01. Rain

450 109 18
                                    

Happy reading

Suara rintikan hujan yang terdengar menyatu dengan iringan lagu sendu memberi kesan nyaman bagi sang pemilik kamar bernuansa hijau tua yang sedang sibuk dengan aktivitas melukisnya. Tepat di depan pintu balkon, Dika, dengan kacamata vintage yang bertengger di wajahnya sedang duduk santai dengan mata dan tangan yang bergerak membentuk lukisan indah diatas kanvas. Laki-laki itu terlihat sangat serius, tangan kanannya memegang kuas sementara tangan kirinya memegang palet kayu yang sudah dipenuhi dengan warna.

Sepulang sekolah tadi, Dika hanya berleha-leha di atas kasur sembari memainkan ponselnya. Karena merasa bosan, Dika meletakkan ponselnya di tepi kasur lalu berdiri untuk memandang tetesan demi tetesan air hujan yang mulai membasahi balkon. Dika berjalan menuju pintu balkon dan membukanya, aroma tanah basah yang khas menguar dari sana.

Selama beberapa menit, laki-laki itu terdiam dengan tatapan kosong mengarah ke luar hingga sebuah ide muncul di benaknya. Dika berbalik lalu mengambil langkah untuk mengunci pintu kamar kemudian berjalan menuju kasur dan berjongkok untuk membuka sebuah laci tersembunyi yang ada di bawahnya. Kedua tangannya mengambil beberapa alat melukis miliknya dan menyimpannya di lantai tepat di depan pintu balkon. Dika kemudian mengambil sebuah easel stand yang ia sembunyikan di balik lemari. Setelah mengatur posisi yang nyaman, Dika mulai melukis.

Hujan adalah inspirasinya. Dika sesekali menoleh ke arah balkon yang menjadi objek lukisannya kali ini. Karena pintu balkon terbuka, Dika merapatkan bibirnya karena merasakan dinginnya udara yang masuk ke dalam kamarnya. Namun, laki-laki itu terlihat menikmatinya.

Dika merasa tenang, karena hanya dirinya yang berada di rumah. Entah kemana anggota keluarganya yang lain. Bahkan, adik-adiknya yang biasa berkeliaran di dalam rumah tidak ada. Namun, dalam hati Dika berucap syukur karena ia bisa melukis dengan tenang tanpa merasa terganggu.

Sesekali bibir Dika bergerak bernyanyi mengikuti lirik lagu yang begitu menenangkan. Mendengarkan lagu mellow sambil melukis apalagi suasana di luar sedang hujan adalah bentuk healing sederhana yang paling ampuh baginya. Namun, Dika tidak bisa terang-terangan melakukan kegiatan ini. Kegiatan melukis yang sudah menjadi hobinya sejak kecil ini selalu Dika lakukan secara sembunyi-sembunyi karena sebuah alasan.

"Kok kece?" gumam Dika saat lukisannya sudah sembilan puluh persen selesai. Hanya tinggal menambahkan sedikit detail agar lukisannya ini terlihat lebih realistis.

Setelah berkutat dengan kanvas selama satu jam setengah, akhirnya karyanya hari ini selesai. Dika menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tiga sore lalu kembali memandang lukisannya dengan bibir yang berdecak kagum. Dika tertawa kecil lalu berdiri untuk mengambil ponselnya. Laki-laki itu mengarahkan kameranya untuk memotret hasil lukisannya kemudian mengirimkan hasil potretannya ke grup chat. Jari-jarinya menari di atas layar ponsel untuk membalas pesan-pesan dari sahabat-sahabatnya, sesekali Dika tergelak hingga perutnya terasa sakit.

Ting!

Mahesa :

Mami hari ini masak banyak, lo harus dateng kalau gak gue ngambek!

Para abang-abang laknat udah pada dateng, awas aja lo gak, bang. Gue tumis lo sampe loyo!!

Dika membuat wajah masam, membaca pesan dari Mahesa membuat perutnya berbunyi sekaligus merasa kesal akibat diancam. Namun, tentu saja Dika akan hadir. Sedari tadi ia belum mengisi perutnya karena di luar sedang hujan dan Dika sendiri yang tidak bisa memasak. Dika bangkit lalu membawa kanvasnya menuju meja belajar, diraihnya sebuah hair dryer untuk mengeringkan lukisan itu.

Dika berniat untuk memberikan lukisannya kepada orang tua Mahesa, sebagai tanda terimakasih karena mengundangnya.

Terlebih lagi, Dika selalu merasa senang karena karyanya ini pasti akan di pajang di dinding rumah itu. Berbeda sekali dengan rumahnya, sang mama pasti akan marah jika Dika melakukan itu.

LyintusWhere stories live. Discover now