44. Sunshine

798 107 6
                                    

44. Sinar Mentari

Caroline tak henti-hentinya untuk terus tersenyum. Ia berjalan menyusuri lorong--menuju kamarnya dengan menebarkan senyuman ke semua penjaga yang nampak masih tidak merespon apapun. Walaupun begitu, Caroline masih saja mengulum senyum. Ia sangat bahagia ketika tahu bahwa kini Xander mendukung hubungannya. Dengan begitu, Caroline bisa bernafas dengan lega.

Caroline menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah pintu. Ia mengulurkan tangannya--membuka pintu tersebut dan masuk ke dalamnya. Alangkah terkejutnya ia, ketika mendapatkan sesosok lelaki tengah berdiri tepat di samping kasurnya.

"Sebastian?"

Caroline tersenyum lebar. Ia berlari kecil ke arahnya dan langsung memeluknya. Sementara Sebastian, lelaki itu juga ikut untuk membalas pelukan Caroline.

"Kau terlihat sangat bahagia," ujarnya, mencium kening Caroline secara sekilas lalu melepaskan pelukannya.

Caroline mendongakkan wajahnya dan menatap Sebastian dengan tatapan geli. "Aku sangat, sangat, sangat bahagia, kau tahu."

Sebastian menggerak-gerakkan alisnya, sementara tangannya mengeratkan pelukannya di pinggang Caroline.

"Kau tidak mau menebaknya?" Sebastian menggeleng kecil.

Caroline menjingjitkan kakinya lalu berbisik, "Xander, menyetujui hubunganku denganmu."

"Maksudnya?"

Caroline berdesis. "Dia mendukung hubungan kita. Artinya, dia tidak akan menjodohkanku lagi dengan Nick!" pekiknya girang.

Sebastian menampilkan raut wajah yang tidak bisa diartikan, membuat Caroline keheranan karenanya.

"Kau tidak senang?"

Sebastian masih diam tak menjawab. Hal tersebut membuat Caroline sedikit kecewa karna responnya yang sangat berbeda dengan pemikirannya.

Caroline menghela nafas lalu menurunkan tangan Sebastian di pinggangnya--berniat untuk memberi jarak, namun terhenti ketika Sebastian tiba-tiba kembali menariknya.

Degup jantung Caroline menjadi tidak normal. Sebastian menariknya dengan sangat dekat, sehingga tak tersisa lagi jarak di antara mereka. Ia bahkan sekarang bisa merasakan deru nafas Sebastian di wajahnya.

"Apakah benar, Xander berbicara begitu?" tanya Sebastian. Caroline mengangguk kecil.

Seketika Sebastian mengangkat tubuh Caroline dan menjatuhkannya di atas ranjang, membuat Caroline tersentak karnanya. Sebastian merangkak untuk ikut naik ke atas kasur dan berhenti tepat di atas tubuh Caroline, membuat otak sucinya mulai berpikiran macam-macam.

"Ap-apa yang kau lakukan?" tanya Caroline, terbata-bata.

Sebastian tidak menjawabnya. Ia hanya memperhatikan paras cantik Caroline sambil sesekali menghembuskan nafasnya di sana.

"Sebastian, k-kau--"

"Bolehkah aku menciummu?" Mata Caroline melebar ketika Sebastian memotong ucapannya, dan melontarkan pertanyaan seperti itu.

Darah Caroline berdesir hebat, sementara pipinya sudah memanas sejak tadi. Ia menatap Sebastian tanpa berkedip, sementara yang ditatapnya malah membalasnya dengan tatapan geli.

Perlahan, Caroline mulai memejamkan matanya--seakan memberi kode dengan permintaan dari Sebastian tadi. Hal tersebut membuat Sebastian menyungging senyum. Ia mendekatkan wajahnya dengan Caroline, lalu menempatkan bibirnya tepat di bibir gadis itu. Hanya menempel. Tidak ada lumatan atau pergerakan lainnya. Sebastian hanya memiringkan wajahnya seraya menikmati ciuman itu.

Hal ini berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Caroline memilih untuk mendorong Sebastian hingga membuat lelaki itu terjatuh di sampingnya.

Caroline memegangi dadanya yang berdegup kencang, sementara Sebastian--lelaki itu tengah tertawa kecil.

"Ada apa dengan jantungmu?" godanya kemudian.

Caroline berdecak. Tidak ada niatan untuk membalas godaan Sebastian. Yang terpenting sekarang, ia harus menormalkan detak jantungnya terlebih dahulu.

Untuk kesekian kalinya Caroline kembali tersentak ketika tiba-tiba Sebastian memeluknya dari samping. Lelaki itu melingkarkan salah satu tangannya di perut Caroline, membuat Caroline harus merasakan kembali bagaimana detak jantungnya yang tidak teratur.

"Tidurlah," bisik Sebastian sangat pelan, membuat Caroline sedikit geli.

"Kau tidak ada niatan untuk membawaku kabur dari sini?" tanya Caroline, memperhatikan wajah Sebastian dari samping.

"Tidak ada gunanya. Ayahmu itu pasti akan kembali membawamu ke sini." Sebastian perlahan mulai memejamkan matanya. Bibirnya kini menempel di pelipis Caroline, seakan mencari kenyamanan di sana.

"Apa kau membenci Xander?"

Cukup lama Caroline menunggu jawaban dari Sebastian. Lelaki itu terlihat tengah berpikir. "Aku tidak pernah bilang begitu," jawabnya kemudian.

"Tetapi ... Xander lah yang merubahmu menjadi vampier," cicit Caroline sangat pelan, namun sukses membuat mata Sebastian kembali terbuka.

"Dia tidak sepenuhnya bersalah. Dia berpikir bahwa aku ini adalah orang jahat--karna waktu itu dirinya melihat aku tengah menyiksa seorang lelaki. Mungkin karna dia iba terhadap lelaki itu, dia jadi balik menyerangku dan merubahku menjadi vampier. Padahal, dia hanya melihat sebagian dari kejadiannya," jelas Sebastian, mulai bercerita. "Sejatinya, aku menyiksa lelaki itu karna dia itu adalah seorang pemabuk, pemerkosa, dan dia tidak bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Saat itu aku sangat muak dengan kelakuannya. Akhirnya aku menyiksanya. Apa aku salah?"

Caroline menggeleng kecil. Ia balik untuk membalas pelukan Sebastian. "Tidak, kau tidak salah. Manusia seperti dia memang pantas mendapatkan peringatan seperti itu," balasnya kemudian.

Sebastian tersenyum tipis. Tangannya beranjak untuk membelai rambut Caroline dengan lembut. "Sunshine," panggilnya, membuat Caroline mendongak untuk menatapnya.

"Apa?"

Sebastian menyungging senyum. Ia mengecup kening Caroline sekilas lalu mengulang kata-katanya. "Kau ... sunshine-ku."

"Cahaya matahari?" Sebastian mengangguk kecil. Ia semakin mempererat pelukannya pada Caroline.

"Jangan pernah pergi dariku. Karna jika kau hilang, duniaku akan menjadi gelap," bisik Sebastian.

Caroline mengangkat tangannya, lalu meletakkan tepat di atas kening Sebastian. Matanya kini terpejam. Sementara tangannya bergerak untuk turun ke arah hidung Sebastian, lalu berakhir di bibirnya.

"Apa yang kau lakukan?"

Pertanyaan Sebastian membuat Caroline kembali membuka matanya. "Jika aku adalah sunshine mu, maka kau adalah duniaku. Jadi, jika aku tersesat dan sampai melupakanmu, aku tinggal menutup mata dan bayanganmu akan langsung muncul di dalam pikiranku," balasnya kemudian.

_________________________________

Woi ini isinya bucin semua tolongg:((

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now