caroline menarik lengan Sebastian hingga membuat lelaki itu bangkit dari duduknya.

"Keluar dari kamarku sekarang juga!" serunya, penuh penekanan.

Di sisi lain, Sebastian masih dengan raut wajahnya yang datar. Hanya menatap Caroline tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Apa aku harus memanggil bodygoard ku agar kau mau keluar dari sini?"

Sebastian tertawa renyah mendengarnya. Kini ia balik meraih tangan Caroline lalu memegangnya, membuat Caroline dengan susah payah berusaha untuk melepaskannya namun tidak bisa.

"Dengar, sudah kubilang dari awal bahwa mulai saat ini, aku akan terus mengikutimu. Di manapun dan kapanpun," jelas Sebastian, menatap Caroline dengan intens.

"Tapi kenapa? Apa penyebabnya?" cicit Caroline, membalas tatapan Sebastian dengan pandangan sendu.

"Kau telah mengetahui bahwa aku ini bukanlah seorang manusia. Dan oleh sebab itu, Aku akan selalu berada di sisimu untuk berjaga-jaga agar kau tidak membocorkan rahasia itu kepada semua orang," jawab Sebastian yang langsung disambut dengan tepisan kasar dari Caroline.

"Jika Aku tetap berusaha untuk membocorkannya, Kau mau apa, huh?" balasnya, mencoba untuk menantang.

Sebastian menarik salah satu sudut bibirnya dan menjawab, "Nyawamu taruhannya."

___________________________________

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now