1 ~ Keputusan

141K 4.2K 127
                                    

Terlihat seorang remaja perempuan berambut hitam sedang berada di dalam kamarnya sambil berkutat dengan laptop miliknya. Perempuan itu adalah Yona Azakalya, atau yang kerap dipanggil Yona. Dia adalah remaja perempuan berusia tujuh belas tahun yang menduduki kursi sekolah menengah atas kelas sebelas.

Yona memiliki kedua orang tua yang masih lengkap serta dua adik perempuan. Sebelumnya, keluarga Yona adalah keluarga yang sangat bercukupan, tapi karena perusahaan sang papah yang bangkrut membuat keluarganya jauh dari kata sangat berkecukupan.

"Yona." Terdengar suara mamah yang memanggilnya dari luar kamar. Yona berjalan untuk membuka pintu kamarnya.

"Iya mah?"

"Ke ruang tamu sekarang, ya. Ada yang mau mamah dan papah bicarakan sama kamu," pinta mamah.

"Iya mah," balas perempuan berambut hitam itu lalu dia mematikan laptop miliknya kemudian, berjalan ke ruang tamu. "Ada apa pah, mah?" Yona duduk di salah satu sofa.

"Kamu serius mau kuliah di Belanda?" papah bertanya kepadanya.

"Iya, Yona serius," jawab Yona. Papah dan mamah saling melihat satu sama lain.

"Tapi kamu tau kan kondisi keuangan kita? Perusahaan papah baru saja bangkrut," ucap mamah.

"Iya Yona tau, makanya Yona mau kejar beasiswa," jawab Yona kembali. Tidak ada jawaban dari kedua orang tua itu, setelah dia menjawab pertanyaan dari mamah. "Memangnya ada apa mamah, papah berbicara begini sama Yona?"

Papah dan mamah saling menatap kembali. Batin Yona juga sudah merasa ada yang tidak beres.

"Beasiswa keluar negeri sudah ditutup semua," papah melanjutkan ucapannya.

"Hah?" kaget Yona.

"Tapi ada cara lain kok nak," sahut mamah. Yona melihat mamahnya dengan penuh harapan, sedangkan mamah dan papahnya kini saling menatap dengan wajah yang penuh keraguan.

"Apa mah?" tanya Yona.

"Akan ada seseorang yang membangun perusahaan papah kembali. Kehidupan keluarga kita juga akan terjamin dan kamu akan dibiayai kuliah dimanapun, tapi-" sang mamah ragu untuk menlanjutkan ucapannya.

"Tapi apa mah?" tanya Yona.

"Kamu harus menikah dengan anak laki-laki mereka," sambung mamah dengan ragu.

Kini tubuh Yona menjadi lemas seperti tenaganya hilang dengan begitu saja. Dia tidak percaya akan hal ini dan dia juga tidak mungkin menikah disaat seperti ini karena dia masih berusia tujuh belas tahun, serta masih kelas sebelas sekolah menengah atas.

"Kamu boleh menolaknya dan boleh menerimanya, kamu juga tidak harus menjawab itu sekarang," sahut papah.

Tiba-tiba air mata Yona mengalir begitu saja. Dia memang ingin keluarganya tercukupi lalu perusahaan papah kembali lagi seperti pada masa kejayaannya dan dia dapat melanjutkan kuliahnya di luar negeri, tapi tidak menggunakan cara seperti ini.

"Kamu fikirkan dulu saja nak, kalau ada yang mau kamu tanyakan, kamu tanya saja sama mamah," mamah kembali berbicara. Tanpa ucapan apapun Yona langsung menaiki anak tangga, kemudian masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya lalu menangis.

"Kenapa harus begini?"

Dia berfikir kalau dia menerima untuk menikah maka kondisi keluarganya akan jauh menjadi lebih baik dari sekarang, maupun sebelumnya. Dia juga memiliki kesempatan yang besar untuk kuliah di luar negeri, tapi haruskah dia menikah? Menurutnya pernikahan bukanlah hal yang main-main dan hanya dilakukan sekali seumur hidup.

Married With Kakak Kelas [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang