43. Memory

894 114 3
                                    

43. Kenangan

"Ini adalah tempat favorit aku dan Ibumu."

Caroline mengedarkan pandangannya ke sekeliling, menatap setiap sudut taman yang tengah di tempatinya sekarang. Taman ini terletak di belakang rumah--membuat Caroline teringat dengan ucapan Nick tempo lalu. Nampak jelas, bahwa taman ini tidak terurus jika dilihat dari banyaknya tumbuhan ilalang dan sampah organik yang berserakan. Sayang sekali. Padahal, luas taman ini cukup strategis untuk dibudidayakan.

Kini Caroline sedang duduk di sebuah ayunan usang, sementara Xander berdiri di sampingnya. Setelah lelaki itu bilang bahwa dirinya ingin berbicara dengannya, Caroline langsung menurutinya untuk ikut ke sini. Sementara Nick dan Sebastian, mereka sudah sama-sama di amankan.

"Kenapa kau merubah Ibu menjadi bangsamu?" tanya Caroline pelan, namun pandangannya masih menatap ke arah lain.

Xander menghela nafasnya pelan. Ia mendongakkan wajahnya ke arah langit yang sudah mulai gelap, lalu menjawab, "Manusia tidak bisa hidup dengan jangka waktu yang lama, sementara vampier bisa."

Jawabannya mampu membuat Caroline menoleh ke arahnya.

"Aku mencintai Ibumu, maka dari itu, aku tidak ingin berpisah dengannya." Xander menurunkan pandangannya untuk membalas tatapan Caroline. "Aku berpikir bahwa jika aku mengubahnya menjadi bangsaku, kita akan bisa terus bersama-sama. Dan yah ... " Xander menggantung ucapannya seraya memalingkan wajah. "Itu adalah kesalahan terbesarku. Karna nyatanya, Ibumu sangat menolak akan hal itu. Dia bilang bahwa, dia lebih baik hidup dengan jangka pendek tetapi tidak merubah takdirnya, dibanding hidup dengan jangka panjang tetapi dia mengkhianati takdirnya."

Xander tersenyum kecut. "Aku lupa, bahwa dia sangat patuh terhadap Tuhannya."

Caroline mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia beralih untuk menatap jemarinya di pangkuan--lalu memainkannya dengan asal.

"Lalu kenapa kau juga ingin merubahku?" tanya Caroline lagi.

Caroline merasakan bahwa Xander kembali menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lelaki itu beranjak untuk memegangi ayunan tanpa mengalihkan pandangannya dari Caroline.

"Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Caroline. Aku tidak ingin kau ... meninggalkanku," jawabnya kemudian.

Caroline membalas tatapan Xander dengan curiga. "Kau juga mencintaiku?"

Entah kenapa Caroline bisa berpikiran seperti itu, karna kalimat itu tiba-tiba saja terlintas di pikirannya. Ia takut saja, Xander itu sama dengan Nick--yang terobsesi dengannya.

Xander tertawa kecil. "Ya. Aku mencintaimu, sebagaimana seorang Ayah mencintai anaknya," jawabnya tanpa beban. Sementara Caroline menghela nafasnya dengan lega.

"Tapi tenang saja, nampaknya aku akan mengurungkan niatku untuk merubahmu," ujarnya lagi, disambut dengan raut wajah heran dari Caroline.

"Kenapa?"

"Karna kau memiliki darah campuran antara vampier dan manusia. Aku hampir saja melupakan hal itu. Aku tidak perlu susah-susah untuk merubahmu, karna nyatanya kau juga akan memiliki jangka hidup yang panjang," jelasnya, membuat mata Caroline perlahan melebar.

Caroline bangkit dari duduknya dan menatap Xander dengan penuh antusias. "Benarkah? Jadi ... jadi aku ini sebenarnya adalah seorang vampier?"

Xander menggeleng kecil. "Aku juga tidak bisa membenarkan hal itu. Huft, entahlah. Intinya, kau tidak perlu khawatir lagi karna aku tidak akan pernah merubahmu," balasnya sambil tersenyum kecil.

Caroline tersenyum lebar. Pikirannya kini melayang, memikirkan ucapan yang pernah diucapkan oleh Sebastian dulu.

"Kalung ini akan berfungsi jika si pemakainya adalah seorang vampier. Karena kalung ini diciptakan untuk bangsa vampier."

Ah, jadi itu alasannya kenapa kalung ini berfungsi saat Caroline memakainya. Caroline tersenyum kecil. Tangannya beranjak untuk memegangi kalungnya, membuat Xander ikut menatap ke arah benda tersebut.

"Dari mana kau mendapatkan kalung itu?" tanyanya, membuyarkan lamunan Caroline.

"Sebastian yang memberikannya kepadaku. Dia bilang ... dia mendapatkannya dari seseorang, dan orang itu berpesan bahwa ia harus memberikan kalung ini kepada orang yang dia sayang. Maka dari itu Sebastian memberikannya kepadaku," jelas Caroline, seraya senyam-senyum sendiri.

Xander tersenyum tipis. Tangannya ia bawa untuk mengusap pucuk rambut Caroline dengan lembut, membuat sedikit tersentak karnanya. "Nampaknya dia sangat mencintaimu." Caroline menyungging senyum.

"Apa kau juga mencintainya?" tanyanya, lagi.

Tanpa ragu, Caroline menganggukkan kepalanya. "Tentu saja. Dia memberiku semua--yang tidak pernah kudapat dari orang lain," jawabnya. Hal ini membuat Caroline teringat dengan semua perhatian-perhatian kecil yang diberikan oleh Sebastian kepadanya. Lelaki itu ... argh, Caroline tidak mampu untuk mendeskripsikan sosoknya lagi.

Xander tersenyum mendengarnya. Ucapan Caroline mengingatkannya kepada saat-saat di mana dia masih bersama dengan Loren dulu. Xander juga pernah mengalami masa itu. Masa di mana dia mengalami sejuta kebahagiaan yang dilewatinya bersama Loren.

"Kau tahu, nama kepanjanganmu itu adalah nama gabungan antara aku dan Loren," ujar Xander tiba-tiba, membuat Caroline sontak menoleh ke arahnya.

"Lorender?"

"Ya." Xander mengangguk. "Loren dan Xander," lanjutnya kemudian.

Mendengarnya, Caroline terkekeh kecil. Entah kenapa hal itu terdengar sedikit lucu di telinganya. Ia jadi berniat untuk memberikan nama gabungan seperti itu untuk anaknya kelak.

"Oh, iya." Caroline kembali menatap Xander dengan pandangan meneliti. "Apa ... Ibu bisa sembuh?"

Pertanyaannya membuat Xander terdiam. Sesaat, sebelum dirinya mengangguk dan menjawab, "Bisa. Seperti sama halnya dengan dunia manusia, dia harus melewati pengobatan therapy. Mungkin ... " Xander berdehem lalu melanjutkan kalimatnya. "Akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Tapi aku akan terus berusaha, kau tenang saja."

Caroline tersenyum kecil. Ia dapat melihat bahwa Xander begitu mencintai Ibunya. Ternyata, Xander itu tidak seburuk apa yang dipikirkannya.

"Em, bagaimana dengan Nick? Apa kau masih berniat untuk menjodohkanku dengannya?" tanya Caroline, membuat Xander menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan cukup lama.

"Dulu aku berpikir bahwa jika kau menikah dengannya, kau akan hidup bahagia. Karna Nick juga nampaknya sangat mencintaimu. Saat pertama kali kalian bertemu--saat kalian masih sangat kecil, aku dapat merasakan perubahan di dalam binar matanya. Dia sudah tertarik denganmu. Maka dari itu aku berniat untuk menjodohkan kalian," jelas Xander panjang lebar.

"Kau hanya melihat dari satu sisi," ujar Caroline, mengoreksi ucapan Xander.

Xander mengangguk, membenarkan ucapannya. "Ya, itulah kelemahanku. Aku selalu melihat dari satu sisi, dan mengabaikan sisi yang lainnya. Mungkin karna itu, Loren tidak pernah mau mengubah dirinya menjadi bangsaku."

Caroline merapatkan bibirnya. "Jadi sekarang ... kau masih ada niatan untuk menjodohkanku dengan Nick?"

Xander tersenyum tipis. "Tidak. Kurasa ... Sebastian juga sudah cukup baik untuk mendampingimu. Sekarang aku mendukung hubunganmu dengannya, jika itu yang bisa membuatmu bahagia."

Ucapan Xander sukses membuat Caroline tersenyum lebar. Ia sangat senang, sekaligus lega. Akhirnya satu beban masalah hidupnya berkurang. Dan tanpa mereka sadari, sesosok lelaki tengah mengepalkan tangannya di balik pilar. Dia--menatap ke arah mereka dengan sorot penuh amarah.

Dia, Nick.
Lelaki itu berjanji untuk tidak akan pernah tinggal diam lagi.

__________________________________

demi apa rank 1 romance?😭😭
pantes pas buka notip kok tiba2 rame😭

Fri, 17 September 2021

Call Me, Sebastian [END]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα