14. Mom?

1.4K 173 4
                                    

14. Ibu?

Malamnya, seperti di waktu-waktu sebelumnya--Caroline tengah duduk berselonjor di ranjang dengan tatapan yang tak beralih dari televisi. Namun tak lama, pintu yang seketika terbuka membuat Caroline menoleh ke arahnya hingga mendapatkan sesosok lelaki berjaket putih tengah berjalan ke arahnya.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" Brent memberhentikan langkahnya tepat di samping ranjang Caroline.

Caroline menyuruh ketiga pelayan yang berada di sana pergi keluar ruangan. Setelah itu ia membalas tatapan Brent yang kini nampak tersenyum untuk melihatnya.

Pikiran Caroline berputar--mengingat kalimat yang sempat dilontarkan oleh Sebastian kepadanya.

Follow my willingness or him who will die?

Caroline tahu, Sebastian tidak main-main dengan ucapannya. Ia melarang Caroline untuk tidak berdekatan dengan Brent. Sebenarnya Caroline juga tidak tahu kenapa Sebastian melarangnya seperti itu. Tapi, yang terpenting sekarang adalah ia tidak boleh berdekatan dengan Brent terlebih dahulu.

Caroline terhenyak ketika Brent menjentikkan jari tepat di depan wajahnya. "Apa yang kau pikirkan, hm?" tanyanya.

Caroline berdehem lalu membenarkan posisi duduknya. "Tidak ada. Kenapa kau datang ke sini?"

Salah satu alis Brent terangkat. "Kenapa? Kau tanya kenapa? Sudah jelas Aku ingin menjenguk sahabatku," jawab Brent kemudian.

Caroline mengusap lehernya dengan ekspresi kikuk. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang untuk bisa mengusir Brent dari sini. Ia hanya takut, Sebastian akan melihatnya dan ... argh!

"Sebaiknya kau pergi. Kau datang disaat aku ingin beristirahat," imbuh Caroline, mengusir Brent secara halus.

"Ya ... beristirahatlah. Aku akan tetap di sini untuk menjagamu, Line."

Caroline menggerutu dalam hati. Ia benar-benar dilanda kebingungan sekarang. "Aku tidak mau diganggu, Brent," rengeknya--berusaha membujuk Brent agar lelaki ini mau keluar dari ruangan dengan sendirinya.

Brent mengulum senyum lalu mencubit pipi Caroline, membuat Caroline secara refleks menepis tangannya. "Aku tidak akan mengganggu. Cepatlah, beristirahat! Aku sudah lama tidak melihat wajah menggemaskanmu saat tertidur," ucap Brent seraya membenarkan posisi bantal di balik punggung Caroline agar gadis itu bisa tertidur dengan nyaman.

Caroline menggeleng pelan. "Tidak, Brent. Sudah ada pelayan yang akan menemaniku. Sebaiknya kau pergi! Kehadiranmu membuatku tidak bisa tertidur," alibinya.

Alis Brent bertaut. "Kenapa Aku merasa bahwa kau tengah mengusirku, Line?"

Pertanyaan itu sukses membuat Caroline jadi gelagapan. Apa yang harus ia katakan?

"Kau tidak suka dengan kehadiranku? Kenapa?"

Oh ayolah, kenapa Caroline menjadi merasa bersalah seperti ini? Apalagi melihat Brent yang kini memasang wajah lugu, membuat Caroline tak tahan lagi.

"Aku ... aku hanya ingin beristirahat. Kau jangan berpikiran seperti itu," cicit Caroline seraya menunduk--memainkan kuku jemarinya dengan asal.

Brent menghela nafasnya dan menarik dagu Caroline agar gadis itu mau membalas tatapannya. "Apa Aku melakukan sebuah kesalahan?"

Caroline menggelengkan kepalanya dengan cepat. Brent terlalu baik sehingga Caroline tak dapat menyalahkannya dalam situasi apapun. "Aku sudah bilang bahwa Aku ingin beristirahat dan tidak mau diganggu. Itu saja."

Brent berdehem lalu mengangguk kecil. "Baiklah, Aku mengerti," balasnya.

"Kau tidak marah kan?"

Call Me, Sebastian [END]Where stories live. Discover now